Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kritik DPRD Jombang, Mahasiswa Tuntut Transparansi Pajak hingga Kinerja Dewan

Isu kenaikan PBB P-2 serta tunjangan perumahan anggota DPRD Jombang jadi pokok pembahasan dalam audiensi antara DPRD Jombang dan Cipayung Plus. 

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Dwi Prastika
Tribun Jatim Network/Anggit Puji Widodo
AUDIENSI - Audiensi aliansi mahasiswa Cipayung Plus Jombang dengan Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, beserta jajaran yang digelar di Ruang Rapat Paripurna DPRD Jombang, Jawa Timur, Kamis (11/9/2025). Mahasiswa minta evaluasi kenaikan tunjangan DPRD serta desakan agar dewan bekerja lebih maksimal dan peninjauan ulang kenaikan PBB P-2. 

Poin Penting:

  • DPRD Jombang melakukan audiensi dengan kelompok Cipayung Plus
  • Satu di antara yang dibahas adalah kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P-2) serta tunjangan perumahan anggota DPRD Jombang.
  • Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, menegaskan, pihaknya sudah mengambil langkah preventif sebelum isu pajak merebak secara nasional.

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P-2) serta tunjangan perumahan anggota DPRD Kabupaten Jombang menjadi pokok pembahasan dalam audiensi antara DPRD Jombang dan kelompok Cipayung Plus

Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Jombang pada Kamis (11/9/2025) siang hingga sore hari, dengan dihadiri sekitar 50 peserta.

Audiensi ini dipimpin langsung Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, bersama jajaran pimpinan dewan.

Hadir pula perwakilan eksekutif, aparat keamanan dari Polres, Kodim 0814 Jombang, hingga unsur mahasiswa dari organisasi Cipayung Plus seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Dalam pertemuan tersebut, Cipayung Plus menyampaikan dua kelompok tuntutan.

Pertama, tuntutan umum yang menyinggung isu nasional, seperti reformasi partai politik, pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi Polri, serta penegasan fungsi TNI agar kembali ke barak. 

Kedua, tuntutan regional yang lebih menyoroti persoalan lokal, yakni evaluasi kenaikan tunjangan DPRD, desakan agar dewan bekerja lebih maksimal, serta peninjauan ulang kenaikan PBB P-2.

Ketua GMNI Jombang, Daffa Raihananta, menekankan, kenaikan PBB P-2 dinilai terburu-buru dan minim sosialisasi.

Meski begitu, ia mengapresiasi langkah Bupati Jombang yang berencana menurunkan besaran pajak pada 2026.

Baca juga: Pemprov Jatim Harap Mobil Listrik Kena Pajak Proporsional karena Penggunanya makin Banyak

“Kami ingin transparansi soal dasar hukum pemberian keringanan itu, sekaligus memastikan regulasi terkait kenaikan pajak benar-benar berpihak pada rakyat,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua PMII Jombang, Asrorudin, menilai penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) semestinya melibatkan perangkat desa dan masyarakat, bukan hanya pihak ketiga. 

Ia juga menyoroti kenaikan tunjangan perumahan DPRD yang dianggap tidak sensitif dengan kondisi ekonomi masyarakat.

“Kami tidak menolak, tapi menuntut adanya evaluasi dan empati dari dewan,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kabid Penetapan dan Pendataan Bapenda Jombang, Satria, menjelaskan bahwa NJOP adalah harga rata-rata transaksi jual yang diakui secara umum. 

Menurutnya, penetapan NJOP melalui appraisal atau pihak ketiga sudah dilakukan sebaik mungkin.

Ia menambahkan, SPPT PBB P-2 yang diatur dalam Perda No 13 Tahun 2023 ditetapkan oleh Pj Bupati saat itu, dengan tujuan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Namun, Bapenda sejak awal sudah mengingatkan akan ada dampak lanjutan dari kebijakan tersebut.

“Sejak 2024 kami membuka layanan pengaduan terkait keberatan NJOP. Sepanjang 2024, ada sekitar 12 ribu aduan baik kolektif melalui desa maupun individu, dan hingga pertengahan 2025 tercatat 4 ribu aduan,” ungkapnya.

Satria juga menyampaikan apresiasi kepada DPRD yang telah merevisi Perda No 13 Tahun 2023, sekaligus menegaskan komitmen bupati yang tidak keberatan apabila potensi pendapatan daerah berkurang hingga Rp 15 miliar demi meringankan beban masyarakat. 

Ia menambahkan, Bapenda kini menjalankan program Jempol atau Jemput Bola untuk menerima langsung aduan warga dan melakukan pendataan massal di desa-desa.

Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, menegaskan, pihaknya sudah mengambil langkah preventif sebelum isu pajak merebak secara nasional.

"Revisi Perda terkait pajak daerah menjadi bukti komitmen DPRD untuk mendengarkan keluhan masyarakat," bebernya.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jombang, Kartiyono, juga pernah angkat bicara terkait keresahan masyarakat soal naiknya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Menurutnya, isu bahwa lonjakan pajak di Jombang dipicu kebijakan dari daerah lain, seperti Pati, tidak benar.

