Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Mengenal Kampung Ngaglik RW 8 Surabaya, Warga Usaha Jajan Lumpia, Turun Temurun Sejak 30 Tahun Lalu

Kampung Ngaglik dijuluki sebagai kampung lumpia. Sebab warga di sini memproduksi lumpia sejak 30 tahun yang lalu.

Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Arie Noer Rachmawati
SURYA/CHRISTINE AYU NURCHAYANTI
Ibu-ibu Kampung Ngaglik RW 8 memperlihatkan beragam jajanan yang diproduksi oleh warga kampung, Rabu (2/10). 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kampung Ngaglik dijuluki sebagai kampung lumpia.

Bagaimana tidak, para warga di kampung ini telah memproduksi lumpia sejak sekitar tiga puluh tahun yang lalu.

Hal itu disampaikan oleh fasilitator Kelurahan Kapasari, Ita Musayana.

Ita mengatakan, usaha lumpia warga dijalankan secara turun-temurun.

"Dulu, katakanlah, usaha awal dari nenek atau kakek, kemudian turun ke ibu atau ayah, kemudian ke anak, dan seterusnya," ungkap Ita ditemui di kampung, Rabu (2/10/2019).

Penampakan Rumah Bebby Fey di Kampung, Lihat Ruang Makan Rival Atta Halilintar, Mewah atau Biasa?

Sebutan kampung lumpia, ungkapnya, merupakan pemberian dari masyarakat yang sering memesan produk lumpia di kampung Ngaglik.

"Mungkin julukannya sudah ada sejak 15 tahun yang lalu. Orang-orang kan suka pesan lumpia di sini, kalau ditanya beli di mana, jawabnya di kampung Ngaglik. Akhirnya dijuluki Kampung Lumpia," paparnya.

Tak ayal, produk lumpia dari kampung itu telah terdistribusi di penjuru kota Surabaya.

Mulai dari pasar, tempat wisata, hingga fasilitas umum.

Jika ditotal, ungkapnya, sudah ada sekitar 70 produsen lumpia di RW 8.

Warga Kapasan Surabaya Olah Limbah Kardus Jadi Miniatur Kapal Perang untuk Percantik Kampung

Ita mengungkapkan, di RW 7 dan 6 juga ada yang produksi, hanya saja tak sebanyak di RW 8.

"Surabaya mulai dari ujung sana sampai ujung sini, banyak yang jual lumpia dari kampung ini. Mulai dari PGS, Pasar Atom, Wisata Ampel, daerah rumah sakit RSUD Dr Soetomo, Taman Bungkul, hingga sederet penjual di Jalan Kusuma Bangsa," papar Ita.

Lumpia dari Ngaglik, lanjutnya, memiliki rasa dan ciri khas yang berbeda.

Lumpianya lebih kriuk. Selain itu juga berbentuk panjang namun dengan isi hanya separuh.

Untuk membuatnya, Ita menjelaskan, ada beberapa warga yang memproduksi semuanya sendiri, ada pula yang meminta bantuan tetangga sekitar.

Bangga Nikahi 6 Wanita Bule dari 6 Negara, Vicky Prasetyo: Jangan Pernah Remehkan Mimpi Anak Kampung

"Kalau pesanannya banyak, misalnya, ada yang minta bantuan warga. Seperti untuk membersihkan daun bawang, membuat kulit lumpia, dan lain-lain," ungkapnya.

Meskipun yang membuka usaha jajanan lumpia terbilang banyak, namun para warga tidak saling menjatuhkan.

Malah, mereka saling membantu satu sama lain.

"Kalau ada yang sakit, minta tolong sama yang lain. Mereka sudah punya pelanggan sendiri-sendiri. Jadi, saling membantu," katanya.

Satu di antara pengusaha lumpia, Kuswandi, atau yang lebih akrab disapa Ipung, mengatakan sudah sekitar 30 atau 35 tahun ia memproduksi lumpia.

Warga Kampung Nelayan Kenjeran Surabaya Unggulkan Ikan Asap Jadi Ikon Kampung, Sudah Turun Temurun

Bersama istrinya, Sriatun, Ipung memproduksi setidaknya 600 lumpia per hari.

"Kami memproduksi secara higienis. Kalau digoreng hari ini ya dijual hari ini, tidak menginap. Makannya, saya nggak jual secara online," tuturnya.

Satu lumpia, ungkapnya, dibandrol harga Rp 2 ribu kepada tengkulak dan Rp 3 ribu untuk ecer.

"Saya bertahan (menjual) lumpia karena ini merupakan ciri khas saya. Saya sudah punya pelanggan tetap," pungkasnya. (Surya/Christine Ayu Nurchayanti)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved