TRIBUNJATIM.COM - Belakangan ini, media sosial X heboh dengan penetapan batas kekayaan dalam versi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola oleh BPD.
Pasalnya, dalam data tersebut seseorang sudah dikategorikan 'superkaya' jika pengeluarannya di atas Rp3 juta per kapita setiap bulan.
Sontak hal itu menuai polemik netizen.
Baca juga: Raya Meninggal di Usia 3 Tahun Gegara Tubuh Dipenuhi Cacing, Pilu Ayah TBC & Ibu Gangguan Kejiwaan
Diketahui, DTSEN merupakan basis data terpadu yang menggabungkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Regsosek (Registrasi Sosial Ekonomi), serta Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Dalam sistem tersebut, masyarakat dibagi menjadi 10 desil kesejahteraan, mulai dari Desil 1 (paling miskin) hingga Desil 10 (paling kaya).
Hal itu sesuai Keputusan Menteri Sosial Nomor 79/HUK/Tahun 2025, pengeluaran per kapita menjadi patokan utama untuk memetakan tingkat kesejahteraan warga.
Kategori ini membuat banyak netizen kaget sekaligus meragukan akurasinya.
Lantaran dinilai terlalu rendah untuk menggambarkan lapisan masyarakat terkaya di Indonesia.
Sejumlah akun bahkan menyampaikan kritik bernada satire.
"Selama ini berdoa biar bisa jadi orang kaya, ternyata udah 'Super Kaya' walau 50 persen buat bayar kontrakan di gang sempit yang airnya oranye meski udah difilter. Ternyata orang super kaya kalo belanja juga masih pilih-pilih yang murah biar hemat (aku)," ujar akun @bunnybinn.
"Kalau kategori memberi Bansos, satu keluarga dengan pengeluaran Rp3 juta itu jadi super kaya, ya. Terus anggota DPR yang pakai jam, kacamata, dan tas mewah itu, termasuk apa?" tulis akun @soetjenmarching pada 14 Agustus 2025 lalu.
"ternyata selama ini temen2ku super kaya.. Salam hai teman2 Super Kaya!" cuit akun @jetveetlev.
Mengenai kehebohan di media sosial ini, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, buka suara.
Ia menegaskan, DTSEN tidak digunakan untuk mengelompokkan masyarakat berdasar pengeluaran per kapita, tetapi untuk pemeringkatan kesejahteraan dalam desil 1-10.
"DTSEN tidak pernah digunakan untuk mengategorikan masyarakat menurut pengeluaran per kapita per bulan," jelas Amalia, Selasa (19/8/2025), dilansir dari Kompas.com.