Makam Peneleh Surabaya, Makam Tokoh Kolonial dari Gubernur yang 'Dilupakan' Sampai Pencipta 'Bahasa'
Para pegiat sejarah yang tergabung dalam Komunitas Suroboyo Mbois menggelar kegiatan bertajuk ‘Peneleh Explore,’ Minggu (17/3/2019).
Penulis: Samsul Arifin | Editor: Anugrah Fitra Nurani
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Para pegiat sejarah yang tergabung dalam Komunitas Suroboyo Mbois menggelar kegiatan bertajuk ‘Peneleh Explore,’ Minggu (17/3/2019).
Wali Kota Suroboyo Mbois, Kuncarsono Prasetyo mengatakan, acara tersebut digelar karena ingin merangkai kembali rangkaian yang putus dari sejarah Kampung Peneleh, Surabaya.
Dari beberapa tempat yang dikunjungi dalam Peneleh Eksplore, satu spot di antaranya yang menyita perhatian peserta, yakni Makam Peneleh.
Makam seluas 4,5 hektar ini merupakan lokasi dimakamkannya orang-orang Eropa di masa kolonial. Mulai Gubernur Hindia Belanda pertama, Pastor Katolik pertama dan Pencipta Bahasa Indonesia.
(Asal Mula Nama Simo di Banyak Tempat di KotaSurabaya, Ada Cerita Majapahit dan Sunan Ampel)
Pertama, peserta diajak oleh “walikota” Suroboyo Mbois Kuncarsono Prasetyo ke makam P.J.B. de Perez, orang asal Prancis dan orang pertama yang membuat riset terkait Pangeran Diponegoro.
“Dia menjabat Residen di Surabaya, kemudian menjadi Gubernur di Sulawesi. Terakhir Perez menjabat sebagai Wakil Mahkamah Agung. Uniknya dia dimakamkan dengan peti wine,” ungkap Kuncar, Minggu, (17/3/2019).
Kuncar menjelaskan, bahwa pada tahun 1859 Perez hendak menangani pemberontakan yang ada di Bajo, Sulawesi. DI tengah perjalanan melewati sungai, Perez meninggal dunia.
“Dalam surat wasiatnya dia ingin dimakamkan di Surabaya. Jadi perdebatan, akhirnya daripada jenazahnya membusuk Perez pun diikat dan dimasukkan ke peti wine,” lanjutnya.
(Pelatih Persebaya Tak Yakin Pemain Timnasnya Bisa Bela Bajul Ijo di 8 Besar Piala Presiden 2019)
Kemudian terdapat Pastor Van Den Elzen, Pastor pertama yang didapuk menyebarkan agama asal Eropa di tanah Surabaya bersama suster Ursulin.
“Mereka datang dengan misi kemanusiaan, pendidikan dan kesehatan,” beber Kuncar.
Selain itu ada pula makam dari M. Pieter Markus, Gubernur Jenderal Hindia Belanda satu-satunya yang dimakamkan di luar Ibukota. Dia meninggal pada tahun 1844.
“Dia ini orang besar yang miris dan meninggal karena sakit di tengah masa jabatannya,” Ucap Kuncar.
Semasa hidup, Markus pernah meminta mendatangkan dokter dari batavia. Namun dokter itu pun tak kunjung datang.
Konon dia sengaja ditelantarkan oleh pemerintahnya karena Markus dikenal seorang yang tak loyal.
(Di Peneleh Explore, Peserta Diajak Menengok Rumah Bung Karno hingga Kisah Cinta Sang Proklamator)
Selanjutnya ada fotografer pertama kali di Indonesia. Yaitu Johannes Kurkdjian pria asal Ukraina Fotografer 1903.
“Seakan berdosa yang bila fotografer tak kenal dengan Johannes,” kata Kuncar sembari tertawa.
Terakhir orang yang jarang diketahui oleh masyarakat yaitu Van Der Tuuk, menciptakan bahasa indonesia yang identifikasi dari Bahasa Melayu.
“Bahkan dia meninggal tanggal 17 agustus 1894. Selain cinta tanah air dia juga anti kolonialisme, Dia pernah Mengasingkan diri di bali, tata cara berpakaian juga,” lanjut Kuncar.
Menurut literatur, Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan karena tidak mengenal kasta.
Satu dari sekian peserta bernama Ainul Hilmiyah mengaku sangat takjub dengan sejarah Peneleh.
“Ini pengalaman pertama di surabaya ternyata Bung Karno lahir di Pandean. Kita bisa secara langsung tahu, bentuk rumahnya bagaimana, kaya flashback. Kaum milenial ini bisa ngerti. Dan nggak ‘Kepaten Obor’, tetep tahu sejarah Kota Surabaya,” kesannya.