Mengapa Tak Ada Kata 'Pemudi' dalam Sumpah Pemuda, Meski Juga Ada Peran Para Wanita?
Mengapa tak ada kata 'pemudi' dalam Sumpah Pemuda? Tak banyak yang tahu, ternyata ini sebabnya!
Penulis: Alga | Editor: Ayu Mufihdah KS
Mengapa tak ada kata 'pemudi' dalam Sumpah Pemuda? Tak banyak yang tahu, ternyata ini sebabnya!
TRIBUNJATIM.COM - Setiap tanggal 28 Oktober, Indonesia akan memperingati Hari Sumpah Pemuda.
Nah, di tahun 2018 ini, Hari Sumpah Pemuda diperingati sudah yang ke-90.
Peristiwa Hari Sumpah Pemuda juga menjadi salah satu tonggak paling penting dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia.
• Kisah Titien Sumarni, Artis Lawas Tersohor hingga Pernah Diidolakan Soekarno, Hidupnya Berakhir Pilu
Rumusan Sumpah Pemuda terjadi pada 28 Oktober 1928 di Batavia, yang saat ini dikenal sebagai Jakarta.
Banyak hal menarik yang dapat dikulik dari peristiwa terciptanya Sumpah Pemuda tersebut.
Satu di antaranya adalah mengapa nama ikrar pemuda tersebut adalah 'Sumpah Pemuda' bukan 'Sumpah Pemudi'?
Meskipun ada peran pemudi juga dalam perumusan Sumpah Pemuda?
• Kisah Kazuko Higa, Satu-satunya Wanita di Pulau Terpencil dengan 32 Pria, Hal Mengerikan Terjadi
Ternyata ada berbagai alasan yang mendasari hal tersebut.
Dilansir TribunJatim.com dari TribunStyle.com dan berbagai sumber, berikut ulasannya:
• Kisah Tjokorda Sri Maya Kerthyasa, Adik Ipar Happy Salma yang Rela Copot Gelar Putri Ubud Demi Cinta
1. Peran perempuan dalam Kongres Pemuda belum menonjol
Dikutip dari TribunStyle.com, peran perempuan dalam Kongres Pemuda II ternyata tidak begitu menonjol.
Begitu pula dengan jumlah peserta pemudi yang hadir dalam kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda tersebut.
Berdasarkan buku resmi Panduan Museum Sumpah Pemuda, peserta kongres yang tercatat hanya ada 82 orang dari 700-an peserta.
Sedangkan peserta perempuan jumlahnya hanya dapat dihitung dengan jari.
• Dulu Tukang Kembang Tahu Tampan dan Atletis ini Sempat Viral, Begini Kehidupan dan Kabarnya Sekarang

• 4 Momen Manis Evi Masamba dan Arif Hajrianto yang Bikin Tamu Bersorak, dari Berpelukan sampai Cium
2. Perempuan hanya berjumlah 6 orang
Dari 82 peserta yang tercatat, hanya ada enam perempuan.
Perempuan-perempuan tersebut yaitu Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.
• Perasaan Mak Vera Manager Olga Saat Billy Syahputra Hengkang dari Manajemennya: Gapapa, Aku Senang

• Nikita Mirzani Ungkap Kondisi Dipo Latief Pasca Cabut Gugatan Cerai: Item, Minyakan Gitu Mukanya
3. Kebebasan perempuan yang berbeda dengan sekarang
Minimnya kontribusi di zaman perjuangan dahulu diyakini karena adanya ketidakadilan pandangan.
Kesetaraan gender pun belum dijunjung tinggi seperti pada masa sekarang.
Hal ini bisa dilihat dari minimnya peran perempuan pada pidato yang terjadi di kongres kedua.
• Bergelimang Harta, Inul Daratista Punya Benda Sederhana dan Mini di Kamarnya, Bukti Tak Sombong?
Dari enam perempuan yang disebutkan, hanya tiga orang, Emma Poeradiredjo, Poernamawoelan, dan Siti Soendari, yang ikut menyampaikan pendapatnya lewat pidato.
Sebagian besar dari mereka mengajak perempuan terus ikut andil dalam upaya persatuan dan kesatuan Indonesia dalam rangka meraih kemerdekaannya.
Seperti yang ditulis penulis memoar "Peranan Gedung Kramat Raya 106 dalam Melahirkan Sumpah Pemuda", Mardanas.
"Siti Soendari berbicara dalam Bahasa Belanda yang diterjemahkan oleh Muhammad Yamin."
"Dia menanamkan bahwa rasa cinta Tanah Air terutama pada wanita harus ditanamkan sejak kecil dan bukan untuk pria saja," tulis Mardanas.
• Dulu Terkenal Berkat Lagu Butiran Debu, Rija Abbas Kini Jadi Pelayan Kafe dan Sempat Depresi

• Bukan Gibran Rakabuming yang Lihat Rumah Laudya Cynthia Bella Senilai Rp9 M, Tapi Kerabat Jokowi Ini
Sedangkan Emma Poeradiredjo, aktivis Jong Islamieten Bond cabang Bandung, diceritakan berpidato tentang andil perempuan.
Menurut Mardanas, Emma Poeradiredjo mengajak perempuan agar terus ikut andil dalam pergerakan.
"Ia menganjurkan kepada para wanita agar tidak hanya terlibat dalam pembicaraan, tetapi harus disertai perbuatan," tulis Mardanas.
Pada keesokan harinya, tepatnya sidang kedua, Poernamawoelan mendapatkan kesempatan berpidato.
• Manohara Nikahi Pangeran Kelantan 10 Tahun Silam dan Berujung KDRT, Begini Kehidupannya Sekarang
Berbeda dengan dua perempuan sebelumnya, Poernamawoelan yang memang seorang guru, berbicara tentang pendidikan.
Dari pidato Emma Poeradiredjo dan Siti Soendari, bisa dilihat bahwa peran perempuan memang masih sangat minim pada masa itu.
• Mengintip Rumah Evi Masamba di Desa yang Akan Jadi Venue Pernikahannya, Sederhana dan Bercat Pink!
4. Perempuan di masa itu tak berkesempatan untuk ikut berjuang
Ketidaksetaraan gender di masa itu sudah dimulai dari dalam rumah semua orang.
Perempuan oleh orangtuanya hanya diberi wewenang untuk mengurusi tiga hal, yakni dapur, sumur, dan kasur.
Hal-hal lain seperti pendidikan atau pekerjaan dianggap tak penting bagi perempuan.
• H-5 Jelang Pernikahan Evi Masamba dengan Arif Hajrianto, Intip Rumahnya yang Dia Sebut Tak Mewah
Kebebasan perempuan dan persamaan hak dengan laki-laki pada masa sebelum kemerdekaan mungkin masih menjadi hal tabu.
Seperti yang tertuang dalam memoar tentang RA Kartini.
• Bubu, Mantan Syahrini Menghilang Usai Status Kesultanannya Terungkap Palsu, Begini Sekarang Kabarnya
Ada banyak cerita tentang ketidakadilan pada perempuan, seperti pergaulan dan pendidikan yang dibatasi.
Beberapa catatan sejarah menjelaskan kaum lelaki bisa lebih mudah mendapatkan pendidikan di Sekolah Rakyat dan membiarkan perempuan terkubur dalam ke-buta huruf-an.
• Begini Penampilan Terbaru Veronica Tan Sejak 6 Bulan Cerai dari Ahok dan Menjanda, Cantik!
Itulah yang jadi alasan, kenapa tak ada nama pemudi di kata Kongres Pemuda atau Sumpah Pemuda yang jadi tonggak penting perjuangan kemerdekaan.
Namun meskipun begitu, banyak perempuan yang punya andil penting dalam beberapa peristiwa yang terkait dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Selain RA Kartini, sebut saja nama Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, dan lain-lain yang pernah ikut berjuang untuk Indonesia.
• Potret Keanu Massaid, Putra Angelina Sondakh dan Mendiang Adjie Massaid yang Kini Beranjak Besar

• Masih Ingat Leily Sagita Tersanjung? Hijrah Seusai Lolos dari Maut, Kini Jualan Keripik Singkong
Pada masa kini, perempuan lebih bebas.
Tak ada batas ruang gerak bagi perempuan untuk terlibat di dunia pendidikan, politik, ekonomi, maupun budaya dan lain-lain.
Perempuan sudah bisa sejajar dengan laki-laki dan dapat ikut berjuang bagi bangsa Indonesia.
• Benarkah Ucapan Mardani? Inilah Wanita Indonesia Pertama Pendaki Everest yang Kini Gangguan Jiwa