Profil-Biodata Soe Hok Gie, Lahir 17 Desember, Aktivis Penentang Kediktatoran Pemerintah Orde Baru
Soe Hok Gie mengenyam bangku sekolah dasar di SD Shinwa di Jakarta. Semasa SD, ia sudah sangat hobi membaca, terutama karya-karya sastra.
TRIBUNJATIM.COM - Kemarin 77 tahun yang lalu, 17 Desember 1942, merupakan hari kelahiran dari Soe Hok Gie.
Soe Hok Gie merupakan aktivis pemuda Indonesia sekaligus mahasiswa di era pemerintah Soekarno dan Soeharto lahir.
Gie dikenal sebagai seorang aktivis yang secara lantang melawan rezim awal Indonesia pasca-kemerdekaan.
• 17 Desember 1905, Kelahiran Simo Hayha, Sniper Mematikan Dunia dengan Julukan Malaikat Maut Putih
Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Apabila Gie saat ini masih ada, berarti kemarin adalah hari ulang tahunnya yang ke-77 tahun.
Semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, Gie mengenyam pendidikan di SMA Kolese Kanisius.
Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra pada tahun 1962.
• Ada 9 Temuan Benda Purbakala Selama 2019, BPCB Jatim Bakal Kuak Interpretasi Baru Sejarah Majapahit
Biografi Singkat Soe Hok Gie dilansir dari Kompas.com:
Tak hanya sebagai aktivis, Gie juga dikenal sebagai pelopor awal pencinta alam di Indonesia.
Pergolakan politik tahun 1966 menjadi panggung penting bagi Gie untuk melontarkan ide-ide kritisnya.
Pada 1966, ketika mahasiswa turun ke jalan dengan aksi Tritura-nya, Soe Hok Gie termasuk dalam barisan paling depan.
• Hari AIDS Sedunia, Whisnu Sakti Buana Turun ke Jalan, Gelar Aksi Bareng Ratusan Relawan dan Aktivis
Bahkan, ia sering disebut-sebut sebagai tokoh kunci terjadinya aliansi mahasiswa-ABRI pada 1966.
Pada tahun-tahun pertama pesta kemenangan Orde Baru, ketika 13 orang pimpinan mahasiswa diangkat menjadi anggota parlemen, Soe Hok Gie justru bergeming oleh tawaran tersebut.
Ia lebih memilih dan tetap bertahan pada posisinya sebagai unsur moral force, yakni dengan cara back to campus menggalang kekuatan alternatif sejati.
• Cerita Kengerian Orde Baru, Misi Tumpas Kejahatan Lari Lalu Tembak Mati, Mayat Berserakan di Jalan
Orde Baru, menurut Gie, adalah situasi ketika masyarakat Indonesia sangat haus akan tertib hukum.
Setiap hari terdengar cerita-cerita tentang oknum-oknum yang menampar rakyat biasa.
Hal ini membuat Gie terus bersuara agar rakyat jangan sampai menjadi muak dan apatis terhadap pemerintahan.
• Profil-Biodata Emil Salim, Mantan Menteri Era Orde Baru yang Dibentak Arteria Dahlan di Mata Najwa
Dalam menuliskan respon terhadap masalah- masalah aktual pada zamannya itu, tak segan Gie menyebut nama seseorang/pelaku yang terlibat.
Akan tetapi, peran Gie tersebut nyaris tidak bisa ditemui dalam banyak buku sejarah.
Ismet NM Haris, dalam artikelnya "Teladan Seorang Mantan Demonstran" yang dimuat di Harian Kompas, 9 April 1994, menyebutkan, ketidakhadiran nama Gie dalam buku-buku sejarah lebih disebabkan faktor kekhilafan ketimbang unsur kesengajaan.
• Sosok Jenderal yang Sempat Nyalip Soeharto, Saat Orde Baru Nasibnya Pun Berbeda
Menurut dia, banyaknya pelaku sejarah saat itu, mungkin saja dianggap memiliki tingkat kredibilitas moral melebihi Soe Hok Gie.
Lebih dari sekadar nama yang nyaris terlupakan dalam kesejarahan di Indonesia, Gie adalah teladan menarik yang hingga kini belum ada duanya.
Akhir hidup Perjuangan Gie dalam melawan kediktatoran pemerintah Orde Baru harus berakhir pada 16 Desember 1969 pada usia 27 tahun.
• Cerita Preman yang Diburu Aparat di Orde Baru, Ditegur Pria Bersenjata Saat Duduki Karung Isi Orang
Ia meninggal dunia sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 ketika sedang mendaki puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru. Kala itu, Gie menghirup gas beracun.
Gie meninggal bersama Idhan Lubis di Puncak Semeru. Satu tahun setelah meninggal, Gie menerima hadiah Kehormatan Zakse pada September 1970.
Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 5 September 1970, keputusan itu berdasarkan hasil penilaian hasil dewan juri "Zakse Prize" setelah memerhatikan kaya-karya Gie.
(Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "17 Desember, Selamat Ulang Tahun Soe Hok Gie!"
• Gelar Aksi Demo di Depan DPRD Jatim, BEM Nusantara Peringati Tumbangnya Orde Baru
Profil-Biodata Soe Hok Gie dikutip dari TribunnewsWiki.com:
Pendidikan

Soe Hok Gie mengenyam bangku sekolah dasar di SD Shinwa di Jakarta. Semasa SD, ia sudah sangat hobi membaca, terutama karya-karya sastra.
Lulus dari SD Shinwa, Gie kemudian melanjutkan sekolahnya di SMP Strada, Gambir, Jakarta Pusat.
Namun ketika akan naik ke kelas 3, Gie harus kembali mengulang ke kelas 2.
Namun Gie enggan mengulang, ia lebih memilih untuk pindah ke sekolah lain. Gie akhirnya pindah ke sebuah SMP Kristen Protestan di Jakarta.
Lulus dari SMP, Gie kemudian melanjutkan ke salah satu sekolah terbaik, SMA Katholik Kolose Kanisius mengambil jurusan Sastra.
Lulus dari SMA pada 1962, Soe Hok Gie melanjutkan kuliah ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan lulus pada 1969 setelah menyelesaikan skripsinya tentang sejarah pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun.
• Marsinah Jadi Sosok Pejuang Hak Buruh dan Terbunuh Saat Masa Orde Baru, Begini Kondisi Makamnya Kini
Riwayat Karier
Sebelum lulus dengan sebagai sarjana Ilmu Sejarah UI dan menjadi dosen di almamaternya, Soe Hok Gie dikenal sebagai seorang aktivis pemuda.
Dia begitu kritis dengan kebijakan pemerintah saat itu yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Kekritisan Soe Hok Gie sudah diasah ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar.
Bersama kakaknya, Soe Hok Djin yang kemudian mengubah namanya menjadi Arief Budiman, Gie sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman baca di tepi jalan di Jakarta.
• Sejarah Hari Buruh yang Diperingati Tiap 1 Mei, May Day Dulu Sempat Dilarang Soeharto di Orde Baru
Sejak masih SD, Soe Hok Gie bahkan telah membaca karya-karya sastra yang serius seperti karya Pramoedya Ananta Toer.
Kegemarannya pada sastra mungkin karena keturunan dari sang ayah, Soe Lie Pit (Salam Sutrawan) yang juga seorang penulis dan sastrawan.
Ketika duduk di bangku SMA, kemampuan Gie di dunia sastra diasah semakin dalam, ia juga mulai tertarik dengan ilmu sejarah.
Di samping itu, kesadaran Gie akan dunia politik mulai tumbuh. Ia mulai melahirkan tulisan-tulisan yang tajam dan penuh kritik kepada pemerintah.
• Mantan Menteri Era Orde Baru, Emil Salim Datang ke Banyuwangi Napak Tilas Kantor Ayahnya
Ketika mahasiswa, Gie dikenal sebagai pendiri Mahasiswa Pecinta Alam Prajnaparamita Fakultas Sastra UI pada 12 Desember 1964. Gie sendiri memiliki nomor anggota M-007-UI di organisasi itu.
Ia sangat hobi mendaki gunung, tempat kesukaannya adalah Lembah Mandalawangi di Gunung Pangrango.
Berbagai gunung telah ia taklukan seperti Gunung Gede, Pangrango, Slemat, dan gunung-gunung lain di Jawa.
Selain aktif di Mapala, Gie juga menjadi bagian penting dari pergerakan mahasiswa kala itu. Banyak yang meyakini gerakan Gie dan teman-temannya memiliki pengaruh besar terhadap tumbangnya rezim Orde Lama.
• Pernyataan Titiek Soeharto Dikritik PDIP, Kubu Jokowi Malah Akui Tiru Program Orde Baru: Setuju Dong
Gie juga menjadi salah satu orang pertama yang mengkritik Orde Baru saat itu.
Gie pernah tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sosialis (GM Sos) yang kemudian semakin mengasah wawasannya terkait permasalahan yang ada di Indonesia.
Soe Hok Gie pernah bertemu dengan Presiden Soekarno. Saat itu, ia ditunjuk untuk mewakili mahasiswa yang setuju dengan asimilasi.
Dalam catatan harian yang kemudian dibukukan dengan judul “Catatan Seorang Demonstran”, Soe Hok Gie mengagumi Soekarno sebagai teman bicara.
• Benda Terakhir yang Dibawa Soekarno Pergi dari Istana, Disembunyikan dari Soeharto, Dibungkus Kertas
Namun Gie tidak menyukainya sebagai seorang pemimpin.
Menurut Gie, Soekarno terlalu banyak menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak perlu seperti untuk membangun patung dan hotel.
Tetapi rakyatnya yang miskin dan kelaparan tidak pernah dihiraukan oleh Sukarno.
“Sebagai manusia saya kira saya senang pada Bung Karno, tetapi sebagai pemimpin, tidak!,” kata Gie dalam Catatan Seorang Demonstran.
• Taktik Ampuh Kopassus Lumpuhkan Dukun PKI Mbah Suro di Padepokannya, Dikenal Sakti & Kebal Senpi
Pasca tragedi 30 September 1965, gerakan mahasiswa menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI.
Mereka kemudian membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
KAMI sendiri terdiri dari berbagai elemen seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekertariat Bersama Organisasi Mahasiswa Lokal, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia, Mahasiswa Pancasila, Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia, serta Ikatan Mahasiswa Djakarta.
Kendati tidak tergabung dalam kesatuan aksi manapun, namun Gie memberikan pengaruh besar pada pergerakan aksi.
• TERJAWAB Teka-teki Lokasi Soeharto Berada Saat Malam G30S/ PKI Beraksi, Kabar Bersemedi Pun Terkuak
Gie bahkan memimpin long march Fakultas Sastra UI, mereka berjalan dari Salemba ke Rawamangun.
Selain menuntut dibubarkannya PKI, aksi tersebut juga menuntut pemerintah untuk menurunkan harga barang pokok.
Selain melalui aksi, Gie juga aktif menyuarakan perjuangannya melalui tulisan-tulisannya di berbagai media.
Tulisannya yang tajam selalu bisa menyulut api perlawanan mahasiswa hingga membuat pemerintah saat itu kalang kabut.
Pasca runtuhnya Orde Lama, kekritisan Gie sama sekali tidak mengendur.
• Sosok Anggota PKI Kebal Peluru & Tak Gentar Dieksekusi Mati TNI, Akhirnya Tewas Pasca Ucap 1 Kata
Gie mengkritik keras tindakan pemerintah Orde Baru yang melakukan pembantaian terhadap anggota atau simpatisan PKI di Bali saat itu.
Di masa-masa itu juga, Gie mendatangi beberapa daerah seperti Purwodadi dan Semarang untuk melihat bagaimana peristiwa penjegalan itu terjadi.
Semua kisah itu Gie tuliskan dalam suratnya kepada Herbert Feith, sahabat diskusinya di Australia yang belakangan menulis tentang Indonesia.
Meski menentang pembantaian orang-orang PKI, namun Gie bukanlah orang komunis. Ia bahkan anti dengan komunisme.
• Terkuak Cara Kopassus Lumpuhkan Dukun PKI Mbah Suro yang Kebal Senjata di Padepokan, Tak Bisa Damai
Alasan Gie menentang pembantaian itu karena menurut dia setiap orang memiliki hak untuk hidup dan memilih sesuatu.
Gie menyelesaikan kuliahnya pada 1969 setelah menyelesaikan tugas akhirnya tentang berdirinya organisasi Marxis di Indonesia dan Pemberontakan PKI di Madiun.
Gie tergolong sangat berani karena telah mengangkat isu yang sangat jarang orang berani mengungkapkannya pada saat itu.
Akibatnya, Gie banyak mendapat teror dari mulai surat kaleng sampai diserempet mobil.
• Jenderal TNI Lolos Pembantaian Saat G30S/PKI karena Perintah Soekarno, Sosoknya Dihormati Agen CIA
Tugas akhirnya tersebut kemudian dibukukan menjadi Prang di Persimpangan Kiri Jalan dan Di Bawah Lentera Merah.
Gie juga pernah melakukan studi banding ke Amerika Serikat. Ia mendapat tawaran dari Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk melakukan studi banding ke beberapa kampus di sana.
Gie melakukan perjalanan selama 75 hari. Beberapa kampus yang dia kunjungi di antaranya University of Hawaii di Honolulu, Willamette University di Oregon, Texas Southern University di Houston, sampai Cornell University di New York.
Selama masa studi banding itu, Gie kerap ikut dalam berbagai diskusi yang bertema perjuangan kelas sampai pada urusan ekonomi-politik global.
• Kesaksian Ajudan Soal Firasat Jenderal Korban PKI, Ruang Ber-AC Jadi Panas & Marah Soal Mesin Ketik
Gie merasa topik-topik tersebut sangat cocok dengan problema yang sedang dihadapi oleh Indonesia saat itu.
Gie juga sempat menyaksikan aksi gerakan mahasiswa di Willamette University yang memboikot anggur California.
Gie akhirnya mengembuskan napas terakhirnya di Gunung Semeru, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-26.
Sebelum melakukan pendakian ke Semeru, Gie sempat mengirim lipstick, bedak, dan kutang kepada teman-temannya di DPR GR yang telah menghianati perjuangan mereka.
• CICS Tegaskan Ada Potensi Kebangkitan PKI Lewat Terbitnya SKKPH yang Dikeluarkan Komnas HAM
Siapa sangka, ternyata itulah bentuk protes terakhir dalam hidup Soe Hok Gie.
Ia juga sempat menuliskan catatan sebelum ia dan teman-temannya melakukan pendakian ke Semeru. Catatan tertanggal 8 Desember itu seolah menjadi pesan pamitannya.
“Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke Semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat,” tulis Soe Hok Gie seperti yang tertulis dalam Catatan Seorang Demonstran.
Gie meninggal setelah menghirup gas beracun di puncak Semeru pada 16 Desember 1969. Hal ini menjadi pukulan telak bagi orang-orang terdekatnya.
• Hari Kesaktian Pancasila, Kisah Pendudukan PKI di Madiun, Kaji Mbing: Madiun Bukan Kampungya PKI
Di akhir-akhir hidupnya, Gie merasakan kesendirian yang sangat luar biasa. Perlahan, orang-orang terdekatnya mulai menjauhinya karena takut dituduh terlibat dan berkawan dengan PKI.
Banyak orang yang mengagumi dan membutuhkannya, tapi sangat sedikit yang mau terlibat dan menemani Gie untuk berjuang bersama.
Proses evakuasi jenazah Gie di Puncak Semeru juga cukup dramatis, hal ini diceritakan oleh teman-temannya yang mendaki bersama saat itu dalam buku “Soe Hok Gie; Sekali Lagi”.
• Taktik Jitu Kopassus Lumpuhkan Dukun PKI Mbah Suro di Padepokannya, Dikenal Sakti & Kebal Senpi
Proses evakuasi tersebut memakan waktu sekitar satu minggu karena sulitnya medan dan cuaca yang tidak mendukung.
Pada 24 Desember 1969, Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo. Namun berselang 2 hari, makamnya harus dibongkar untuk dipindah ke Pekuburan Kober, Tanah Abang.
Pada 1975, Gubernur Ali Sadikin membongkar Pemakaman Kober, sehingga makam Soe Hok Gie harus dipindahkan kembali.
Namun keluarga dan rekan-rekan Gie menolak.
Mereka memutuskan untuk mengkremasi tulang-belulang Gie dan kemudian menebarkan abunya di Gunung Pangrango, tempat kesukaan Gie semasa hidupnya.
• 7 Tokoh yang Kepergiannya di Tahun 2019 Meninggalkan Duka, BJ Habibie hingga Ani Yudhoyono
Karya
- Catatan Seorang Demonstran, diterbitkan pertama tahun 1983
- Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan, diterbitkan pertama tahun 1997
- Di Bawah Lentera Merah, diterbitkan pertama tahun 1999
- Zaman Peralihan
• Nasib Sarwo Edhie Seusai G30S/PKI, Sering Melamun hingga Dicopot dari Jabatannya: Bunuh Saja Aku
Artikel ini telah tayang di TribunnewsWiki.com dengan judul Soe Hok Gie