Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pembunuhan di Trenggalek

Sebelum Dicekoki Air Sampai Tewas, Perut Tukinem Juga Sempat Diduduki, Terungkap Peran 7 Tersangka

Sebelum tewas usai dicekoki air, perut Tukinem sempat diduduki oleh seorang tersangka. Terungkap peran para tersangka

Penulis: David Yohanes | Editor: Januar
TribunJatim.com/ David Yohanes
Korban dan para pelaku pencekokan 

TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Kematian Tukinem (51), warga Dusun Jerukgulung, Desa Surenlor, Kecamatan Bendungan, Mingggu (4/3/2018) nyaris tidak diusut.

Hal ini bermula saat keluarga menolak otopsi.

Pihak Polsek Bendungan pun kebingungan, sebab keluarga ingin jenazah Tukinem langsung dimakamkan.

Namun Kasat Reskrim Polres Trenggalek, AKP Sumi Andana yang mendapat laporan segera memerintahkan untuk otopsi.

Baca: Tolak Kedatangan Presiden Jokowi di Tuban, Ini 5 Tuntutan Mahasiswa

"Saat itu saya minta agar jenazahnya diamankan dulu, sementara ada tim dari Polres yang menuju ke lokasi," tutur Sumi.

Sumi pun berani mengambil resiko dengan bertindak tegas.

Ia memerintahkan siapa saja yang menghalangi otopsi akan ditangkap.

"Kami punya kewenangan 2x24 jam untuk menahan jenazah," ujar Sumi.

Baca: Getaran Dahsyat Ledakan Gas di SPBU Berbek Sidoarjo Terasa Sampai Radius 1 Kilometer Lebih

Karena hari sudah malam, jenazah Tukinem dititipkan ke ruang pendingin kamar mayat RSUD dr Soedomo Trenggalek.

Pihak Polres Trenggalek kemudian minta bantuan dokter forensik dari RS Bhayangkara Kediri untuk melakukan otopsi.

"Menurut aturan, kami bisa melakukan otopsi jika ada indikasi kuat karena kasus pidana. Bahkan tanpa persetujuan sekali pun," tegas Sumi.

Ternyata keputusan Sumi sangat tepat. Hasil otopsi menunjukkan Tukinem memang mati secara tidak wajar.

Baca: Polisi Amankan CCTV di SPBU Berbek Sidoarjo untuk Selidiki Penyebab Kebakaran

Organ dalamnya, mulai dari rongga dada, saluran nafas dan paru-paru terbanjiri air.

Di bagian paru-paru saja ada 30 CC air.

Kasus ini bermula dari ritual yang diadakan keluarga besar Tukinem.

Ritual ucapakan syukur ini digelar sejak Jumat (2/3/2018) hingga Minggu (4/3/2018) subuh.

Baca: Manajemen Arema FC Beri Waktu 6 Bulan Untuk Pelatih Kiper Arema ini

Ritual dilakukan dengan penyembelih lima ekor ayam, dan menyajikan bersama nasi kuning.

Namun di tengah ritual Tukinem mengeluh sakit perut dan sesak.

Rini Astuti, anak ke-2 Tukinem berinisiatif melakukan ritual penyembuhan.

Awalnya Rini memasukkan satu ikan teri ke dalam mulut Tukinem.

Baca: Artis Syahrini Didesak Minta Maaf ke Pengelola Tol Waru Juanda, Masalahnya ini. . .

Kemudian Rini memasukkan selang dengan air yang mengalur ke dalam mulut Tukinem.

Agar air tidak tumpah, mulut Tukinem disumpal dengan kain handuk.

Enam pelaku lain membantu memegangi Tukinem, agar tidak berontak selama ritual ini.

Namun setelah 30 menit, Tukinem mati lemas karena saluran nafasnya tertutup air.

Baca: Buka Seminar Cyber Security dan Forensik, Risma: Masyarakat Harus Belajar Melindungi Data Pribadi

Peranan 7 Tersangka

Polisi telah memeriksa 15 saksi dan menetapkan tujuh tersangka penyebab kematian Tukinem (51), warga Dusun Jeukgulung, Des Surenlor, Kecamatan Bendungan.

Penyidik Polres Trenggalek juga sudah memetekan peran masing-masing pelaku.

Rini Astuti, anak ke-2 Tukinem merupakan inisiator ritual yang menyebabkan kematian Tukinem.

Dia berperan mengguyurkan air ke tubuh Tukinem, memasukkan ikan teri ke mulut Tukinem dan memasukkan selang dengan air yang mengalir.

Jayadi Budi, menantu Tukinem menduduki kaki korban agar tidak berontak.

Jemitun, adik kandung Tukinem berperan menduduki perut korban dengan posisi telentang di tanah.

Suyono, adik ipar Tukinem berperan memegangi tangan korban.

Katenun, adik ipar Tukinem berperan memegangi tangan kiri dan membuka mulut korban.

Apriliani, keponakan Tukinem berperan menduduki kepala korban, tepatnya di bagian hidung. Tujuannya agar kepala Tukinem tidak bergerak-gerak.

Andris Prasetyo, keponakan korban berperan menyiramkan air dari selang saat posisi korban berdiri.

Rini, Jayadi dan Jemitun dijerat pasal 44 ayat (3) Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Ancamannya hukuman penjara paling lama 15 tahun, dan denda Rp 45 juta.

"Mereka dijerat Undang-undang Penghapusan KDRT karena tinggal dalam satu rumah," terang Kasat Reskrim Polres Trenggalek, AKP Sumi Andana.

Sementara Suyono, Katenun, Apriliani dan Andris dijerat pasal 170 ayat (1) KUHP, tentang melakukan kekerasan bersama-sama kepada orang.

Mereka terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved