Diki memilih bisnis donat karena selain bisa diproduksi sendiri, produk ini memiliki pasar luas dan diminati berbagai kalangan.
Respons masyarakat yang positif turut memompa semangatnya dalam menjalani usaha.
"Alhamdulillah banyak yang suka. Respons mereka bagus, makanya kami terus semangat jualan," ungkapnya.
Namun, usaha ini tak selalu mulus. Cuaca menjadi tantangan tersendiri yang bisa menghambat penjualan.
"Kalau hujan, itu jadi tantangan. Pembelian menurun karena orang enggan keluar rumah," jelas Diki.
Meski begitu, Diki tetap optimistis menatap masa depan.
Ia berharap usahanya bisa terus berkembang dan menjangkau pasar yang lebih luas.
Bahkan menerima lebih banyak pesanan.
"Semoga ke depan bisa lebih maju, dan bisa buka order lebih banyak lagi," harapnya.
Baca juga: Curhat Penyandang Disabilitas Belum Pernah Dapat Bantuan, Terpaksa Ngamen hingga Jualan Kerupuk
Kisah inspiratif lainnya datang dari Yati, penjual semanggi.
Yati (60) menjadi segelintir pedagang yang memilih tetap berjualan kuliner legendaris khas Surabaya, Semanggi, di tengah gempuran jajanan siap saji.
Lebih dari 20 tahun dirinya berjualan Semanggi di sudut Kota Surabaya.
"Saya mulai (jualan) pas anak saya usia tiga tahun. Sekarang usianya sudah 25 (tahun). Berarti sudah 22 tahunan,” kata Yati saat ditemui di Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya, Senin (23/6/2025).
Dengan usia jualan lebih dari dua dekade itu, kedatangan para pelanggan setia tampak akrab memesan Semanggi buatan Yati.
Tangan Yati cekatan membungkus rebusan daun semanggi, ubi jalar, kecambah di atas pincuk daun pisang.