“Kalau ada yang menyebut kenaikan pajak ini akibat pengaruh luar, itu keliru besar,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Senin (25/8/2025). 

Kartiyono mengungkapkan, keluhan warga sebenarnya sudah banyak diterima DPRD sejak 2024 lalu.

Menyikapi hal itu, pihak legislatif memanggil Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) serta sejumlah pihak terkait untuk membahas solusi. 

Salah satu rekomendasinya adalah melakukan pendataan ulang dengan melibatkan perangkat desa.

Selain itu, DPRD juga mendorong perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2023 agar lebih sesuai dengan kondisi riil di lapangan.

Proses revisi perda tersebut dimulai pada Oktober 2024 dan resmi disahkan pada 13 Agustus 2025.

Kartiyono menambahkan, DPRD sebenarnya telah meminta Pj Bupati Sugiat agar mempercepat pembahasan revisi, namun langkah itu masih menunggu evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri.

Situasi semakin kompleks setelah Maret 2025, saat Bupati Jombang definitif Warsubi dilantik.

“Pada masa itu, ada banyak agenda transisi pemerintahan, termasuk program retret kepala daerah. Karena itu, DPRD memilih menunggu hasil evaluasi Kemendagri sambil pendataan ulang berjalan,” ungkapnya.

Dengan demikian, ia menegaskan bahwa proses kenaikan maupun penyesuaian pajak di Jombang murni bersumber dari dinamika regulasi di daerah sendiri, bukan karena intervensi atau pengaruh kabupaten lain.

Pemkab Jombang yang dipimpin Bupati Warsubi telah menetapkan empat tarif baru PBB P2, mulai 0,1 persen hingga 0,2 persen, yang mengacu pada NJOP sesuai harga pasar. Aturan baru ini akan berlaku mulai 2026. 

“Warga yang merasa keberatan silakan berkoordinasi dengan Bapenda agar penyesuaian bisa dilakukan,” ungkap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. 

Hadi mengakui, penurunan tarif PBB P2 tahun depan akan berdampak pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak. Namun, ia menegaskan, DPRD dan pemerintah daerah mengutamakan keadilan bagi warga.

“itu pasti. Kami di pemerintahan sudah berupaya sedemikian rupa untuk menjawab keresahan masyarakat," pungkasnya.

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) resmi disetujui dalam rapat paripurna DPRD Jombang pada Rabu (13/8/2025).

Perubahan regulasi ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Kementerian Keuangan, khususnya terkait penyusunan ulang struktur tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Sektor pertanian dan peternakan menjadi fokus utama dalam revisi tersebut.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang, Hartono, mengungkapkan bahwa penyederhanaan tarif menjadi langkah penting untuk memberi kemudahan bagi wajib pajak. 

Bila sebelumnya terdapat 10 kelompok tarif untuk lahan pertanian maupun objek lainnya, kini hanya diberlakukan empat kelompok tarif.

“Mulai 2026, tanah pertanian dan peternakan cukup dikenai tarif tunggal 0,1 persen, berapapun nilai NJOP-nya. Angka ini lebih rendah dari aturan lama yang bisa mencapai 0,175 persen,” ucap Hartono, Sabtu (16/8/2025).

Menurutnya, penyesuaian ini diambil untuk meringankan beban petani sekaligus menjaga stabilitas ekonomi daerah, mengingat sektor pertanian masih menjadi penopang utama kehidupan masyarakat Jombang.

Selain itu, Hartono menambahkan, dasar penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) yang baru menggunakan hasil pendataan sepanjang 2024 dengan melibatkan perangkat desa. Data ini menggantikan hasil appraisal tahun 2022 yang dinilai terlalu tinggi.

Bupati Jombang, Warsubi, menemui masyarakat yang berkumpul di kawasan Kebonrojo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang pada Selasa (2/9/2025) sore. 

Dalam kesempatan tersebut, ia didampingi Wakil Bupati Salmanuddin, Sekretaris Daerah Agus Purnomo, serta unsur pimpinan DPRD Jombang.

Menurut Warsubi, keputusan menurunkan PBB-P2 merupakan hasil pembahasan panjang dengan DPRD Jombang yang telah dilakukan sejak dua bulan lalu.

Kesepakatan bersama bahkan telah ditandatangani pada 13 Agustus 2025.

“Saya tegaskan, PBB-P2 tahun 2026 pasti akan turun. Kesepakatan itu sudah resmi kita tuangkan dalam dokumen bersama DPRD,” ujar Bupati Warsubi di hadapan warga.

Dari data pemerintah daerah, target pendapatan PBB-P2 tahun 2025 yang semula mencapai Rp 43,15 miliar akan disesuaikan menjadi sekitar Rp 28,34 miliar pada tahun 2026.

Selain menyiapkan skema penurunan pajak tahun depan, Warsubi juga memberikan solusi bagi warga yang merasa keberatan dengan besaran PBB-P2 tahun ini.

Ia meminta kepala desa mendata masyarakat yang mengajukan keberatan untuk kemudian diteruskan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved