Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kampus di Surabaya

Dikukuhkan Jadi Guru Besar, Spesialis Kulit Kelamin RSUD Dr Soetomo Tekankan Penanganan Kusta

Unair kembali mengukuhkan Guru besar di lingkungan kampusnya, bahkan kali ini pengukuhan guru besar merupakan dosen dengan NIDK RSUD Dr Soetomo

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Anugrah Fitra Nurani
SURYA/SULVI SOFIANA
Prof Dr Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr SpKK(K) saat menyampaikan paparan dalam Pengukuhan Guru Besar di Universitas Airlangga 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Universitas Airlangga kembali mengukuhkan Guru besar di lingkungan kampusnya, bahkan kali ini pengukuhan guru besar merupakan dosen dengan NIDK RSUD Dr Soetomo.

Prof Dr Cita Rosita Sigit Prakoeswa dr SpKK(K) FINSDV merupakan salah satu guru besar yang dikukuhkan.

Prof Cita selama ini dikenal dengan risetnya terkait penanganan Kusta yang dinilai kurang diperhatikan saat ini.

Hal ini kembali ia sampaikan dalam orasi pengukuhan guru besarnya.

(Emas Bakal Tetap Jadi Komoditas Investasi Yang Gurih Pada 2019, Baik Investasi Berjangka dan Riil)

(Blusukan ke Warung-warung, Kapolres Gresik Temukan Puluhan Miras dalam Mobil)

Guru besar ke-111 Fakultas Kedokteran Unair ini mengungkapkan, Kusta merupakan penyakit sepanjang sejarah peradaban manusia, namun sampai saat ini transmisi penyakit tersebut belum bisa dihentikan.

Terbukti dari masih stabilnya kasus baru, kasus kusta anak, dan kasus kecacatan.

"Penyakit ini bukan hanya masalah fisik namun juga masalah sosial dan ekonomi dengan adanya lingkaran setan kecacatan stigma diskriminasi, kemiskinan penderitaan dan perburukan kecacatan. bisa dikatakan kusta melawan kesejahteraan manusia,"ungkapnya pada SURYA.co.id, Minggu (27/1/2019).

Menurutnya, selama ini banyak riset telah dilakukan dan kemajuan pesat pada bidang imunologi dan mikrobiologi.

Namun secara garis besar, rantai transmisi kusta hingga kini belum terputus sepenuhnya. hal ini jelas jadi tantangan para ilmuwan.

"Kusta pada anak terjadi karena disregulasi sistem kekebalan yang berkelanjutan. Berbagai faktor yang berpengaruh pada kegagalan regulasi kekebalan atau disregulasi kekebalan seperti infeksi, stress, trauma, merokok , imunisasi, nutrisi dan lainnya,"urainya.

(Enam Makanan ini Wajib Ada Saat Sambut Tahun Baru Imlek, Ada Filosofi di Tiap Menunya)

(Vanessa Angel Pernah Kabur dari Rumah Gara-gara Cowok yang Dikenal di Facebook, Malah Berakhir Apes)

Jadi menurutnya kusta bisa dicegah jika disregulasi ini bisa dicegah. Namun, karena stigma dan diskriminasi, banyak penderita kusta tidak tersentuh layanan kesehatan.

"Riset banyak dilakukan namun transmisi belum berhasil diputus. Adakah strategi yang diabaikan? Ternyata riset ilmuwan terutama mengeksplorasi aspek kuratif dan diagnostik dan kurang memperhatikan promotif, preventif dan rehabilitatif,"tegasnya

Padahal aspek promotif dan preventif inilah yang berpotensi tinggi dalam menghentikan transmisi kusta melalui pencegahan dini disregulasi kekebalan terutama di daerah endemis kusta.

"Melalui kolaborasi lintas sektor Academic Health System (AHS) sinergi antara universitas, RSP dengan berbagai penyedia layanan kesehatan dapat dilakukan. Kelemahan Puskesmas (inovasi program) diatasi dengan kolaborasi bersama Universitas,"paparnya.

Kelemahan Universitas dalam menjangkau daerah endemis bisa diatasi dengan kolaborasi bersama Puskesmas dan Pemda.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved