Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Nestapa Nelayan di Madura Terpaksa Bayar Pungli Rp 5000, Demi Dapat Solar per jeriken untuk Kapalnya

Nelayan berinisial NR (52) menyebut untuk mendapatkan solar, ia dan nelayan lainnya harus membayar uang pelicin kepada oknum petugas SPBU.

|
Editor: Torik Aqua
TRIBUNJATIM.COM/Kuswanto Ferdian
PUNGLI SOLAR - Kapal nelayan di Pamekasan. Nelangsa nelayan terpaksa bayar pungli Rp 5000 demi dapat solar per jeriken. 
Ringkasan Berita:
  1. Nelayan Desa Branta Pesisir, Pamekasan, harus bayar pungli Rp5.000 per jeriken solar.
  2. SPBU Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.
  3. Solar untuk kapal nelayan langka, memicu pungutan liar dan antrean panjang.

 

TRIBUNJATIM.COM - Nelangsa nelayan di Pulau Madura yang terpaksa bayar pungutan liar (pungli) agar mendapatkan bahan bakar mesin (BBM) jenis solar untuk kapalnya.

Hal itu terjadi tepatnya di Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur.

Nelayan di Desa Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan terpaksa bayar pungutan liar (pungli) sebesar Rp 5.000 per jeriken.

Pungli itu diberikan demi mendapat Biosolar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Larangan Tokol.

Baca juga: Nelayan di Pacitan Ditemukan Meninggal Dunia usai Dilaporkan Hilang, Perahu Dihantam Ombak

Larangan Tokol adalah desa di Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur. 

Praktik ini terungkap pada Rabu (5/11/2025) dan dikeluhkan oleh para nelayan setempat.

Salah satu nelayan berinisial NR (52) mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan solar, ia dan nelayan lainnya harus membayar uang pelicin kepada oknum petugas SPBU.

Solar adalah bahan bakar minyak jenis diesel yang digunakan untuk mesin diesel pada kendaraan atau generator listrik.

Solar memiliki titik nyala lebih tinggi dan efisiensi energi lebih besar dibanding bensin.

"Kami harus membayar Rp 5.000 per jeriken untuk bisa membeli solar," ungkapnya.

NR menambahkan bahwa uang sogokan tersebut diduga harus dibayar oleh seluruh nelayan, baik yang memiliki rekomendasi maupun yang tidak.

BERSANDAR - Para nelayan di Pantura Lamongan yang tidak mendapatkan BBM jenis solar terpaksan harus berhenti melaut. Dan pilih sandarkan perahunya, Selasa (28/10/2025).
BERSANDAR - Para nelayan di Pantura Lamongan yang tidak mendapatkan BBM jenis solar terpaksan harus berhenti melaut. Dan pilih sandarkan perahunya, Selasa (28/10/2025). (TribunJatim.com/Hanif Manshuri)

"Kalau tidak membayar, kami harus mengantre seharian. Itupun kalau solar ada," ucapnya, menyoroti kesulitan yang dihadapi nelayan dalam memperoleh bahan bakar.

Uang pungutan itu dibayarkan saat pengisian solar dan diterima oleh oknum petugas SPBU di lokasi tertutup.

"Terpaksa kami bayar uang itu, daripada tidak bisa bekerja," keluh NR.

Nelayan lain, berinisial IS (40), juga menyampaikan pengalaman serupa.

Ia menyebutkan bahwa oknum SPBU yang meminta pungutan tidak hanya satu orang.

"Mereka lebih dari satu orang yang meminta uang pemulus untuk membeli solar," ucapnya.

IS mencurigai adanya kerja sama antarpetugas SPBU dalam menarik pungutan per jeriken sebagai pendapatan tambahan di luar gaji.

"Saat pengisian solar, yang melayani di dispenser dan yang menerima uang pungutan sering beda orang," tuturnya.

Ia berharap ada tindakan tegas dari pihak berwajib terkait kasus ini, yang dinilai merugikan nelayan.

Tanggapan

Menanggapi keluhan tersebut, Pengawas SPBU Desa Larangan Tokol, Sutrisno, membantah adanya pungutan.

"Informasi dari nelayan tidak benar. Di sini tidak ada pungutan apapun. Selama masih ada saya, pasti saya larang," tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa jika ada petugas yang terbukti melakukan pungutan, akan diberikan sanksi, termasuk pemecatan.

"Kami akan berhentikan jika ada yang terbukti," ujarnya.

Sementara itu, nasib nelayan terhadap solar juga dialami oleh nelayan di Lamongan, Jawa Timur.

Nelayan di pesisir pantura Lamongan, Jawa Timur keluhkan kelangkaan solar. 

Kelangkaan solar  untuk nelayan sudah mereka rasakan lebih kurang 3 bulan, situasi seperti ini berdampak langsung terhadap perekonomian nelayan, utamanya nelayan harian dibawah 5 groston( GT).

Sehari melaut dua hari libur, kalaupun dapat solar harganya bukan harga subsidi tapi lebih mahal dan untuk mendapatkan solar buat melaut bisa didapat harus menempuh 20 sampai 30 Kilometer ke Ujungpangkah, Gresik.

"Kalau ada solar baru melaut, kalau tidak ada terpaksa nganggur aja. Sehari melaut dua hari libur, " kata Akiyat nelayan Paciran, Selasa (28/10/2025).

Menurutnya, kondisi itu sudah berlangsung hampir dua sampai tiga bulan. 

Baca juga: Nelayan di Pacitan Ditemukan Meninggal Dunia usai Dilaporkan Hilang, Perahu Dihantam Ombak

Nelayan kecil di pantura Lamongan tidak bisa berbuat banyak dengan keadaan tersebut. 

Dan ini pastinya yang akan menyebabkan penurunan drajat kesejahteraan masyarakat nelayan pesisir pantura Lamongan.

Para nelayan kini hanya pasrah dengan keadaan.

Dan tetap berharap pemerintah memahami sekaligus mencari solusi untuk keberlangsungan kehidupan nelayan.

Yang tidak melaut, mereka isi dengan kegiatan memperbaiki jaring dan perahu sembari menyandarkan perahunya di bibir laut. 

Kondisi yang menghimpit nelayan tersebut disikapi oleh korp alumni himpunan mahasiswa islam ( KAHMI) Lamongan dan ikatan keluarga alumni tarbiyatut tholabah (Ika Tabah ) Kranji Lamongan yang terungkap dalam obrolan santai di salah satu warung kopi Desa Kranji Lamongan, Senin (27/10/2025) sore. 

Baca juga: Kebakaran Hebat Gudang Solar Mentah di Tuban, Dipicu Truk Aspal Panas, 3 Mobil Damkar Dikerahkan

Wakil Penasehat KAHMI Lamongan, Muchlisin Amar berharap dan memohon agar DPRD, DPR provinsi, DPR RI tanggap dengan kondisi masyarakatnya, termasuk nelayan di Lamongan. 

"Ini bisa jadi barometer bagaiamana para wakil rakyat. Empatinya, keperduliannya seperti sedang tenggelam saat sedang menikmati hasil kursi hasil pileg setahun lalu," ujar Muchlisin.

Seharusnya para wakil rakyat mengedepankan kepekaan, empati  dan hadir di setiap problem masyarakat yang di wakilinya.

Lebih lanjut,  Muchlisin  mengatakan agar DPRD mengundang pihak terkait, dinas perikanan, pertamina SKK migas, agar problem kelangkaan solar untuk nelayan bisa diurai dan bisa dicarikan jalan keluarnya.

"Intinya DPR harus lebih perduli, berpihak kepada konstituennya,  jangan diam seolah tidak mendengar," gerutu Muchlisin.

Dalam kesempatan yang sama,  Ketua Umum Tarbiyatut Tholabah, Anas Thoha berjanji hendak menyampaikan dan berkonsultasi ke Kementerian ESDM dan komisi Xll DPR RI.

Persoalan solar, pertalite, dan gas ini merupakan jantung penggerak ekonomi masyarakat yang harus segera di tangani, agar perekonomian masyarakat tidak mengalami penurunan yang berakibat menurunnya drajat kesejahteraan nelayan.

Apa yang disampaikan KAHMI, Ika Tabah,  pelaku bisnis perikanan, dan perwakilan nelayan itu di kemas dalam obrolan ngopi cari solusi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved