Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk

Satu Permintaan Alfatih usai Diselamatkan dari Reruntuhan Musala Ponpes Al Khoziny, Bak Mimpi

Tangis haru pecah di RSUD Notopuro, Kabupaten Sidoarjo, saat keluarga mendapati Alfatih Cakrabuana, santri asal Bangkalan, berhasil diselamatkan.

|
Editor: Torik Aqua
Kolase TribunJatim.com/Yusron Naufal Putra dan Istimewa
PERMINTAAN - Tim penyelamat yang ikut membantu pencarian korban dan Alfatih Cakra Buana, santri Pondok Pesantren Al-Khoziny di RSUD Notopuro Sidoarjo, Kamis (2/10/2025). Kisah Alfatih yang selamat dari tragedi ambruknya musala di Ponpes tersebut. 

TRIBUNJATIM.COM - Satu permintaan santri yang baru saja diselamatkan dari tragedi ambruknya musala Pondok Pesantren.

Tangis haru pecah di RSUD Notopuro, Kabupaten Sidoarjo, saat keluarga mendapati Alfatih Cakrabuana, santri asal Bangkalan, berhasil diselamatkan dari reruntuhan musala Pondok Pesantren Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.

Tiga hari lamanya ia tertimbun, namun sebuah mukjizat hadir, Alfatih ditemukan hidup.

Ayahnya, Abdul Hanan, masih mengingat jelas saat kabar itu disampaikan.

“Saya yang nyelamatkan barusan Kiai Alfatih Cakrabuana. Benar ada sekarang rumah sakit. Wis, saya sujud syukur, ya Allah,” ucapnya menirukan relawan yang membawakan kabar gembira, Jumat (3/10/2025).

Perasaan Abdul Hanan bercampur aduk sejak pertama kali mendengar musala roboh.

Ia mengaku sempat panik dan terburu-buru berangkat dari Bangkalan.

Baca juga: Kisah Santri Asal Malang Selamat dari Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Menolong Teman Sambil Merangkak

“Saya dapat kabar dari WA (WhatsApp). Romo yai bilang, musala roboh. Saya langsung ambil motor, sampai lupa helm. Pikiran saya cuma satu: anak saya bagaimana,” tuturnya.

Selama tiga hari proses pencarian, ia tak berhenti berdoa.

“Saya baca surah Al-Kahfi, saya baca selawat Fatih. Saya yakin anak saya masih hidup, tapi saya takut dia stres di bawah reruntuhan. Doa saya cuma satu, semoga dia selamat,” kenangnya.

Harapan itu berbuah nyata.

Alfatih dievakuasi dalam kondisi lemah tapi masih sadar. 

Sesampainya di rumah sakit, permintaan pertama yang ia lontarkan membuat semua orang terenyuh.

“Dia minta es. Katanya haus. Orang lain sedih, dia malah tertawa,” kata sang ayah.

Kepada keluarga, Alfatih menceritakan pengalaman tiga hari yang baginya terasa seperti mimpi.

“Bangun tidur kayak ada gempa, terus lari, terus pingsan. Pas sadar sudah gelap, saya tidur lagi. Di mimpi rasanya kayak jalan-jalan naik pick-up, minum lewat selang. Rasanya nyata,” ujarnya polos.

Posisinya yang terlindungi oleh puing justru membuatnya selamat.

“Sekitar 30 sentimeter di atas kepalanya ada beton, tapi tertahan besi. Tubuhnya terpendam debu, justru itu yang melindungi. Tidak ada luka parah, hanya lecet-lecet,” jelas Abdul Hanan.

Dokter RSUD Notopuro membenarkan kondisi Alfatih relatif stabil.

“Dari pemeriksaan ortopedi tidak ditemukan masalah tulang. Hari ini sebetulnya sudah bisa pulang, hanya menunggu observasi dari dokter anak karena tiga hari tanpa asupan makanan,” ujar tim medis.

Bagi Abdul Hanan, keselamatan anaknya adalah jawaban doa.

“Saya minta bayaran kepada Allah, bayaran saya adalah keselamatan anak saya. Kalau harus miskin, tak apa. Yang penting anak saya selamat,” katanya lirih.

Ia pun berharap tragedi ini menjadi pelajaran berharga.

“Jangan saling menyalahkan. Kiai pondok sudah berusaha keras membangun fasilitas untuk santri. Ke depan, semoga ada dukungan pemerintah agar bangunan pesantren lebih aman. Jangan biarkan para kiai menanggung semua beban sendiri,” pesannya.

Alfatih sendiri masih harus menjalani pemulihan, namun kondisinya terus membaik. Saat ditanya bagaimana perasaannya, ia hanya menjawab singkat.

“Enggak sakit. Bangun-bangun sudah ada tukang, saya kira banyak tukang. Ternyata tim SAR,” katanya sambil tersenyum.

Hingga Jumat (3/10), masih ada tujuh santri korban selamat lain yang dirawat di RSUD Notopuro, Sidoarjo.

Sementara bagi keluarga Alfatih, hari-hari ini adalah waktu penuh syukur.

Sebuah keajaiban dari reruntuhan musala yang hampir merenggut nyawa putra mereka.

Cara Tim SAR

Proses pencarian para korban di bawah reruntuhan bangunan roboh di kompleks Pondok Pesantren Al Khoziny dilakukan dengan dua cara.

Manual dan upaya menggunakan alat berat.

Alat berat difungsikan untuk mengangkat balok beton, plat, dan berbagai puting reruntuhan gedung.

Sementara cara manual digunakan untuk menyisir korban di bawah reruntuhan itu.

“Kita masih terus berusaha. Alat berat terus bekerja menjangkau sisi depan, atas, dan bagian samping. Sudah sekira 50 persen yang terangkat,” kata Kepala Basarnas Surabaya Nanang Avianto, Jumat (3/10/2025) siang. 

Baca juga: Tragedi Runtuhnya Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, Freeport Indonesia Turunkan Tim Tanggap Darurat

Setelah sebagian titik itu diangkat, petugas mulai bisa menjangkau bagian bawah atau lantai dasar bangunan yang ambruk.

Pencarian terhadap korban kemudian dilakukan dengan cara manual. 

“Dua korban ditemukan di dekat area wudlu hampir bersamaan pagi tadi. Kemudian satu korban ditemukan berjarak beberapa meter, dan satu korban lagi di sebelah kirinya berjarak beberapa meter. Semua di lantai dasar,” ungkapnya. 

Pencarian secara manual terus dilakukan.

Rencananya sampai sore hari.

Sementara di sisi lain, yakni di bagian utara dan selatan, alat berat berusaha mengambil reruntuhan gedung di sana. Alat berat bakal bekerja 24 jam dalam upaya pencarian ini.

Baca juga: Risma Tenangkan Orang Tua Santri Ponpes Al Khoziny yang Ngotot Evakuasi dari Atas: Enggak Bisa Pak

Targetnya semua korban bisa ditemukan dalam waktu secepat-cepatnya.

Dugaan sementara, masih ada 50 orang lebih korban di bawah reruntuhan. 

Semua diduga sudah dalam kondisi meninggal dunia karena sudah masuk hari kelima setelah kejadian. 

Total sudah ada 112 korban ditemukan.

Sembilan orang korban meninggal dunia, sekira 23 luka berat, dan lainnya mengalami luka ringan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved