Prospek Ternak Tekukur, Anak Tekukur Paling Jelek Dihargai Rp 500.000
“Ada tiga jenis tekukur dari Malaysia yang saya pelihara. Yaitu dari Trengganu, Kelantan dan dari Johor,” ujar David.
Penulis: David Yohanes | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Suara burung tekukur terdengar nyaring bersautan dari halaman belakang David Hartanto, warga Jalan Pahlawan Gang III, Kedungwaru. Suaranya terdengar besar menggema, berbeda dengan suara tekukur lokal.
Ada belasan kandang pembiakan berdiri di belakang rumah David. Selain itu ada belasan sangkar yang berisi burung mirip merpati ini. Setiap ada yang buka suara, maka semua burung saling bersahutan.
Suara terdengar riuh. Bagi penggemar kicauan tekukur atau orang Jawa menyebutnya derkuku, suara itu terdengar indah dan merdu. Apalagi jenis derkuku yang dipelihara David dari Malaysia, yang dikenal dengan badan dan suara lebih besar.
“Ada tiga jenis tekukur dari Malaysia yang saya pelihara. Yaitu dari Trengganu, Kelantan dan dari Johor,” ujar David.
David adalah peternak burung tekukur. Laki-laki yang menjabat sebagai Kabag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat (Hupmas) KPU Tulungagung ini mengaku, semua bermula dari hobi.
Tahun 2001 karena gemar dengan anggungan tekukur Malaysia, David mendatangkan langsung dari Malaysia.
Ketika itu David mendatangkan tiga pasang tekukur impor. Tekukur dari negeri tetangga digemari karena dianggap lebih indah.
“Selain suaranya lebih besar dan menggema, secara fisik juga lebih besar dan menarik,” ungkap David.
Derkuku asal negeri jiran ini kian digemari, karena ada kontesnya. Harganya pun tidak ada yang murah. David menyebut, derkuku dengan kualitas biasa dipatok Rp 500.000 per ekor.
David pernah menernakkan belasan pasang derkuku. Sebab menurutnya, secara bisnis beternak derkuku Kelantan, Johor dan Trengganu sangat menguntungkan. David pernah meraup untung dengan menekankan kuantitas derkuku peliharaannya.
“Ternyata begitu kita mengejar kuantitas, kualitasnya semakin lama semakin menurun. Sampai saya menyimpulkan, perlu ada keseimbangan antara hobi, pelestarian dan bisnis,” terang David.
Kini David hanya memelihara 10 pasang derkuku dari tiga varian tersebut. David mengibaratkan, dirinya sedang mengumpulkan semua suara indah dari derkuku pilihan. Kini saatnya melakukan mixing untuk mendapatkan suara paling merdu.
Untuk memacu produksi, biasanya telut derkuku dierami induk burung puter. Namun David memilih cara alami, menggunakan induk asli derkuku. Butuh 14 hari induk derkuku untuk mengerami.
Dua minggu kemudian, anak derkuku sudah keluar dari sarangnya. Usia tiga minggu anakkan tersebut sudah bisa makan sendiri. Usia empat minggu anak derkuku siap dipanen.
“Usia empat minggu dikeluarkan dari kandang induknya dan siap dijual. Saat diambil, induknya sudah mengerami telur yang baru,” papar David.