Kenaikan Tarif Ojek Online Tak Menjamin Peningkatan Kesejahteraan Pengemudi
Kenaikan tarif ojek online (Ojol) yang berpedoman pada Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. 348 Tahun 2019 tidak menjamin
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
Terbatasnya kesediaan membayar konsumen didorong oleh 75,2% konsumen yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.
“Selain itu, faktor tarif ternyata menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen untuk menggunakan Ojol. Sebagai bukti, sebanyak 52,4% konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama.
Jauh mengungguli alasan lainnya seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan. Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen,” tambah Rumayya.
Sementara itu, Ekonom UI Dr. Fithra Faisal menyayangkan momentum kenaikan tarif Ojol yang terjadi sesaat sebelum Bulan Ramadan.
Seperti diketahui, inflasi cenderung meningkat saat Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tiba, menyusul tingginya permintaan masyarakat bagi sejumlah komoditas seperti makanan/minuman dan sandang.
“Kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tentunya akan berkontribusi bagi semakin tingginya tingkat inflasi. Apalagi berdasarkan hasil survei RISED, biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20% bagi pengeluaran konsumen per bulannya,” ujar Fithra.
Rumayya menambahkan, Pemerintah hendaknya mengevaluasi regulasi tarif dalam bisnis Ojol. Pada akhirnya, berkurangnya permintaan Ojol tidak hanya akan menggerus manfaat yang diterima masyarakat dari sektor ini, tapi juga akan berdampak negatif pada penghasilan pengemudi karena konsumen enggan menggunakan Ojol lagi.
“Sudah saatnya Pemerintah mendasarkan pembuatan kebijakan pada bukti-bukti statistik mengenai kondisi objektif yang terjadi di masyarakat. Selain itu, perlu evaluasi berkala dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang, supaya bisa meninjau efektivitas kebijakan terhadap kesejahteraan konsumen dan pengemudi,” tutup Rumayya.