Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Bisnis

Program Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat Hulu Migas: Tak Sekadar Penggugur Kewajiban

Memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat sekitar, mendorong efek berganda di sekitar wilayah kerja, di saat yang bersamaan harus memberikan

Editor: Sudarma Adi
ISTIMEWA
Perempuan Indonesia Merajut (PRIMA) telah memproduks\ lebih dari 42 ribu panel rajutan dengan nilai lebih dari Rp1,2 miliar. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat sekitar, mendorong efek berganda di sekitar wilayah kerja, di saat yang bersamaan harus memberikan kontribusi yang besar untuk pembangunan negeri melalui kegiatan hulu migas, sudah menjadi nafas pertama yang dihirup oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada hari mereka dilahirkan melalui Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) selaku perwakilan Pemerintah Republik Indonesia.

Bahkan sebelum mereka berproduksi, Pemerintah melalui SKK Migas sudah mewajibkan KKKS untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi, salah satunya adalah melalui program Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat (PPM).

Hal ini tentu sangat berbeda dengan Corporate Social Responsibility (CSR) yang diberikan oleh badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang berkegiatan di Republik Indonesia.

PPM sudah harus dilaksanakan saat KKKS beroperasi, bahkan sebelum KKKS berproduksi, sementara CSR diberikan saat perusahaan telah mendapatkan keuntungan—karena pelaksanaannya berasal dari laba perusahaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Baca juga: SKK Migas Perkuat Strategi Program Pengembangan Masyarakat Hulu Migas

PPM diberikan kepada masyarakat terdekat di wilayah operasi, sedangkan CSR dapat di mana saja, selama masih dalam lingkup
wilayah Republik Indonesia.

Wujud Kehadiran Hulu Migas di Tengah Masyarakat

Hulu migas bukan hanya mengenai kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, namun bagaimana menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945.

Bagaimana tidak, baik daerah penghasil maupun bukan penghasil, sama-sama mendapatkan bagian Dana Hasil Migas (DBH). Jika kita berfokus pada pengembangan masyarakat terdampak, KKKS memiliki kewajiban untuk menyediakan program-program yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah operasi, meliputi aspek ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

Dengan demikian, PPM adalah bukti konkret kehadiran hulu migas untuk kemajuan bangsa, bukan hanya statistik.

Lebih dari itu, PPM adalah simbol humanis dari industri hulu migas, yang mencerminkan keberpihakan terhadap nilai-nilai kemasyarakatan dan keberlanjutan.

Pendekatan ini membangun kedekatan emosional dan kepercayaan dengan masyarakat, serta menjadi fondasi penting bagi terciptanya Social License to Operate (SLO) yang kuat.

”SLO bukan hanya soal penerimaan sosial, tapi juga menjadi jaminan keberlanjutan sosial,” jelas Roy Widiartha, Kepala Kelompok Kerja Pengembangan Masyarakat SKK Migas saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai SLO.

Roy menambahkan, melalui PPM, industri hulu migas menegaskan bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari volume produksi, tetapi juga dari dampak positif yang dirasakan masyarakat. Sebab pada akhirnya, energi yang kita hasilkan harus mampu menyalakan
harapan dan masa depan bersama.

Peningkatan Kualitas Hidup Melalui Program yang Tepat

Ada hal menarik dalam pelaksanaan PPM ini, yakni hadirnya tim SKK Migas Perwakilan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa) untuk melakukan Monitoring dan Evaluasi (Monev) di lapangan, menyentuh langsung penerima manfaat.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved