Surabaya Minim Guru Pendidik Khusus
Komisi D DPRD Surabaya Ingatkan Pemkot Soal Minimnya GPK: Pendidikan Inklusi Jangan Tertinggal
Komisi DPRD Surabaya minta pemkot perhatikan minimnya ketersediaan Guru Pendamping Khusus di Sekolah Negeri
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Samsul Arifin
Komisi D DPRD Surabaya menyoroti minimnya GPK di sekolah negeri meski sistem inklusi sudah diterapkan.
Kebijakan nasional yang menutup formasi honorer membuat pemenuhan GPK hanya bergantung pada ASN/PPPK.
DPRD mendorong Pemkot Surabaya mencari solusi alternatif agar pendidikan inklusi tidak tertinggal.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Komisi D DPRD Kota Surabaya menyoroti minimnya ketersediaan Guru Pendamping Khusus (GPK) di sekolah negeri.
Pasalnya seluruh SD dan SMP di kota ini telah menerapkan sistem pendidikan inklusi. Kondisi tersebut dinilai menghambat pemenuhan hak belajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di lingkungan sekolah.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Zuhrotul Mar’ah mengungkapkan bahwa kebutuhan GPK yang kompeten semakin mendesak seiring meningkatnya jumlah peserta didik inklusi di sekolah negeri.
Namun, pemkot belum mampu menyediakan pendamping sesuai jumlah ideal.
“Surabaya sudah inklusi, tetapi belum semua sekolah memiliki guru pendamping khusus. Anak berkebutuhan khusus memerlukan pendekatan berbeda, bukan hanya diajar guru biasa yang mendapat pelatihan singkat,” ujarnya.
Baca juga: SMP 9 Surabaya Tampung 49 Siswa Berkebutuhan Khusus, Belum Memiliki GPK, Andalkan Guru Umum
GPK Penting untuk Optimalisasi Perkembangan ABK
Menurutnya, keberadaan GPK yang profesional sangat dibutuhkan untuk memastikan perkembangan akademik dan penguatan bakat-minat siswa berlangsung optimal.
“Kalau ada GPK, anak-anak inklusi bisa berkembang secara akademis dan keahlian khususnya juga bisa tereksplor. Ini menyangkut masa depan mereka,” tegas politisi PAN tersebut.
Kendala Rekrutmen Guru Baru
Zuhro menyebut salah satu kendala pemenuhan tenaga pendamping adalah kebijakan nasional yang tidak lagi membuka formasi honorer, sehingga penyediaan guru baru hanya dapat dilakukan melalui rekrutmen ASN atau PPPK.
“Kita ini masih kekurangan sekitar seribu guru, dan GPK menjadi bagian penting dari kebutuhan itu. Tapi daerah tidak bisa menambah honorer. Kuota ASN atau PPPK pun sering tidak sesuai kebutuhan lapangan,” tambahnya.
Baca juga: Surabaya Minim Guru Pendidik Khusus, Dindik Terapkan Diklat Berjenjang Perkuat Pendidikan Inklusi
Ia mendorong Pemkot Surabaya dan Dinas Pendidikan untuk menyusun mekanisme alternatif pemenuhan GPK, terutama karena pendidikan inklusi merupakan komitmen daerah dan tidak boleh terhambat persoalan formasi.
“Surabaya punya otonomi daerah. Harus ada inovasi solusi pemenuhan GPK tanpa melanggar aturan pusat. Jika kita hanya bergantung pada rekrutmen nasional, pendidikan inklusi bisa tertinggal,” pungkasnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/smpn-9-surabaya-rayakan-hari-sumpah-pemuda-dengan-menulis-opini.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.