Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

20 Tahun Warga Temanggung Kerja di Malaysia Tanpa Gaji hingga Disiksa, Majikan Terancam Hukum Cambuk

Kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tak digaji selama puluhan tahun terungkap.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Ani Susanti
KOMPAS.COM/HADI MAULANA
NASIB PILU TKI - Foto ilustrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) menyebut ada TKI asal Temanggung yang bekerja 20 tahun di Malaysia tanpa gaji. Ia juga mengalami penganiayaan berat oleh majikannya. 
Ringkasan Berita:
  • Kasus TKI asal Temanggung, Jawa Tengah yang 20 tahun kerja di Malaysia tanpa gaji
  • Sosok majikan yang sering menganiaya korban dan ancaman hukuman
  • Tindakan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI)

TRIBUNJATIM.COM - Kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tak digaji selama puluhan tahun terungkap.

Fakta ini diungkap Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI).

Ia memaparkan, ada warga Temanggung yang bekerja 20 tahun di Malaysia tanpa digaji.

"Kasus ini menjadi perhatian serius kami. Negara tidak akan tinggal diam ketika ada pekerja migran Indonesia yang dieksploitasi atau diperlakukan tidak manusiawi di luar negeri. Kami memastikan negara hadir," kata Menteri P2MI, Mukhtarudin, dalam siaran pers, Senin (24/11/2025).

Baca juga: Sudah Jual Rumah dan Harta, TKI Gagal Kerja di Jepang karena Tertipu LPK, Ada yang Bayar Rp 150 Juta

Otoritas Malaysia telah menangkap dua pelaku dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap buruh migran asal Temanggung, Jawa Tengah, itu.

Korban disebut bekerja lebih dari 20 tahun tanpa digaji dan mengalami penganiayaan berat.

Penangkapan dilakukan Kepolisian Malaysia terhadap pasangan suami istri bernama Azhar Mat Taib dan Zuzian Mahmud.

Ancaman Hukuman untuk Majikan

Keduanya telah dijerat Undang-Undang Anti Perdagangan Orang dan Anti Penyelundupan Migran 2007, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau minimal lima tahun, termasuk hukuman cambuk.

Diketahui, korban tidak terdaftar dalam Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SiskoP2MI) karena berangkat secara nonprosedural.

Kondisi ini membuat negara kesulitan melakukan pemantauan, termasuk memastikan kondisi, lokasi, dan pelindungan yang semestinya.

Warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban eksploitasi di Malaysia akan mendapat pendampingan hukum dari pengacara yang ditunjuk Bar Council Malaysia.

Menteri P2MI, Mukhtarudin, mengatakan, Bar Council Malaysia akan memfasilitasi komunikasi dengan keluarga, penerbitan Surat Perjalanan Laksana paspor atau SPLP sebagai pengganti paspor, serta dukungan pemulihan kesehatan dan psikologis.

"Kami memastikan proses hukum berjalan transparan dan berpihak pada pemulihan serta keadilan bagi korban," ujar Mukhtarudin, melansir dari Kompas.com.

Mukhtarudin menegaskan bahwa kasus eksploitasi PMI asal Temanggung, Jawa Tengah, ketika bekerja di Malaysia ini menjadi perhatian serius pemerintah.

Kementerian P2MI memastikan pemerintah tidak akan tinggal diam ketika ada PMI yang diperlakukan tidak manusiawi.

Mukhtarudin mengimbau masyarakat agar menggunakan jalur penempatan resmi jika memang berniat ingin bekerja ke luar negeri.

"Segera melapor jika menemukan indikasi kekerasan, eksploitasi, atau penipuan terhadap pekerja migran Indonesia," ucapnya.

Baca juga: Ayu TKI Blitar Didatangi Uya Kuya saat Sekarat, Curhat Disiksa Majikan dan Berupaya Pulang

Sementara itu, belasan PMI asal Bengkulu gagal kerja di Jepang karena tertipu Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).

Kasus tersebut kini tengah diselidiki Polda Bengkulu.

Sebelumnya, Adelia Meysa (23), PMI asal Kabupaten Seluma, Bengkulu menjadi korban penipuan LPK di Garut, Jawa Barat.

Adelia diberangkatkan menggunakan visa wisata, terlantar, sakit, hingga meninggal dunia di Jepang.

Mengetahui kasus tersebut, Gubernur Bengkulu membentuk tim investigasi TPPO yang melibatkan berbagai unsur pemerintahan dan kepolisian.

Hasil investigasi menunjukkan masih ada beberapa warga Bengkulu lainnya yang terlantar di Jepang akibat kasus serupa.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu, Kombes Pol Andjas Adipermana, melalui Kasubdit Renakta, AKBP Julius Hadi, mengatakan kejahatan tersebut mengarah pada Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Baca juga: Jadi Calo TKI Ilegal, Mama Muda Dapat Rp 5 Juta Per Orang, Tak Berkutik Ditangkap di Warung

Polisi mengidentifikasi dua orang PMI yang sudah tiba di Jepang namun terlantar karena diberangkatkan menggunakan visa wisata, bukan visa kerja, sehingga tidak memiliki legalitas untuk bekerja.

Selain itu, penyidik menemukan sekitar tujuh warga Kabupaten Seluma, Bengkulu, mengaku telah ditipu.

Mereka sudah menyerahkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah, tetapi tak kunjung diberangkatkan ke Jepang.

“Banyak korban menjual rumah, harta benda agar dapat berangkat dan bekerja di Jepang namun berujung penipuan,” kata AKBP Julius Hadi, Jumay (21/11/2025), melansir dari Kompas.com.

Penyidik juga menemukan kasus lain yang berdampak pada keretakan rumah tangga.

“Ada sebabkan keluarga bercerai dampak penipuan ini,” ungkap dia.

Hasil pemeriksaan menunjukkan para korban mengeluarkan uang Rp 60 juta hingga Rp 150 juta untuk proses keberangkatan sebagai PMI.

Polisi menduga jaringan TPPO ini memiliki struktur berlapis.

Pertama, perekrut yang bertugas mencari calon PMI. Kedua, pengangkut yang membawa korban ke pusat LPK.

Ketiga, penampung yang mengumpulkan korban.

Terakhir, pihak pengiriman yang bertugas memberangkatkan korban ke Jepang.

“Kami mohon dukungan dan doa agar kasus ini terungkap. Kami optimistis akan dapat kami ungkap,” tegas Julius.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved