Mitigasi Bencana Warga Pacitan saat Musim Hujan Tiba, Tak Mau Banjir Bandang 2017 Kembali Terjadi
Warga Pacitan mempersiapkan segala upaya saat musim hujan tiba. Sebab tak ingin banjir bandang 2017 kembali terjadi.
Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM, PACITAN - Pada 27-28 November 2017 lalu, terjadi banjir bandang dan juga longsor di Kabupaten Pacitan.
Banjir dan yang longsor yang disebabkan Siklon Tropis Cempaka ini menyebabkan 20 korban meninggal dunia.
Banjir di Pacitan pada 2017, merupakan banjir terbesar dengan dampak paling parah dalam sejarah di Kabupaten Pacitan.
• Cara BPBD Jember Mitigasi Bencana saat Musim Hujan Tiba, Berikut Daftar Kawasan Rawan Banjir-Longsor
Curah hujan ekstrem dengan intensitas 383 milimeter per hari telah menyebabkan banjir dan merusak sekitar 1709 rumah.
Dahsyatnya banjir pada saat itu, membuat warga Kabupaten Pacitan mengalami trauma hingga kini.
Apalagi, sebulan terakhir, hampir setiap hari turun hujan di Kabupaten Pacitan.
Satu di antaranya, Dodik Suko Prasongko (39) warga Desa Sirnoboyo, Kecamatan/Kabupaten Pacitan.
Masih teringat jelas di kepalanya, bagaimana banjir 2017 di Kabupaten Pacitan yang telah merengut ayah kandungnya, Mislan (75).
Pagi itu, 28 November 2017, air sudah mencapai sekitar dua meter dari tanah di depan rumahnya.
• Penyebab Keracunan Masal Ikan Tongkol di Malam Tahun Baru, Warga Jember Diduga Tak Tahu Cara Olahnya
Tidak ingin terjebak banjir, akhirnya Dodik mengevakuasi dua anaknya, istrinya, dan juga ibunya.
"Sekitar pukul 10.00, pagi. Air di depan rumah sudah setinggi dua meter, saya kemudian mengevakuasi keluarga saya, pakai debog (batang pohon pisang) yang dirakit," katanya saat ditemui di rumahnya, Sabtu (5/1/2019) siang.
Dia menuturkan, saat itu ayahnya, Mislan, masih berada di rumah.
Saat itu, ayahnya tidak ikut lantaran mengira air akan segera surut, selain itu lantai rumahnya juga sudah ditinggikan sekitar satu setengah meter dari tinggi halaman rumah.
Saat akan kembali ke rumah untuk mengevakuasi ayahnya, banjir ternyata semakin tinggi dan arus semakin kencang.
"Ketika itu air tidak juga surut, saya berpikir kalau air berhenti (tidak ada arus), saya terjun berapa pun dalamnya. Karen nggak berhenti mengalir saya mengurungkan niat. Apalagi tenaga saya sudah habis waktu itu," katanya.
• Warga Tulungagung Tewas Jadi Korban Banjir Jakarta, Tak Mampu, Pemulangan Jenazah Terkendala