Berita UTM
UTM: Fokus pada Sektor Jagung Saja, Masalah Pengangguran dan Kemiskinan di Madura Selesai
Para petiggi UTM meyakini, kapitalisasi terhadap jagung hibrida akan mampu menjadi penggerak perekonomian sektor ril masyarakat Madura.
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Agustina Widyastuti
TRIBUNJATIM.COM BANGKALAN - Jagung Hibrida Madura hasil riset Program Studi (Prodi) Agro Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura (UTM) hingga saat ini belum menciptakan multiplier effect di kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Madura.
Lahan kering seluas 300 ribu hektare yang terhampar di empat wilayah di Madura; Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep hingga saat ini belum diberdayakan secara optimal.
Para petiggi UTM meyakini, kapitalisasi terhadap jagung hibrida akan mampu menjadi penggerak dan menghidupkan geliat perekonomian sektor ril masyarakat Madura.
UTM Menjawab Tantangan Era Revolusi 4.0 Melalui Pengembangan Berbasis Kluster Madura
Wakil Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan UTM, Abd Azis Jakfar mengungkapkan, jagung hasil inovasi UTM yang dimotori oleh Ketua Tim Peneliti, Achmad Amrezi itu mampu memproduksi jagung sebanyak 6 ton hingga 7 ton per hektare.
"300 ribu hektare akan menghasilkan 1,8 juta ton jagung hibrida. Anggaplah harganya Rp 4 ribu per kilogram, dikalikan 6 ton. Maka muncul angka Rp 6 triliun," ungkapnya, Selasa (10/7/2018).
Dari angka Rp 6 triliun tersebut, dijelaskan Azis, kesejahteraan para petani jagung dan keluarganya sudah mengalir karena daya beli dan perekonomian berputar.
"Empat Bupati di Madura tidak perlu pusing. Fokus di sektor jagung saja, masalah pengangguran dan kemiskinan di Madura selesai," jelasnya.
Riset terhadap jagung lokal Madura oleh Prodi Agro Teknologi Fakultas Pertanian utm itu merupakan hasil kerjasama dengan Balitsereal Maros Sulawesi itu secara intensif dilakukan sejak 2007.
UTM Lirik CSR Bank di Madura untuk Pengembangan Teknologi Pengolahan Garam
Jagung lokal di seluruh Madura dieksplor untuk mendapatkan tetua yang akan dijadikan varietas unggul. Hasilnya, sebanyak 16 kultivar (kelompok jagung lokal dengan kekhasannya) jagung Madura.
Tiga kultivar ditemukan di Bangkalan, tiga kultivar di Sampang, dua kultivar di Pamekasan, dan delapan kultivar di Sumenep.
Melalui metode seleksi dan selfing, 16 kultivar jagung lokal Madura itu menghasilkan variasi biji jagung dengan karakter morfologis berbeda pada setiap galurnya.
Ia menambahkan, kapitalisasi terhadap turunan jagung masih bisa dimaksimalkan. Seperti industri pakan ternak atau industri minyak jagung.
"Tapi pemerintah kok masih saja suka jagung impor. Kenapa tidak memberdayakan produksi karya anak bangsa," imbuhnya.
Maraknya Produk Impor Masuk ke Indonesia, Pelaku Industri Baja Was-was
Selain mampu menyentuh sektor ekonomi-sosial masyarakat, kapitalisasi jagung hibrida juga mampu mengurangi ketergantungan UTM terhadap pemerintah.
Dalam hemat Azis, harusnya inovasi jagung itu bisa dikapitalisasi sebagai unit bisnis oleh kampus. Rp 600 miliar atau 10 persen dari angka Rp 6 triliun, sudah terlalu banyak bagi UTM.