Sebar Spanduk Se Surabaya, Warga Tolak Bayar Sewa Surat Ijo ke Pemkot Surabaya
Warga Kota Surabaya yang menempati lahan berstatut surat ijo kembali melakukan gerakan protes meminta agar Pemkot Surabaya menghentikan penarikan sew
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Warga Kota Surabaya yang menempati lahan berstatut surat ijo kembali melakukan gerakan protes meminta agar Pemkot Surabaya menghentikan penarikan sewa atas surat ijo yang mereka tempati.
Kali ini, Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Surabaya memasang ratusan spanduk di berbagai kawasan di Kota Pahlawan yang isinya warga pemegang surat ijo bertekad tidak mau membayar retribusi atau sewa tanah ke Pemkot Surabaya.
Mereka tak mau lagi membayar sewa surat ijo ke Pemkot dengan alasan tanah yang mereka tempati bukan aset Pemkot dan tidak bisa dibuktikan kepemilikannya.
"Kami pasang spanduk di banyak wilayah di Surabaya. Di Jagir, Perak, Peneleh, Tambak Rejo, Kertajaya, Pucang, Bratang, Dukuh Kupang Barat. Banyak yang diturunkan tapi kami tak gentar, ini sikap kami," kata Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Surabaya, Bambang Sudibyo, yang ditemui Surya, di rumahnya bersama warga pemegang surat ijo di Ngagel Tirto, Rabu (6/2/2019).
Pemasangan spanduk itu sekaligus ajakan ke masyarakat pemegang surat ijo lain di Surabaya untuk melakukan gerakan serupa, tidak membayar sewa surat ijo.
Hal itu mereka lakukan berdasarkan dua landasan acuan. Yang pertama berdasarkan Surat Gubernur Jawa Timur 1981 dan Surat Rekomendasi yang dikeluarkan DPRD Jawa Timur akhir tahun 2018 lalu.
• Cari Korban Loncat Dari Jembatan Porong, Polisi Malah Temukan Mayat Perempuan Tanpa Busana
• Nama dan Logo Unair Disalahgunakan di Undangan, Begini Respon Komunitas Ksatria Airlangga
• BLACKPINK Bakal Tampil di Acara Good Morning America, Akan Debut di Amerika Serikat?
"Agustus 2018 lalu kami melakukan seminar nasional masalah surat ijo, ada Kementerian Agraria, Wawali Surabaya dan pakar hukum. Dari hasil seminar nasional itu kami teruskan ke DPRD Katim dan dilakukan publik hearing," terang Bambang kepada Tribunjatim.com.
Ada rekomendasi yang memuat dua masalah pokok yang harus diperhatikan Pemkot Surabaya dan pemerintah pusat. Dimana harus ada inventarisisr aset, dan dari inventarisir itu, Pemkot tidak boleh menyewakan lahan yang bukan asetnya.
Mereka juga bersurat ke KPK menyampaikan keberatan warga pemegang surat ijo di Surabaya. Dimana warga diminta untuk membayar dua retribusi sekaligus.
Pertama untuk sewa tanah surat ijo dan kedua pajak bumi bangunan (PBB).
"Ini yang membuat kami berat. Kami meminta agar sewa surat ijo dihapus karena bukan tanah aset Pemkot, Pemkot tak bisa membuktikan aset mereka dengan sertifikat. Kalau PBB kami masih aktif membayar sekitar Rp 300 ribu pertahun," tambah Bambang kepada Tribunjatim.com.
Dari surat yang dilayangkan ke KPK akhir tahun oleh warga juga sudah dibalas. KPK menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti kasus surat ijo di Surabaya.
Tidak hanya itu, mereka juga berkonsultasi ke Dirjen Kementerian Agraria. Yang menghasilkan kesimpilan bahwa mereka akan menginventarisir tanah-tanah aset yang dimiliki Pemkot Surabaya dan mana yang tanah milik negara.
"Karena tanah partikelir kembali ke tanah negara. Nah kalau tanah negara, bagi yang sudah menempati lebih dari 25 tahun maka bisa dikeluarkan sertifikat. Itu yang kami minta," tegas Bambang.
Hal senada disampaikan oleh Mulyanto Santoso, pemegang surat ijo yang berlokasi di Bratang Gede. Ia mengatakan ia saat ini sudah tidak menghentikan pembayaran sewa tanah surat ijo yang ia tempati.