Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Tony Hermawan
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Awan Setiawan, mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema), keluar dari lift di sudut lobi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) dengan mengenakan rompi tahanan warna merah.
Dengan kondisi tangannya terpasang borgol, dia dikawal ketat menuju rumah tahanan.
Situasi itu terjadi Rabu malam, 11 Juni 2025. Awan terlihat sesekali melempar senyum ke arah awak media.
Hari itu ternyata eks pentolan Polinema periode 2017-2021 ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim kasus korupsi atas pengadaan tanah untuk memperluas lahan kampus Polinema.
Hadi Setiawan penjual tanah juga ditetapkan sebagai tersangka atas kasus yang sama.
Baca juga: Rekam Jejak Kepala Kejati Jatim yang Baru Kuntadi, MAKI Harap Kasus Korupsi di Jatim
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, dugaan peristiwa pidana dilakukan Awan dan Hadi pada tahun 2019. Saat itu, Awan menemui Hadi untuk melakukan negosiasi tanah seluas 7.104 meter persegi di Kecamatan Jatimulyo, Lowokwaru, Kota Malang.
"Telah mencapai kesepakatan dengan Hadi Setiawan harga Rp6 juta per meter persegi. Sehingga untuk luas seluruhnya 7.104 meter persegi berjumlah Rp42, 624 miliar," kata Saiful.
Penentuan harga itu tanah per meter Rp6 juta tanpa melibatkan jasa appraisal. Awan menentukan berdasarkan keyakinannya sendiri di atas harga wajar.
Baca juga: Komisi III DPR RI Kunjungi Polda Jatim dan Kejati Jatim, Bimantoro Wiyono Dukung Program Asta Cita
Pihak Polinema sebenarnya sudah mengajukan appraisal ke kantor jasa penilai publik (KJPP). Namun, sebelum hasil appraisal keluar, pembayaran sudah dilakukan, sehingga KJPP tidak melanjutkan pekerjaannya.
"Perbuatan AS (Awan Setiawan) bertentangan tentang penyelenggaraan pembangunan umum untuk umum," imbuhnya.
Saiful juga menjelaskan bahwa proses pembayaran DP atau uang muka juga diduga dilakukan secara serampangan. Mulai dokumen yang dibuat secara backdate atau tanggal mundur, tanpa notulen rapat, bahkan akta jual beli sekalipun.
Baca juga: Rugikan Negara Rp35,9 M, eks Presdir Bank Ditangkap usai Buron 19 Tahun, Kejati: Dulu Gagah Kini Tua
“Dari total harga pembelian, uang muka sebesar Rp3,87 miliar dibayarkan pada 30 Desember 2020 menggunakan dokumen yang dibuat secara backdate atau tanggal mundur, termasuk surat keputusan panitia, notulen rapat, hingga akta jual beli,” ujarnya.
Sekalipun menabrak prosedural pembayaran uang muka itu elah terealisasai mencapai Rp22,6 miliar.
Pembayaran uang muka juga idak disertai proses akuisisi aset atau pencatatan hak atas tanah Polinema.