Soekarno Wafat 48 Tahun Lalu, Megawati Buka Keluarga Sempat Tak Setuju Ayahnya Dimakamkan di Blitar
Tak banyak yang tahu, ternyata keluarga pernah tak setuju Bung Karno dimakamkan di Blitar. Begini kata Megawati
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Januar
"Karena itu jangan cengeng! Buktikan kepada setiap orang yang menatapmu, bahwa engkau memang pantas menjadi anak sulung Sukarno," tutup Sukarno.
Namun sayang, Guntur malah tak tertarik untuk terjun ke dunia politik, hidupnya kini juga jauh dari publikasi.
Baca: Ibu Tega Siksa Anaknya hingga Tewas, Bermula dari Keinginannya Membeli Layang-layang Rp 26 Ribu
Padahal, dulu Guntur merupakan sosok yang diharapkan banyak masyarakat untuk bisa menggantikan kharisma Bung Karno.
Tak Punya Uang untuk Berobat
Situasi politik nasional pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966 mengalami banyak perubahan.
Khususnya untuk Presiden Soekarno yang kekuasaannya berkurang secara perlahan dan berpindah ke tangan Presiden Soeharto.
Tidak hanya kekuasaan yang berkurang dan menghilang, kondisi kehidupan Soekarno juga berubah drastis.
Kisah kehidupan Soekarno pasca-Supersemar dituturkan oleh salah satu mantan ajudannya, Sidarto Danusubroto.
Sidarto adalah anggota kepolisian yang menjadi ajudan terakhir Bung Karno.
Saat dijumpai Kompas.com di kediamannya, Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016), Sidarto mengungkapkan bahwa masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto berjalan panjang.
Dalam buku Memoar Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno yang ditulis Asvi Warman Adam, Sidarto mengungkapkan bahwa pasca-Supersemar, Soekarno semakin tidak berdaya. Sang proklamator pun tidak mendapat kejelasan mengenai pembayaran gaji serta uang pensiun seorang Presiden.
Sampai pada di satu titik, Soekarno kehabisan uang untuk pegangan atau sekadar untuk menutup keperluan hidup selama menjadi tahanan kota di Wisma Yaso. Sidarto masih ingat ketika Soekarno memintanya mencarikan uang.
"Ini tidak mudah karena saat itu orang takut berhubungan dengan Soekarno," ungkap Sidarto dikutip dari Kompas.com
Soekarno lalu meminta Sidarto menemui mantan pejabat rumah tangga Istana Merdeka, Tukimin. Dari Tukimin, Sidarto berhasil memeroleh uang tunai 10.000 dollar AS untuk diberikan kepada Soekarno.
Selanjutnya, Sidarto mencari cara agar uang tersebut lolos dari pemeriksaan penjaga dan sampai ke tangan Soekarno. Ia lalu memasukkan uang itu ke dalam kaleng biskuit dan meminta Megawati Soekarnoputri menyerahkannya kepada Soekarno.
"Megawati yang mengantarkannya, dan bisa lolos," ucap Sidarto.