Berita Viral

Pasien BPJS Disuruh Dokter Bayar Rp 8 Juta untuk Beli Alat Operasi, Anak Tetap Meninggal Dunia

Penulis: Ani Susanti
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DOKTER MINTA UANG - Foto ilustrasi terkait berita di Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) Lampung, di mana keluarga pasien BPJS dimintai uang sebesar Rp 8 juta oleh dokter untuk membeli alat operasi. Tragisnya, anak mereka tetap meninggal dunia.

TRIBUNJATIM.COM - Pasangan orangtua yang merupakan pasien BPJS Kesehatan diminta bayar Rp 8 juta untuk beli alat operasi.

Mereka transfer uang tersebut ke rekening pribadi seorang dokter.

Peristiwa ini terjadi di Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) Lampung.

Sayangnya, meski mereka telah memenuhi permintaan tersebut, bayi mereka tetap meninggal dunia.

PSandi Saputra (27) dan Usofie (23) merupakan warga Kabupaten Lampung Selatan.

Mereka membawa putri mereka yang baru berusia dua bulan ke RSAM untuk mendapatkan perawatan pada medio Juli 2025.

Pada 19 Juli 2025, pihak rumah sakit mengonfirmasi bahwa bayi tersebut terdiagnosis penyakit Hirschsprung, suatu kondisi bawaan lahir di mana sebagian usus besar tidak memiliki saraf yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan usus. Akibatnya, tinja terperangkap di dalam usus.

"Setelah diagnosis keluar, kami konsultasi sama dokter Billy Rosan, dia dokter yang menangani putri kami," ungkap Sandi saat dihubungi pada Senin (25/8/2025), seperti dilansir dari Kompas.com.

Baca juga: Nunggak Iuran BPJS Ketenagakerjaan, 14 Perusahaan di Jember Diminta Segera Rampungkan Kewajiban

Dalam konsultasi tersebut, dokter Billy memberikan dua opsi untuk proses operasi dan meminta uang sebesar Rp 8 juta dengan alasan untuk membeli alat medis yang tidak ditanggung BPJS.

"Kami transfer ke rekening atas nama pribadi dokter Billy, tapi nggak dijelasin alat apa, hanya dikirim fotonya saja," tambah Sandi.

Setelah mentransfer uang dan operasi dilakukan, kondisi sang bayi justru memburuk.

Sandi melanjutkan, pasca operasi, dokter Billy sulit dihubungi dan tidak memberikan tanggapan.

"Kami kontak nggak balas-balas, baru pas anak saya meninggal 19 Agustus 2025 kemarin itu dibalas WA (pesan WhatsApp) kami," jelasnya.

Baca juga: Nasib Keluarga Pasien yang Paksa Dokter Syahpri Buka Masker, Ngaku Bayar Kamar VIP Serasa BPJS

Menanggapi peristiwa ini, Direktur RSAM dr Imam Ghozali mengonfirmasi bahwa pihaknya bersama Komite Medik telah mencabut hak dokter Billy untuk menangani pasien BPJS.

"Jadi sudah melakukan rapat bersama dengan Komite Medik. Bahwa disimpulkan yang bersangkutan terhitung hari ini tidak bisa diberikan pasien BPJS sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan," kata dr Imam.

Kasus ini memicu perhatian publik dan menyoroti masalah dalam sistem pelayanan kesehatan, terutama terkait dengan pasien yang menggunakan layanan BPJS.

Investigasi lebih lanjut diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi keluarga pasien.

Kasus Lain

Sebanyak 16 ribu warga Trenggalek dinonaktifkan sebagai PBI (Penerima Bantuan Iuran) JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) BPJS Kesehatan.

Penyebab utama dinonaktifkan nya 16 ribu PBI tersebut oleh sistem karena data yang tidak padan. 

Hal tersebut ditindaklanjuti oleh Pemkab Trenggalek dengan melakukan reaktivasi dengan cara menyisir satu persatu masyarakat yang dinonaktifkan dan mencari penyebabnya.

Plt Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Trenggalek, Cristina Ambarwati menjelaskan dari pemetaan yang dilakukan ada sejumlah penyebab yang mengakibatkan data PBI tidak padan.

Yang pertama adalah satu NIK yang dimiliki 2 orang, lalu PBI meninggal, PBI berada diluar desil 1 sampai 5 atau orang yang dianggap mampu membayar secara mandiri, serta PBI belum melakukan perekaman biometrik.

"Pelayanan BPJS ketika di rumah sakit semuanya dengan rekam biometrik. Bila PBI belum melakukan perekaman biometrik maka harus segera dilakukan perekaman ini," kata Cristina, Rabu (30/7/2025).

Cristina sendiri telah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk melakukan perekaman biometrik tersebut bahkan bila perlu akan jemput bola jika yang bersangkutan sedang sakit atau sudah lanjut usia.

"Apabila kondisinya sakit atau di rumah sakit harap (keluarganya) menghubungi petugas Disdukcapil untuk mendapatkan pelayanan perekaman Biometrik," lanjutnya.

Ia juga meminta peran aktif masyarakat PBI untuk ikut mendukung reaktivasi bantuan yang berupa perlindungan dan jaminan sosial kesehatan untuk JKN PBI dengan mengirimkan persyaratan melalui WA. 

Ada sejumlah persyaratan yang diharapkan disiapkan yaitu sudah melakukan perekaman Biometrik, masuk dalam 16 ribu yang dinonaktifkan. 

Kemudian membawa surat keterangan penyakit kronis dari dokter yang bernomor register (seperti nomor agenda) jika sudah membutuhkan atau sedang menjalani pengobatan.

"Yang dikirim dipengantari oleh desa, dengan surat pengantar yang menyebutkan desil berapa, sudah melakukan perekaman biometrik dan melampirkan surat keterangan dokter dan dikirim melalui pelayanan WA yang ada di Dinas Sosial," pungkasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini