Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Petani Tomat di Jombang Nelangsa Harga Jual Anjlok, Usul Hasil Panen Diintegrasikan ke MBG

Petani tomat di Jombang nelangsa harga jual tomat anjlok hingga di bawah Rp 1.000 per kilogram, usulkan hasil panen diintegrasikan ke MBG.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Dwi Prastika
Tribun Jatim Network/Anggit Puji Widodo
TOMAT - Khusnul Yakin (44) petani tomat asal Dusun Santren, Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, saat ditemui di kebunnya pada Sabtu (11/10/2025). Ia memilih membiarkan sebagian besar tanamannya karena ongkos perawatan dan pemetikan tidak tertutup dari hasil penjualan. 
Ringkasan Berita:
  • Petani tomat di Jombang nelangsa, harga jual tomat anjlok tajam hingga di bawah Rp 1.000 per kilogram.
  • Padahal seharusnya, harga normal berada di kisaran Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per kilogram.
  • Petani usulkan tomat hasil panen bisa dijadikan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Harga jual tomat di Jombang, Jawa Timur, anjlok tajam hingga di bawah Rp 1.000 per kilogram.

Petani tomat di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, nelangsa.

Situasi ini membuat banyak petani memilih tidak memanen seluruh tanamannya, karena dianggap tidak sebanding dengan biaya produksi.

Khusnul Yakin (44), petani asal Dusun Santren, Desa Pulorejo, Jombang, mengaku hanya memetik sebagian kecil dari hasil tanamnya. 

“Harga jualnya terlalu rendah. Kalau saya panen semua malah rugi besar. Jadi yang dipanen cuma separuh, sekitar enam peti saja, tiap peti isinya 60 kilo,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Senin (13/10/2025).

Menurutnya, harga normal tomat di tingkat petani seharusnya berada di kisaran Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per kilogram.

Namun, saat panen raya seperti sekarang, harga anjlok drastis karena stok melimpah di pasar.

Kondisi tersebut sudah menjadi pola tahunan, terutama pada periode September hingga November.

“Kalau panen bersamaan di banyak daerah, apalagi bareng musim mangga, harga pasti turun. Kami sudah hafal ritmenya,” tutur Khusnul.

Dengan modal sekitar Rp 12 juta untuk 3.000 batang tomat, petani seperti Yakin berharap bisa menghasilkan lebih dari enam ton dalam sekali masa panen.

Baca juga: Kecewa Harga Jual Cuma Rp 2000 per Kg, Petani Tomat di Madiun Tumpahkan Hasil Panen di Depan Pendopo

Namun, kenyataannya, sebagian besar tanaman dibiarkan begitu saja karena ongkos perawatan dan pemetikan tidak tertutup dari hasil penjualan.

“Kalau dilanjutkan perawatan dengan pupuk lengkap, malah tambah rugi. Jadi ya panen sekadarnya saja. Kerugian bisa sampai setengah modal,” keluhnya.

Meski sudah mencoba menyesuaikan pola tanam dan perawatan misalnya dengan mengurangi pupuk nitrogen dan menambah nutrisi tanaman seperti asam amino serta MKP hasilnya tetap belum signifikan.

Cuaca ekstrem dan biaya produksi tinggi masih menjadi tantangan utama.

Untuk mengatasi persoalan berulang ini, Yakin berharap pemerintah turun tangan menata rantai pasok sekaligus membuka ruang bagi petani agar hasil panen mereka bisa terserap lebih luas. 

Salah satu usulan yang ia lontarkan adalah mengintegrasikan tomat hasil panen petani ke dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini dijalankan pemerintah pusat.

“Kalau bisa, tomat dari petani diserap untuk kebutuhan MBG. Itu bisa bantu menstabilkan harga. Atau disiapkan fasilitas penyimpanan seperti freezer supaya tomat tidak cepat busuk,” ungkapnya.

Yakin menambahkan, harga tomat biasanya kembali naik pada awal tahun saat pasokan mulai berkurang.

Namun tanpa kebijakan yang berpihak pada petani, fluktuasi harga yang ekstrem setiap panen raya akan terus menjadi momok.

“Setiap tahun selalu sama. Panen banyak, harga jatuh. Pasokan sedikit, harga naik. Petani selalu di posisi yang paling dirugikan,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved