Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kolaborasi PIJAR, BKKBN, dan SMAN 19 Surabaya Cegah Janda Usia Sekolah

Edukasi Remaja Kegiatan “Stop Pernikahan Dini agar Tidak Menjadi JUS” diikuti 500 siswa SMAN 19 Surabaya.

Editor: Samsul Arifin
istimewa
SOSIALISASI - Kegiatan bertajuk “Stop Pernikahan Dini agar Tidak Menjadi JUS (Janda Usia Sekolah)” yang digagas Pokja Instan Jurnalistik Keluarga Berencana (PIJAR) bersama BKKBN Jawa Timur, DP3APPKB Kota Surabaya, dan SMAN 19 Surabaya, Senin, (10/11/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Kegiatan “Stop Pernikahan Dini agar Tidak Menjadi JUS” diikuti 500 siswa SMAN 19 Surabaya.
  • Usia ideal menikah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki untuk cegah stunting.
  • SMAN 19 Surabaya aktif melalui SSK dan PIK-R sebagai ruang aman konseling remaja.

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Kegiatan bertajuk “Stop Pernikahan Dini agar Tidak Menjadi JUS (Janda Usia Sekolah)” yang digagas Pokja Instan Jurnalistik Keluarga Berencana (PIJAR) bersama BKKBN Jawa Timur, DP3APPKB Kota Surabaya, dan SMAN 19 Surabaya, Senin, (10/11/2025).

Kegiatan ini digagas oleh Pokja Instan Jurnalistik Keluarga Berencana (PIJAR), berkolaborasi dengan Kemendukbangga/BKKBN Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur , DP3APPKB Kota Surabaya, dan SMAN 19 Surabaya.

Hadir dalam kesempatan tersebut Plh. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Sukamto, Kepala SMAN 19 Surabaya, Agustina Pertiwiningrum, serta narasumber inspiratif seperti Dr. Lia Istifhama, Soffy Balgies, Astri Kurniasari dan Akbar Maulida Arissadewa.

Dalam wawancaranya, Sukamto menegaskan bahwa remaja merupakan aset penting bangsa, calon ayah dan ibu masa depan yang perlu disiapkan dengan baik.

Ia menyoroti pentingnya tiga hal yang harus dihindari generasi muda: pernikahan dini, narkoba, dan hubungan pranikah tanpa pengetahuan kesehatan reproduksi yang benar.

Baca juga: Gaungkan Kampanye Stop Pernikahan Dini, PIJAR dan BKKBN Gencarkan Edukasi di Sekolah

Remaja Diberi Edukasi Resiko Pernikahan Dini

“Masih banyak kasus pernikahan dini di beberapa daerah Jawa Timur. Dampaknya bukan hanya pada kesiapan mental dan ekonomi, tetapi juga berpotensi melahirkan anak-anak stunting. Itulah sebabnya, pemerintah mendorong agar usia ideal menikah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki dapat benar-benar dipahami oleh para remaja,” jelas Sukamto.

Ia menambahkan, gerakan ini harus terus berlanjut hingga ke tingkat SMP dan pondok pesantren, dengan dukungan media dan komunitas pendidikan.

“Kami berharap kolaborasi seperti ini menjadi langkah kecil menuju zero pernikahan usia dini di Jawa Timur,” ujarnya.

Sementara itu, Agustina Pertiwiningrum, Kepala SMAN 19 Surabaya, menyampaikan rasa terima kasih atas terselenggaranya kegiatan ini di sekolah yang dipimpinnya.

Baca juga: Angka Stunting Turun Jadi 14,7 Persen, Kepala Perwakilan BKKBN Jatim: Kolaborasi Kunci Keberhasilan

Baginya, edukasi seperti ini sangat penting untuk membentengi siswa dari keputusan-keputusan yang bisa merugikan masa depan mereka.

“Program ini sangat membantu sekolah. Anak-anak perlu tahu risiko dan dampak dari pernikahan dini. Kami berharap mereka bisa fokus pada pendidikan dan menggapai cita-cita sebelum memikirkan pernikahan,” ujarnya.

Agustina juga menjelaskan bahwa di sekolahnya telah terbentuk Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) dan PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja), yang menjadi ruang aman bagi siswa untuk berbagi cerita dan mendapat pendampingan.

“Melalui SSK dan PIK-R, kami membentuk konselor sebaya yang siap mendengarkan curhatan teman-temannya. Sekolah harus menjadi tempat ternyaman bagi anak-anak, tempat mereka tumbuh tanpa takut dihakimi,” tambahnya penuh empati.

Kegiatan edukasi yang diikuti sekitar 500 siswa itu berjalan lancar dan penuh semangat. Para siswa tampak aktif bertanya dan berbagi pandangan tentang masa depan, cita-cita, serta pentingnya menjaga diri dari risiko pernikahan dini.

Di akhir acara, suasana haru dan bangga menyelimuti ruangan. Para guru, jurnalis, dan pejabat yang hadir tersenyum melihat antusiasme generasi muda yang kini semakin sadar akan pentingnya menata masa depan.

Gerakan “Stop Pernikahan Dini agar Tidak Menjadi JUS (Janda Usia Sekolah)” bukan hanya sekadar edukasi, tetapi bentuk kasih dan kepedulian terhadap masa depan anak-anak bangsa.

Mereka bukan sekadar murid di sekolah  mereka adalah harapan negeri yang perlu dijaga, dibimbing, dan dikuatkan agar tumbuh menjadi generasi yang cerdas, berdaya, dan berakhlak mulia.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved