Ribuan Buruh Demo DPRD Jatim, Tolak RUU Omnibus Law: Kami Tolak RUU 'Cilaka'
Tolak RUU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law), ribuan buruh demo Gedung DPRD Jawa Timur.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Gedung DPRD Jawa Timur didemo ribuan buruh, Senin (20/1/2020).
Aksi demo itu menuntut DPRD dapat menyampaikan aspirasi kepada DPR RI untuk tak mengesahkan RUU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law).
Apin Sirait, Ketua Perda, KSPI Jawa Timur menyebut sejumlah alasan pihaknya menolak RUU tersebut.
"Prinsipnya, kami prihatin dengan adanya RUU Cilaka, Cipta Lapangan Kerja ini," kata Apin pada awal penjelasannya.
• Guru di Lamongan Pukul Kepala Siswa Pakai Tiang Besi, Polisi Turun Tangan, Korban Jalani Visum
• Tak Hanya Pemusatan Latihan, Timnas U-19 Indonesia Juga akan Jalani 5 Laga Uji Coba di Thailand
RUU tersebut dinilai banyak merugikan ketenagakerjaan.
"Kami keberatan, sebab RUU Omnibus Law bukan hanya menghilangkan beberapa UU. Diantaranya, tentang ketenagakerjaan dan beberapa pasal di dalamnya," katanya.
Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Jazuli, sebagai elemen buruh yang berunjuk rasa menjelaskan beberapa contoh detail pasal yang akan dihapus dalam RUU tersebut.
"Kita berhadapan dengan masalah yang serius dan masa depan bangsa. Kalau melihat draf yang disampaikan Kementerian Tenaga Kerja dan Menko Perekonomian sungguh memprihatinkan," katanya.
• Rekrutmen Pemain Liga 1 Tanpa Tes Kesehatan Dulu, Begini Cara Arema FC Bila Kedapatan Anggota Cedera
• VIRAL Kisah Jenazah Pelaut Enrekang Dibuang ke Laut, Ada Penyakit, Keluarga Pasrah: Sulit Diwujudkan
Pihaknya menyebut adanya potensi penghapusan pasal dalam RUU tersebut. Di antaranya UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"UU tersebut berisi ratusan pasal, namun hanya ada sekitar 10 pasal yang ditarik ke dalam UU yang baru. Di antaranya pasal pesangon, upah, dan pekerja asing," katanya.
Misalnya upah. Pihaknya mengutip RUU yang disampaikan pemerintah, akan ada pengalihan penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. "UMK memang tidak dihilangkan, namun UMK akan ditetapkan oleh pemerintah pusat," ungkapnya.
"Artinya, tidak ada kewenangan pemerintah daerah, namun akan diserahkan pemerintah pusat. Masa harus begitu? Padahal, yang tahu masalah di daerah adalah pemerintah daerah," jelasnya.
• 7 Dekorasi untuk Meriahkan Tahun Baru Imlek 2020, Karakter Fu Terbalik hingga Door Couplets
• VIRAL Banjir di Darmo Park Mayjen Sungkono, DPRD Panggil Dinas PU Surabaya: Minta Penjelasan
Kemudian, pemangkasan tunjangan PHK. Pada UU yang ada saat ini, pekerja yang terkena PHK akan mendapatkan pesangon 35 kali upah bulanan.
"Namun, kami mendengar bahwa tunjangan PHK di RUU yang baru hanya sekitar 6 bulan upah. Tentu, siapapun yang mendengar ini pasti akan marah. Kalau di Perancis yang menambah usia pensiun saja didemo, begitu pun di sini!," tegasnya.
Tak berhenti di situ, buruh juga menilai RUU yang baru menimbulkan kelonggaran perekrutan tenaga kerja asing. "Untuk pekerja asing, hari ini perusahaan diperbolehkan merekrut tenaga asing untuk staf, bukan sekadar pemimpin. Lha ini pekerjaan untuk siapa? Asing atau pekerja lokal?," jelasnya.