Berita Viral
Dulu Wanita Berhijab Kecele Beli, Kini sudah Tak Tampak Sejak Dipasangi Tulisan Bakso Babi
Para pelanggan di tempat usaha itu banyak yang berasal dari kalangan umat muslim. Bahkan, pelanggan atau konsumennya juga ada yang menggunakan hijab.
TRIBUNJATIM.COM - Spanduk bertuliskan BAKSO BABI kini dipasang di warung bakso Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pemasangan itu dilakukan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) setempat.
Ternyata, sebelum dipasangi spanduk tersebut, ada sejumlah wanita berjilbab yang kecele datang untuk membeli bakso tersebut.
Padahal bakso babi mengandung bahan yang tidak halal yakni daging babi.
Baca juga: Ramai Kasus Warung Bakso Babi Tak Pasang Label Non Halal, Kenali Beda Bakso Sapi, Babi dan Tikus
Pemasangan spanduk tersebut sempat membuat heboh warga.
Sekjen DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori mengatakan warung bakso itu sebenarnya sudah lama beredar di masyarakat.
Sebab, penjual bakso tersebut berawal dari jualan keliling kampung pada tahun 1990-an.
Kemudian, penjual bakso baru memiliki lapak di Ngestiharjo sekitar tahun 2016.
"Nah, kami baru masuk pembahasan kepengurusan dan diskusi di organisasi DMI sekitar Desember 2024 atau awal Januari 2025. Lalu muncul isu keresahan di wilayah Ngestiharjo ada penjual bakso nonhalal yang tidak mencantumkan informasi bahwa produk bakso itu nonhalal," kata dia saat dikonfirmasi Tribunjogja.com, Senin (27/10/2025).
Ditambahkan, para pelanggan di tempat usaha itu banyak yang berasal dari kalangan umat muslim.
Bahkan, pelanggan atau konsumennya juga ada yang menggunakan hijab.
Kebanyakan pengunjung tersebut tidak mengetahui bahwa bakso yang mereka beli adalah bakso nonhalal atau memiliki kandungan babi.
"Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan nonhalal. Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan," tuturnya.
Keresahan yang muncul itu membuat DMI Ngestiharjo langsung berupaya mengambil sikap melakukan pendekatan pada awal tahun 2025 melalui dukuh setempat, ke pihak RT setempat, hingga ke penjual bakso tersebut.
Dari perangkat pemangku wilayah sempat pun sudah menyarankan ke penjual agar memasang spanduk bahwa makanan itu mengandung bahan nonhalal.
"Cuma dari penjual merasa keberatan atau bagaimana gitu, karena kalau ditulis bakso babi kan pembelinya otomatis berkurang. Kan begitu. Jadi, penjual hanya bilang iya-iya gitu saja. Setelah beberapa kali teguran, penjual hanya memasang tulisan B2 di kertas HVS. Tulisan itu pun kadang dipasang, kadang enggak," ungkap dia.
Akhirnya, DMI Ngestiharjo mengambil sikap memasang spanduk bertuliskan 'BAKSO BABI' dan terdapat logo DMI Ngestiharjo.
Proses pemasangan dilakukan atas seizin pemilik usaha bakso babi.
Bahkan, pihak pemilik usaha koperatif agar dipasang spanduk tersebut.
"Begitu dipasang, akhir-akhir Oktober ini ada seorang yang membuat video dan viral karena ada logo DMI. (Ada yang berpendapat) itu bakso babi kok ada logo DMI, apakah DMI support atau malah jualan babi? Ternyata ada miss persepsi, jadi viral dan sebagainya," tutur Bukhori.
Pemasangan spanduk versi satu dipasang pada Februari 2025.
Namun, dikarenakan spanduk itu viral pada Oktober 2025, sehingga pemasangan spanduk diganti versi kedua dengan logo dari MUI dan DMI Ngestiharjo pada Jumat (24/10/2025).
Padahal, spanduk bakso bertuliskan non halal itu dipasang untuk memberitahu publik bahwa bakso itu memiliki bahan non halal.
"Dan mungkin, kalau satu kampung itu ngerti. Kalau beda padukuhan kan enggak tahu, apalagi masyarakat luas. Apalagi dalam Pasal 93 dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah mengatur tentang kewajiban bagi pelaku usaha untuk mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang berasal dari bahan yang diharamkan," tutup dia.
Penjelasan Ketua RT
Bambang Handoko, Ketua RT 4, Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Kalurahan Ngestiharjo buka suara terkait bakso babi tersebut.
Bambang mengaku sudah pernah menyampaikan kepada pemilik usaha bakso babi yakni S, agar memasang spanduk tulisan nonhalal agar tidak meresahkan masyarakat setempat.
Menurut Bambang, S pernah memasang tulisan nonhalal, namun dihilangkan lagi.
"Pernah tulisan nonhalal itu dipasang, tapi dengan tulisan kecil. Terus saya tegur, tulisannya dipasang agak besar. Tulisannya pakai karton gitu. Kemudian, yang terakhir ini pemasangan spanduk dari pemuda muslim setempat dan kemarin diganti dari MUI," ucapnya, saat dijumpai di rumah Handoko yang berjarak sekitar 50 meter dari usaha Bakso Babi, Senin (27/10/2025).
Dikatakannya, tempat usaha Bakso Babi itu bukan tempat pribadi S, melainkan sewa kepada seorang warga setempat.
S selama ini hanya tinggal di Cebongan, Kalurahan Ngestiharjo atau berjarak sekitar 300 meter dari lokasi usaha.
Yang bersangkutan juga disebut-sebut warga asli Ngestiharjo.
Ia pun mengungkapkan bahwa S telah berujalan bakso sejak tahun 1990-an.
Bahkan, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi usaha bakso babi itu sudah banyak tahu jika bakso buatan S mengandung bahan nonhalal.
Lain halnya dengan masyarakat luar kampung tersebut yang sampai saat ini banyak belum mengetahui bahwa bakso buatan S mengandung bahan nonhalal dikarenakan tidak diberi lebel nonhalal.
"Selama ini enggak ada (masyarakat setempat yang menegur pembeli bakso buatan S saat sebelum diberi lebel nonhalal). Apalagi, saya sendiri kan tidak pernah di rumah (jarang di rumah dikarenakan memiliki kesibukan lain). Saya sebagai RT di sini jarang di rumah. Kemudian, pantauan saya tidak begitu ketat," tuturnya.
Usaha bakso babi itu pun disebut-sebut buka setiap pukul 14.00 WIB sampai selepas magrib.
Pembelinya pun dinilai cukup ramai dan diduga ada pula konsumen yang berasal dari luar kota.
Namun, setelah spanduk tulisan bakso babi dipasang, ternyata konsumennya tidak berkurang.
"Setelah dipasang tulisan bakso babi, beberapa hari ini sudah tidak ada konsumen yang menggunakan jilbab beli di sana. Tapi, sebelum itu, ya kadang-kadang saya juga melihat dan mendakati pembeli jilbab itu untuk menjelaskan bahwa bakso itu ada kandungan babi atau non halal," ujar Handoko.
Usut punya usut, berdasarkan KTP, kata Handoko, penjual bakso babi itu memeluk agama Islam.
Kini, usaha itu dijalani oleh dua orang yakni S dan saudara ipar S. Sedangkan, istri S sudah meninggal dunia sejak beberapa waktu lalu.
"Kalau bersapa atau saat saya lewat gitu, ya sering sapa dengan mereka. Tapi, ya mereka enggak pernah ke sini. Komunikasi kami tetap baik. Tapi, kalau sama warga setempat malah acuh tak acuh, mbak," papar Handoko.
Lebih lanjut, penjual bakso babi itu selapas magrib kerap langsung pulang dan tidak mampir ke warga setempat.
Artinya, yang bersangkutan ke lokasi usaha hanya untuk mencari nafkah dan tidak melakukan komunikasi dengan warga setempat.
Sementara itu, S saat dijumpai memilih bungkam atau tidak memberikan komentar apapun kepada Tribunjogja.com.
Kala itu, ia terlihat ditemani oleh saudara iparnya untuk melayani beberapa konsumen.
"Enggak mau (beri tanggapan). Enggak. Takut salah," ucap saudara ipar S.
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com
| 15 Prompt Selamat Hari Sumpah Pemuda, Bisa Dipakai di Gemini atau ChatGPT |
|
|---|
| Tarif Token Listrik PLN Oktober 2025 Per kWh, Alasan Pemerintah Tidak Mengubah Tarif Listrik |
|
|---|
| Impian Lihat Anak Jadi Polisi Pupus, Padahal Wanita ini sudah Setor Rp 503 Juta, Tak Sadar Ditipu |
|
|---|
| Ramai Kasus Warung Bakso Babi Tak Pasang Label Non Halal, Kenali Beda Bakso Sapi, Babi dan Tikus |
|
|---|
| Sosok Kakek Turun dari Mobil Lalu Mengemis di Lampu Merah, Publik Merasa Tertipu |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.