Tahun 2018, Kantor Imigrasi Malang Lakukan Upaya Pro Justitia pada Nelayan Asal Filipina
Kantor Imigrasi Kelas I Malang, pada tahun 2018 mencatat melakukan upaya pro justitia kepada seorang nelayan asal Filipina.
Penulis: Aminatus Sofya | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Aminatus Sofya
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Kantor Imigrasi Kelas I Malang, pada tahun 2018 mencatat melakukan upaya pro justitia kepada seorang nelayan asal Filipina.
Nelayan yang mengaku bernama Nomer itu diketahui tidak memiliki izin tinggal, dan masuk melalui jalur gelap.
"Sudah masuk pengadilan dan telah menjalani beberapa sidang. Saat ini tinggal menunggu vonis," tutur Kepala Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Malang, Eko Julianto, Jumat (28/12/2018).
• Peringati HUT, Kantor Imigrasi Kelas I Malang Buka Layanan Khusus Tiap Sabtu Hingga 16 Januari 2019
• Bursa Transfer Liga 1, Tim Pelatih Arema FC Beberkan Alasan Arthur Cunha Layak Dipertahankan
Ia menjelaskan, nelayan asing tersebut awalnya berlayar dari perairan Filipina menuju Kepualauan Riau.
Kemudian melanjutkan ke Kupang hingga menetap di wilayah Pelabuhan Sendang Biru, Malang.
Berdasarkan keterangan Nomer, kata Eko Julianto, dia telah berada di Indonesia selama empat tahun.
"Dia ini tidak tinggal di darat, tinggalnya di kapal saja. Sekali waktu saja ke darat tapi tidak lama," katanya.
• Ini Alasan Manajemen Arema FC Pelit Informasi Soal Pemain Baru yang akan Didatangkan Musim Depan
• Sejumlah Website OPD Pemkab Malang Diretas, Ini Tindakan Diskominfo Kabupaten Malang
Eko Julianto mengatakan, Nomer ditangkap saat mendatangi Kantor Imigrasi Kelas I Malang.
Ia datang dan mengaku warga negara Filipina dan tidak membawa dokumen apapun.
"Kita tanya mana paspor, tidak punya. Kita tanya dokumen lain juga tidak ada. Kemudian kita tangkap," ucapnya.
• Ditangkap Terkait Kasus Korupsi Lab FMIPA UM, Sutoyo: Saya ini Teri, Kakapnya Dibiarkan Saja
Dari penyelidikan, Nomer diketahui hanya mencari ikan selama tinggal di Indonesia.
Aktivitas itu juga hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Yang bersangkutan sebenarnya juga sadar kalau bersalah. Kita jerat dengan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan dituntut 5 tahun penjara," pungkasnya.