Faktanya, profesi itu sudah dijalaninya dua tahunan.
Guru Dita merasa keberadaannya di pedalaman bukan sekedar mengajar, melainkan juga menjadi sumber pengetahuan dan inspirasi bagi anak-anak serta masyarakat sekitar.
“Alasan saya pribadi menjadi guru itu untuk menjadi teladan dan inspirasi. Melihat anak-anak belajar dan mampu memahami apa yang kita ajarkan, rasanya campur aduk antara bangga, haru, dan senang," ujar guru Dita kepada Tribun Kalteng, Rabu (20/8/2025).
Baca juga: Guru Sekolah Rakyat Mundur karena Khawatirkan Sertifikasi, Harus Kerja 24 Jam Dalam Seminggu
Masih Kuliah S1 Semester III
Guru Dita mengakui masih kuliah S1 jurusan PGSD semester III saat menjalani profesi mengajar.
Meski demikian, ia mengaku ijazah kuliahnya belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk mendaftar posisi formal sebagai guru.
Setiap hari, guru Dita berangkat pukul 06.00 WIB dan tiba di sekolah pukul 07.00 WIB.
Waktu pulang bergantung pada kelas yang diajar, kelas rendah pukul 12.00 WIB dan kelas tinggi sekitar pukul 13.00 WIB.
"Semua guru selalu pulang bersama karena harus menunggu seluruh jadwal mengajar selesai," bebernya.
Dirinya berharap kesejahteraan guru honorer, khususnya yang bertugas di pedalaman, mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
Ia juga bertekad terus mendampingi anak-anak agar memiliki masa depan yang lebih cerah.
“Kita sebagai guru adalah akar dari generasi bangsa. Bagaimana mungkin pohon bisa berdiri kokoh tanpa akar? Jadi jangan menyerah untuk mencerdaskan anak-anak bangsa,” tegas Dita.
Baginya, kebahagiaan seorang guru sejati adalah ketika melihat murid-muridnya berhasil meraih mimpi mereka, meski harus menembus hujan dan menyeberangi sungai setiap hari demi pendidikan anak-anak pedalaman.
Baca juga: Harus Setor Rp30-60 Juta ke Disdik sebagai Uang Pelicin, Para Guru Mengeluh
Semua Anak Berhak Belajar Meski di Pelosok
Sebagai guru, ia berpendapat semua anak berhak belajar, apalagi para muridnya yang tinggal jauh di pelosok.