Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Cerita Guru GTT di Jember, Rela Gendong Balita dan Dibayar Rp 200 Ribu Demi Mengajar di Sekolah

Guru GTT di Jember ceritakan kisahnya saat mengajar. Rela digaji Rp 200 ribu dan harus menggendong balita saat mengajar

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Adi Sasono
SURYA/SRI WAHYUNIK
Ribuan guru tidak tetap (GTT) menggelar demonstrasi di depan Kantor Pemkab Jember, Senin (26/11/2018). 

TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Yuyun Afi Amalia terlihat berdiri di barisan depan Guru Tidak Tetap (GTT) yang berdemonstrasi di depan Kantor Pemkab Jember, Senin (26/11/2018).

Perempuan yang berseragam batik PGRI itu sambil menggendong anak perempuannya, Salsabila (17 bulan).

Sesekali, dia memberi minum Salsa dengan air mineral.

Sambil menggendong anak bungsunya, GTT di SMPN 2 Jombang itu lantang menyuarakan nasibnya.

Edy Rahmayadi Sebut PSSI Merasa Dibohongi Luis Milla: Satu Tahun Gajinya Itu Mencapai Rp 30 Miliar

Perempuan itu juga terlihat meneteskan air mata saat teman-temannya membeberkan kisah pahit mereka sebagai GTT.

Saat koordiantor aksi menyuruh para GTT duduk lesehan, Yuyun memilih duduk di dekat trotoar di Jalan Sudarman, lokasi demo para GTT.

Kepada Surya (Tribunjatim.com Network), Yuyun mengaku belum menerima gaji sejak Juli lalu.

"Saya dapat SP (surat penugasan) di SMPN 2 Jombang saat tahun ajaran baru lalu (Juli 2018). Honor GTT SMP itu dibayarkan dari PPG (Program Pendidikan Gratis). Katanya besarnya Rp 700.000, tetapi sampai sekarang saya belum mendapatkan bayaran itu karena belum cair," kata Yuyun.

Perkataan Kwik Kian Gie ke Jokowi Tentang Ahok yang Tak akan Lama Jadi Pemimpin: Semuanya Benar

Sebelumnya dia mengajar di SDN Padomasan 3 Kecamatan Jombang.

Tempat mengajarnya dulu tidak jauh dari tempat tinggalnya di Desa Padomasan Kecamatan Jombang.

Dia mendapatkan gaji Rp 300.000 di SD tersebut. Dia bisa pulang ke rumahnya saat istirahat untuk menyusui anak keduanya itu.

"Sekarang SMP saya agak jauh dari rumah sekitar 7 kilometer, ya akhirnya tidak bisa pulang untuk menyusui anak. Diganti makanan sama neneknya. Kebetulan anak saya ini belum disapih," imbuh Yuyun yang sudah menjadi seorang GTT selama 13 tahun.

Ahmad Dhani Kebingungan Dituntut 2 Tahun Penjara: Ini Tuntutan Balas Dendam Supaya Sama dengan Ahok

Saat berdemo, Yuyun memilih membawa sang anak karena tidak ada yang menjaga Salsa.

Suaminya petani yang bekerja di sawah.

Sang nenek jika bisa menjaga Salsa karena baru datang dari bepergian.

"Ya akhirnya dibawa ikut demo. Saya harapkan gaji saya segera dibayar karena itu untuk menambah biaya hidup di rumah. Suami saya hanya petani dan sawah juga tidak luas," kata Yuyun.

Kisah sedih dari GTT Jember juga disampaikan oleh Rini, seorang GTT dari SDN Jatian 2 Kecamatan Pakusari.

Detik-detik Wanita di Malang Saksikan Kakak Dibantai hingga Tewas: Kakakku Manusia, Bukan Tikus!

Setiap pagi perempuan itu harus menempuh jarak sekitar 40 kilometer.

Rumahnya di Desa Balung Kulon kecamatan Balung, dan mengajarnya di Desa Jatian Kecamatan Pakusari.

Tidak hanya berkendara seorang diri, dia membawa serta dua anaknya.

Anak pertamanya duduk di bangku kelas 3 SD terpaksa berpindah ke SDN Jatian 2 mengikuti dirinya yang berpindah ke sekolah itu.

PTPN X bersama dengan Pertamina Ajak Generasi Milenial Bertani Tebu

Dia juga membawa anak keduanya yang masih balita.

Anak pertamanya dibonceng di belakang, dan anak keduanya digendong di depan.

Rini baru tiga bulan mengajar di SDN Jatin 2, sesuai dengan SP yang diterimanya.

Bayaran yang diterima Rini hanya Rp 200.000.

Support Make Up dan Hair Do 40 Model Bule di Paris, Produk Kosmetik Asal Surabaya Go International

"Itu pun dirapel mbayarnya. Anak juga harus ikut saya karena tidak ada yang jaga di rumah. Suami juga kerja. Mau tidak mau ya begini," ujar Rini.

Surya ketika bertemu Rini di bulan November lalu, mengaku belum mendapatkan bayaran sejak bulan September. Rini menjadi seorang GTT selama 11 tahun.

Lain kisah dengan cerita Ferdian Wibowo, GTT di SDN Curahtakir 3 Kecamatan Tempurejo. Lelaki ini tidak mendapatkan surat penugasan (SP) sejak 2017 lalu. GTT Jember yang tidak memiliki SP sama dengan tidak bayaran.

"Ya sejak SP-SP itu diterbitkan, saya tidak pernah mendapatkan SP ya sama dengan tidak bayaran. Ya untung setelah ngajar saya jualan, jualan nasi pincuk di Jenggawah. Itu pun bisnis keluarga istri saya, jadi saya membantu di situ," kata Ferdian.

Mahasiswa ITS Surabaya Olah Limbah Jadi Bahan Baku Beton Ramah Lingkungan dan Lebih Ekonomis

Jika tidak membantu di bisnis keluarganya, dia yakin tidak akan mendapatkan pemasukan. Meski begitu, Ferdi tetap ingin memperoleh gaji dari kerjanya sebagai guru.

Ferdi mengaku masih melakoni pekerjaannya mengajar, karena hal itu panggilan jiwanya.

"Panggilan jiwa, jadi meskipun mengajar di gunung ya dilakoni saja," imbuhnya.

Ferdi sudah menjadi seorang GTT selama 16 tahun.

Bawa Kabur Uang Toko Rp 16 Juta, Karyawan di Surabaya Mengaku Bosnya Kerap Tunggak Gaji

Curahtakir merupakan salah satu desa pinggiran di Kabupaten Jember.

Warga Jember menyebutnya kawasan pinggir atau bawah pegunungan.

SP atau surat penugasan merupakan surat yang dikeluarkan Bupati Jember Faida bagi GTT.

Dengan SP itu pula, guru bisa mendapatkan gaji. Dengan SP itu pula, penempatan GTT lebih menyebar tidak hanya mengajar di lokasi awal mereka menjadi seorang GTT.

Investasi 2018 di Gresik Meningkat Drastis Sebesar Rp 6 Triliun

(Sri Wahyunik)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved