Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Curhat Asroi Disabilitas yang Pasrah Cuti Kuliah Imbas Sulit Dapat Kerja, Fisiknya yang Disorot

Asroi merupakan penyandang disabilitas gangguan penglihatan yang menceritakan kesulitannya kuliah sambil kerja. Terpaksa cuti imbas sulit dapat kerja.

Editor: Torik Aqua
Hafizh Wahyu Darmawan
CUTI KULIAH - Asroi (22), pernah diperlakukan tak adil saat bekerja sebagai penyandang Disabilitas. Terpaksa cuti kuliah akibat sulit dapat kerja. 
Ringkasan Berita:
  1. Asroi (22), penyandang disabilitas dengan gangguan penglihatan, mahasiswa Administrasi Bisnis.
  2. Mengalami kesulitan ekonomi saat kuliah di sebuah perguruan tinggi.
  3. Terpaksa cuti kuliah karena kehilangan pekerjaan dan menghadapi diskriminasi dalam mencari kerja, serta menilai regulasi kuota pekerja disabilitas belum berjalan maksimal.

 

TRIBUNJATIM.COM - Nasib Asroi (22) penyandang disabilitas yang pasrah cuti kuliah akibat kesulitan dapat kerja.

Kini, Asroi merupakaan mahasiswa jurusan Administrasi Bisnis. 

Asroi merupakan penyandang disabilitas gangguan penglihatan yang menceritakan kesulitannya kuliah sambil kerja.

Kini terpaksa menghentikan kuliahnya sementara waktu karena kondisi ekonomi.

Baca juga: Banyuwangi Career Expo 2025 Tawarkan Lebih Dari 2.000 Lowongan Kerja, Termasuk untuk Disabilitas

“Saya kan kuliah sambil kerja ya. Jadi kalau enggak kerja ya cuti kuliah juga. Baru mau semester 5, cuma karena semester 5 ini saya nganggur. Enggak ada (uang) buat bayar. Udah lah, cuti dulu,” ujar Asroi kepada Kompas.com, Senin.

Asroi sudah pernah bekerja di sejumlah perusahaan ritel sebagai Sales Promotion Boy (SPB).

Namun, pengalaman tersebut menyisakan kesan pahit baginya.

“Kayak misalnya gajinya lebih kecil tapi targetnya sama. Itu kalau di sales ya. Yang pernah saya rasain aja sih,” ungkap dia.

"Karena mungkin ya menurutku tuh kayak yaudah lah lu difabel lu pasti butuh kerja. Lu kerja disini dengan gaji berapa aja lu mau pasti," lanjut dia.

Ia juga mengaku masih mengingat jelas pengalaman saat wawancara kerja di perusahaan umum.

Ia sering kali mendapat pertanyaan yang justru menyoroti kondisi fisiknya, bukan kemampuannya.

“Apalagi kan kayak loker difabel itu sedikit ya. Kayak terbatas. Jadi kita kadang melamarnya di yang loker umum. Dan itu penolakannya kenceng banget sih. Jadi HRD itu menanyakan, Jadi kayak sejak kapan begini, kenapa bisa begini. Terus kalau beraktifitas gimana, gitu-gitu sih,” kata dia.

Asroi menilai, regulasi yang mewajibkan perusahaan mempekerjakan penyandang disabilitas belum dijalankan secara maksimal karena tidak ada sanksi tegas bagi yang melanggar.

“Menurutku sistemnya tuh kurang maksimal karena nggak ada sistem denda gitu loh mas. Kayak misalnya perusahaan yang belum menerima disabilitas tuh walaupun diwajibkan 1 persen atau 2 persen dari seluruh karyawan, tapi kan masih ada perusahaan yang masih ngelanggar gitu loh,” ucap dia.

Senada, Dimas (30), warga Depok, juga merasakan sulitnya mendapatkan pekerjaan tetap meski sudah memiliki keterampilan di bidang desain grafis.

Ia menilai peluang kerja bagi penyandang disabilitas masih sangat terbatas.

Bahkan banyak perusahaan hanya memberikan kesempatan magang tanpa kejelasan jenjang karier.

"Kadang status 1 persen itu hanya untuk magang. Jadi untuk percobaan magang 3 bulan. Dan tidak ada perpanjangan lagi untuk ke depannya," kata Dimas.

Kondisi ini membuat banyak penyandang disabilitas sulit mandiri secara ekonomi karena tidak ada jaminan kelanjutan pekerjaan setelah masa magang berakhir.

"Itu yang saya temui dari teman saya disabilitas. Kadang ada dapat pekerjaan tapi statusnya magang. Dari statusnya itu dari setengah 3 bulan itu nggak ada perpanjangan lagi," ungkap dia.

Dimas kini mencoba memperluas peluangnya.

Ia berharap bisa mendapatkan pekerjaan tetap agar penghasilannya lebih stabil.

"Cari lowongan karena saya biasa di rumah kerjanya. Kerjanya kan freelance desain grafis. Saya basic dari desain grafis. Tapi karena freelance, nggak pasti dalam kerjanya. Jadi saya coba agak melangkah-langkah lagi mencari pekerjaan tetap," kata dia.

Ia mengaku penghasilan dari freelance yang ditekuni selama ini belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Kalau dari saya sih masih kurang ya, jadi masih berjuang juga buat penghasilan sehari-hari. Makanya itu saya mencoba untuk mencari pekerjaan lagi agar bisa kebutuhan sehariannya tercukupi," ujar dia.

Larangan diskriminasi

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja.

SE ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menegakkan prinsip non-diskriminasi dan memberikan panduan agar proses rekrutmen dilakukan secara objektif dan adil.

Salah satu poin utama dalam SE tersebut adalah larangan melakukan diskriminasi dalam bentuk apa pun selama proses rekrutmen.

Namun demikian, Menaker menegaskan bahwa pembatasan usia tidak secara otomatis dianggap sebagai diskriminasi.

“Pembatasan usia masih dimungkinkan selama memang diperlukan karena karakteristik atau sifat pekerjaan tertentu yang secara nyata berkaitan dengan usia, dan/atau tidak menyebabkan hilangnya atau berkurangnya kesempatan memperoleh pekerjaan bagi masyarakat secara umum,” ujar Menaker Prof Yassierli, dalam konferensi pers di Gedung Kemnaker, Jakarta, Rabu (28/5/2025). Ia didampingi oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer.

Menaker juga menekankan bahwa prinsip non-diskriminasi harus diterapkan secara inklusif, termasuk dalam proses rekrutmen tenaga kerja penyandang disabilitas, yang harus didasarkan pada kompetensi dan kesesuaian dengan pekerjaan.

Lebih lanjut, ia mengimbau agar para pemberi kerja menyampaikan informasi lowongan kerja secara jujur, akurat, dan transparan melalui kanal resmi, guna mencegah terjadinya penipuan, pemalsuan, dan praktik percaloan yang merugikan pencari kerja.

SE ini ditujukan kepada seluruh Gubernur di Indonesia untuk diteruskan kepada Bupati/Wali Kota serta para pemangku kepentingan terkait.

Dunia usaha dan industri juga diharapkan dapat menyusun kebijakan rekrutmen yang menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi.

“Melalui langkah ini, kita ingin memastikan bahwa dunia kerja di Indonesia menjadi tempat yang inklusif, kompetitif, dan menghargai martabat setiap individu,” tutup Menaker.
 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews dan Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved