Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Viral Internasional

Kisah Pria Bergelar 3 Magister dan 2 Sarjana Jadi Tunawisma, Andalkan Uang Rp234 Ribu Sebulan

Seorang pria asal China bergelar tiga magister dan dua sarjana memutuskan menjadi tunawisma.

Thinkstock
TUNAWISMA - Ilustrasi wisudawan. Seorang pria asal China bergelar tiga magister dan dua sarjana memutuskan menjadi tunawisma. Ia mengandalkan uang 100 yuan atau Rp234 ribu per bulan. Pria bernama Zhao Dian (32) itu meninggalkan kehidupan mewahnya dan memutuskan hidup di jalanan, Kamis (2/10/2025). 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang pria asal China bergelar tiga magister dan dua sarjana memutuskan menjadi tunawisma.

Ia mengandalkan uang 100 yuan atau Rp234 ribu per bulan.

Pria bernama Zhao Dian (32) itu meninggalkan kehidupan mewahnya dan memutuskan hidup di jalanan.

Latar belakang keluarga, pola asuh keras

Sebagaimana dilansir South China Morning Post, Senin (29/9/2025), Zhao menghabiskan masa kecil di Shanghai sebelum pindah ke Selandia Baru pada usia 10 tahun.

Karier akademiknya cemerlang.

Ia berhasil meraih dua gelar sarjana dan tiga gelar magister di bidang keuangan melalui studi di Sydney, New York, Beijing, hingga Paris.

Namun, prestasi tersebut justru dirasanya sebagai “belenggu”.

Zhao tumbuh dalam keluarga dengan pola asuh keras.

Ayahnya kerap menghukumnya hanya karena ia kidal, sementara ibunya dianggap tidak memahami perasaannya.

Tekanan itu membuat Zhao merasa kesepian meski hidup penuh pencapaian.

Baca juga: Kisah Eks Kadis Kini Pengusaha Katering MBG Modal Rp1 M, Sulap Lapangan Futsal Jadi Dapur

Bahagia dari hal sederhana

Kesepian panjang itu perlahan membawa Zhao pada sebuah kesadaran, yakni kebahagiaan bisa muncul dari hal paling sederhana.

Saat bekerja di sebuah restoran China di Paris, ia mendapati mencuci piring membuatnya bahagia.

“Kalau mencuci piring saja bisa membawa kebahagiaan, mengapa harus menunggu pekerjaan ideal?” kata Zhao, dikutip The Economic Times, Senin (29/9/2025).

Pada 2023, Zhao kembali ke China.

Ia sempat bekerja sebagai pelayan festival bir dan staf hotel, lalu pindah ke Dali, Yunnan.

Di kota itu ia memilih hidup bebas di jalanan.

Ia di antaranya makan dari dapur vegetarian gratis, mandi di hostel, mengenakan pakaian bekas, sambil mengisi waktu dengan membaca, berkeliling, hingga mengadakan klub buku.

Baca juga: Kisah Reno Murid SD Bawa Pulang MBG untuk Nenek, Ditinggal Ayah Sejak Kecil, Ibu Penjaga Toko

Ilustrasi sepeda untuk tur Trails Of Tan Ah Huat: Singapore 1920s dari Let's Go Tour di Chinatown, Singapura.
Ilustrasi sepeda untuk tur Trails Of Tan Ah Huat: Singapore 1920s dari Let's Go Tour di Chinatown, Singapura. (Dok. Chinatown Business Association)

Baca juga: Kisah Kakek Niko Lunasi Utang Rp720 Ribu Setelah 20 Tahun, Keluarga Tolak Uang: Ikhlas

Tetap jadi pembelajar

Meski hidup sederhana, Zhao tidak meninggalkan dunia intelektual.

Ia selalu membawa e-reader, terus belajar, dan menggarap proyek sosial, termasuk memperkenalkan berbagai jenis karier kepada anak-anak agar mereka bisa menemukan minat sejati.

Hubungan Zhao dengan orang tuanya di Selandia Baru memang terputus, namun ia masih menjaga komunikasi dengan putrinya yang berusia 10 tahun di New York.

Kisah Zhao sendiri dilaporkan memicu pro dan kontra di dunia maya, khususnya bagi publik China.

Ada yang menilai pilihannya sebagai cara menyembuhkan luka masa lalu akibat didikan keras dan kesepian.

“Saya mengerti mengapa dia memilih untuk berkelana. Orang tua yang dominan, lingkungan asing yang membingungkan, dan masa kecil yang sepi. Zhao menyembuhkan luka emosionalnya dengan cara yang masuk akal baginya,” tulis seorang warganet.

Namun, ada pula yang mengkritiknya.

“Zhao terlalu idealis. Orang tuanya sudah banyak berinvestasi untuknya, tetapi dia justru menjauhi mereka,” komentar warganet lain.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved