Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Nenek Asal Surabaya Yang Terjerat Kasus Dugaan Pemalsuan Akta Otentik Ajukan Eksepsi Dibebaskan

Majelis hakim pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Johanis Hehamony menggelar sidang perkara dugaan pemalsuan akta otentik dengan terdakwa

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Yoni Iskandar
Surya/samsul Arifin
Hj. Siti Aisyah saat jalani tahap II di Polrestabes Surabaya beberapa waktu lalu. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Majelis hakim pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Johanis Hehamony menggelar sidang perkara dugaan pemalsuan akta otentik dengan terdakwa Hj Siti Asiyah (80), seorang nenek warga Jl. Gayungan V, Surabaya

Sidang digelar dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan oleh tim penasehat hukum terdakwa, Samuel Bonaparte Hutapea dan Dumoli Siahaan.

Dalam berkas eksepsinya, tim penasehat hukum terdakwa secara tegas mengatakan bahwa uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pompy Polansky tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap.

“Penuntut Umum tidak menguraikan definisi, hakekat, hartiah dan pengertian Akta, apakah kwalifikasinya sama dan setara dengan ‘Surat Tanda Penerimaan Laporan kehilangan/rusak barang/surat - surat berharga nomor: STPL/394/V/2017/SPKT JATIM,” ujar Samuel membacakan berkas eksepsinya.

Jelang PSBB Malang Raya, Dapur Umum TNI Polri Tingkatkan Kapasitas Produksi

Niat Tulus Nikita Willy Khatamkan Alquran Sebelum Lebaran Terwujud, 2 Sosok Ikut Andil: Terima Kasih

Gerindra Jawa Timur Sebut Waktu Ideal Pencoblosan Pilkada pada Maret Tahun Depan

Ketidakcermatan dakwaan jaksa juga terlihat dari uraian penjelasan antara Eigendom Verponding 7159 dan Petok D. Jaksa berpendapat bahwa Eigendom Verponding merupakan tanah eks Hindia Belanda, sedangkan Petok D adalah Surat Tagihan Pajak yang objeknya adalah tanah Yasan (tanah hak milik) yang pengaturannya tunduk kepada hukum adat.

“Jelas uraian jaksa ini sangat tidak cermat, karena semua hukum pertanahan dan agraria telah diatur dengan lengkap dalam UUPA No.5 Tahun 1960 dan konversi serta pengaturan pendaftarannya diatur dengan PP No 10 Tahun 1961 dan PP no 24 Tahun 1994, maka tidak ada pengertian tunduk kepada hukum adat,” lanjutnya, Rabu, (13/5/2020). 

Menurut Samuel, Eigendom Verponding adalah bukti kepemilikan tanah di pemerintahan Kolonial Belanda dan bilamana dikonversi menurut UU Rl akan menjadi bukti hak milik.

“Dakwaan yang disusun jaksa merupakan hasil dari copy paste alias salinan ulang secara utuh. Sangat tidak cermat, sehingga berdasarkan pasal 143 ayat 3 KUHAP, seharusnya dakwaan jaksa dinyatakan batal demi hukum,” tambah Samuel.

Masih Samuel, kejanggalan dalam perkara ini, bagaimana Eigendom Verpond ing yang adalah Hak Milik berubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) yang diakui jaksa bahwa  seluruh wilayah Kelurahan Menanggal adalah tanah Negara bekas Eigendom Vervonding 7159.

“Jadi kita memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa perbuatan terdakwa memohon surat STPL/394/V/2017/SPKT JATIM, tanggal 8 Mei 2017 yang diterbitkan oleh Polda Jatim bukan merupakan tindak pidana. Menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan membebaskan terdakwa Hj Siti Aisyah dari status tahanan rumah,” bebernya. 

Terpisah, jaksa Pompy Polansky dari Kejari Surabaya saat dikonfirmasi mengatakan bantahan yang diajukan tim penasehat hukum terdakwa itu merupakan hal yang wajar dilakukan.

“Itu hak tim penasehat hukum terdakwa, kita tetap pada dakwaan,” singkatnya.

Lebih lanjut, terkait perkara yang menimpa kliennya tersebut, Samuel menilai ada kejanggalan. Hal ini disebabkan kliennya dijadikan tersangka dalam kasus tuduhan pemalsuan akte otentik saat mengurus kehilangan surat tanahnya.

“Klien kami mempunyai sebidang tanah di kawasan Menanggal Gayung Sari Timur, Cipta Menanggal, Surabaya atas peninggalan dari suaminya yang merupakan mantan pejuang pembebasan Irian Barat,” ujar Samuel.

Namun, surat tanah peninggalan almarhum suaminya tersebut hilang dan hanya memiliki legalisir leter C, sehingga berencana mengurus surat-surat.

“Karena hanya memiliki legalisirnya saja, atas saran warga klien kami membuat laporan Polisi atas hilangnya surat tanahnya. Namun, disini ada pihak lain yang mengakui tanahnya tersebut dan melaporkan secara pidana,” katanya.

Lanjut Samuel, karena terjadi sengketa, sehingga kasus ini dilakukan langkah hukum perdata dan sampai saat ini masih berjalan dan belum ada putusan pengadilan. Tapi hukum pidananya sudah berjalan, ini kan aneh,” tandasnya. 

Samuel mengaku heran dengan langkah penyidik yang menetapkan kliennya sebagai tersangka, atas laporan kehilangan surat yang dibuat kliennya.

“Surat-surat belum dibuat, hanya laporan polisi. Apakah laporan itu sebagai bukti otentik ini aneh,” pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved