TRIBUNJATIM.COM - Aduan wali murid terkait dugaan pungutan liar (pungli) berkedok daftar ulang di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Banyumas menjadi sorotan.
Pihak sekolah meminta siswa untuk membayar biaya daftar ulang yang nominalnya mencapai Rp885.000.
Kepala MAN 3 Banyumas, Solikhin, akhirnya buka suara menanggapi dugaan pungli tersebut.
Baca juga: Siswa Diminta Sekolah Bayar Biaya Daftar Ulang hingga Rp885.000, Ada Iuran Kurban Rp100 Ribu
Dihubungi melalui pesan singkat pada Selasa (1/7/2025), Solikhin memberikan klarifikasi atas dua poin yang paling disorot: biaya pemeliharaan komputer dan iuran kurban.
Dalam keterangannya, ia mengklaim pungutan tersebut bersifat bantuan sukarela yang telah dikomunikasikan dengan Komite.
"Dana pemeliharaan komputer itu memang untuk perawatan sekitar 130 unit komputer.
Pada praktiknya tidak semua orang membantunya, sehingga kita mengoptimalkan yang ada.
Iuran kurban maksudnya adalah program latihan kurban bagi siswa," tulis Solikhin, melansir Tribun Banyumas.
Ia berdalih bahwa pungutan tersebut telah sesuai aturan dan disepakati.
"Semuanya sudah dikomunikasikan dengan Komite.
Berdasarkan PMA No 16 Tahun 2020, Komite boleh menggalang dana dari orang tua yang disepakati bersama," tambahnya.
Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan keluhan orang tua.
Klaim yang disampaikan ini sangat berbeda dengan isi aduan para wali murid yang dilayangkan ke Gubernur Jawa Tengah.
Dalam laporan mereka, para orang tua menegaskan tidak pernah ada musyawarah bersama Komite Madrasah terkait pungutan.
Selain itu, para orang tua juga mempertanyakan legalitas pungutan wajib di sekolah negeri yang sudah menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menanggapi hal ini, Solikhin mengakui menerima dana tersebut.
"Kita (MAN) menerima BOS yang besarannya tidak 100 persen sesuai jumlah siswa, termasuk juga BOSDA," ujarnya.
Atas pernyataan ini maka ada dua versi cerita yang saling bertentangan.
Pihak sekolah menyebutnya sebagai sumbangan yang disepakati, sementara orang tua merasa sebagai pungutan wajib tanpa sosialisasi.
Kini publik menantikan langkah konkret dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Banyumas yang telah menerima disposisi laporan tersebut untuk melakukan investigasi.
Kepala Kemenag Banyumas, Ibnu Assadudin menyatakan, pihaknya tengah melakukan penelusuran internal.
"Kami kordinasikan kasubag, kepala bidang pendidikan madrasah, dan pihak madrasah. Akan kami kroscek lebih lanjut," ujarnya saat dikonfirmasi Tribun Banyumas, Selasa (1/7/2025).
Baca juga: Tak Kembalikan Uang Study Tour Rp1 Juta, Kepsek SMA Dipanggil Dindik, Rahasiakan Alamat Travel
Sebelumnya, anggota DPRD Kabupaten Banyumas, Rachmat Imanda, menyatakan tidak akan tinggal diam terkait dugaan pungli berkedok daftar ulang di sebuah MAN di Kabupaten Banyumas.
Politisi Fraksi Gerindra ini bahkan akan memanggil Kepala Kantor Kemenag jika aduan wali murid yang resah tidak segera ditindaklanjuti.
Menurut Imanda, pungutan hingga Rp885.000 modus daftar ulang tersebut secara aturan tidak dapat dibenarkan.
"Aturannya tegas. Berdasarkan pernyataan resmi Direktur KSKK Madrasah Kemenag RI, seluruh madrasah negeri (MIN, MTsN, MAN) dilarang melakukan pungutan kepada siswa karena sudah dibiayai negara melalui DIPA dan dana BOS," tegasnya dalam keterangan yang diterima, Selasa (1/7/2025).
Baca juga: Bocah Temukan Kerusakan Rel di Jalur KRL sampai Bantu Ganjal, KAI Akui Petugas Sudah Lebih Dulu Tahu
Ia juga menyoroti kejanggalan adanya komponen iuran kurban yang bersifat wajib dalam rincian biaya tersebut.
"Ibadah kurban seharusnya didasari keikhlasan, bukan menjadi tagihan wajib. Ini mencederai nilai ibadah itu sendiri," tambahnya.
Melihat laporan yang mandek tanpa respons dari pihak berwenang, Imanda yang juga merupakan anggota Komisi 4 DPRD Banyumas (bidang Pendidikan dan Kesra), memastikan akan mengambil langkah konkret.
"Hari ini juga, saya akan menghubungi langsung Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Banyumas untuk meminta klarifikasi."
"Jika tidak ada respons cepat, kami di Komisi 4 akan melayangkan panggilan resmi untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP)," ancamnya.
Di akhir pernyataannya, ia memberikan jaminan perlindungan bagi para pelapor.
"Saya jamin tidak akan ada intimidasi kepada siswa atau wali murid yang sudah berani melapor."
"Pendidikan berkualitas untuk anak-anak kita adalah hak, bukan kemewahan. Mari kita kawal bersama sampai tuntas," tutupnya.
Lantas, bolehkah madrasah meminta sumbangan kepada wali murid?
Jawabannya tergantung pada status sekolah tersebut.
Kemenag RI menegaskan bahwa seluruh Madrasah Negeri (MIN, MTsN, dan MAN) dilarang keras melakukan pungutan, sementara madrasah swasta diperbolehkan dengan syarat tertentu.
Penegasan ini menjadi panduan penting bagi orang tua di setiap tahun ajaran baru.
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, M Isom Yusqi, menjelaskan dasar hukum dari aturan ini.
Menurut Isom, madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak boleh memungut biaya dari siswa atau orang tua dalam bentuk apapun.
"Seluruh madrasah negeri tidak boleh melakukan pungutan kepada siswa dan orang tua atau wali siswa," tegasnya dalam rilis resmi Kemenag tertanggal 17 Juli 2023 yang dikutip ulang Tribun Banyumas pada Selasa, 1 Juli 2025.
Alasannya, seluruh madrasah negeri telah dibiayai penuh oleh negara melalui anggaran DIPA dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Baca juga: Sudah Beli Rumah Rp550 Juta Bayar Cash, Emi Syok Diusir Orang Ngaku Pemilik Sah, Tak Punya AJB
Berbeda dengan sekolah negeri, madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta) diperbolehkan menerima dukungan finansial dari orang tua.
Namun, hal ini harus melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 16 Tahun 2020.
"Komite Madrasah dapat menerima sumbangan rutin yang besarannya disepakati oleh orang tua/wali peserta didik, kepala madrasah, dan/atau yayasan," terang Isom.
Kuncinya adalah sumbangan, bukan pungutan.
Sumbangan bersifat sukarela, dan besarannya merupakan hasil musyawarah dan kesepakatan bersama.
Jika nominalnya ditentukan secara sepihak, diwajibkan, dan disertai tenggat waktu, maka hal itu sudah masuk kategori pungutan yang tidak dibenarkan.
Kemenag mengingatkan bahwa peningkatan mutu pendidikan adalah tanggung jawab bersama.
Namun, pelaksanaannya harus tetap akuntabel dan tidak membebani orang tua secara tidak wajar, terutama di lingkungan sekolah negeri.