Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

DPRD Jember Secara Politis Memakzulkan Bupati Jember

DPRD Jember bersepakat menyatakan pendapat 'memberhentikan Bupati Jember Faida' dari jabatan bupati Jember.

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM/SRI WAHYUNIK
Rapat paripurna hak menyatakan pendapat (HMP) DPRD Jember, Rabu (22/7/2020). 

TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - DPRD Jember bersepakat menyatakan pendapat 'memberhentikan Bupati Jember Faida' dari jabatan bupati Jember. Kesepakatan menyatakan pendapat ini disampaikan dalam rapat sidang paripurna DPRD Jember, Rabu (22/7/2020).

Rabu (22/7/2020) mulai pukul 11.00 Wib, DPRD Jember menggelar rapat paripurna beragendakan 'Usul Hak Menyatakan Pendapat (HMP) DPRD Kabupaten Jember terhadap Bupati Jember'. Paripurna yang digelar tanpa istirahat itu berakhir pukul 15.00 Wib.

Rapat paripurna tersebut seharusnya beragendakan lima agenda yakni pembacaan usulan HMP, pendapat fraksi atas usulan HMP, pendapat bupati atas usulan HMP, jawaban pengusul atas pendapat bupati, dan pengambilan keputusan.

Tetapi dalam sidang selama empat jam tersebut, agenda ketiga dan keempat tidak dilakukan. Sebab Bupati Jember Faida tidak hadir di rapat paripurna itu, sehingga jawaban pengusul atas pendapat bupati juga ditiadakan. Agenda yang dilakukan adalah pembacaan usulan HMP oleh pengusul, dilanjutkan dengan pendapat fraksi atas usulan HMP, dan terakhir pengambilan keputusan.

Wakil Ketua DPRD Jember yang menjadi pemimpin rapat sidang paripurna, Ahmad Halim mengatakan kepada anggota dewan peserta sidang, jika Bupati Faida mengirimkan surat kepada ketua DPRD Jember. Melalui surat bertanggal 21 Juli itu, Bupati Faida akan menghadiri rapat paripurna itu melalui media 'video conference'.

Pemancing Temukan Mayat Tubuhnya Penuh Tatto di Sungai Brantas Kota Kediri

DPRD Sepakat Berhentikan Bupati Jember Faida, Pendapat Bakal Dilanjutkan ke Mahkamah Agung

Kapolda Jatim Bagikan Obat Herbal Ini, Diklaim Mampu Sembuhkan Gejala Ringan Pasien Covid-19

Alasan yang dipakai bupati Jember itu adalah situasi saat ini masih masa pandemi, dan adanya penambahan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Jember.

Faida juga mengatakan berdasarkan rekapitulasi data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jember, Kecamatan Sumbersari masuk dalam zona merah. Kecamatan Sumbersari merupakan lokasi gedung DPRD Jember.

Alasan ketiga adalah mengurangi pertemuan atau rapat secara tatap muka yang berpotensi meningkatkan penyebaran Covid-19 di Kabupaten Jember.

Surat dari bupati Jember tersebut disampaikan oleh Halim kepada anggota dewan peserta sidang. Halim juga menuturkan, ketua DPRD Jember sudah membalas surat tersebut, dan menegaskan jika pelaksanaan rapat paripurna dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Kemudian pada Selasa (21/7/2020) malam, bupati Jember kembali mengirimkan surat kepada ketua DPRD Jember. Surat itu menegaskan isi surat sebelumnya yang tetap meminta untuk menghadiri rapat paripurna tersebut secara daring. Dalam surat kedua, ada lima alasan yang disampaikan Faida kenapa rapat paripurna bisa dilakukan secara daring.

Alasan yang disampaikan selain untuk karena di masa pandemi, juga ada alasan dalam situasi tidak normal bupati bisa memberikan pendapatnya di rapat paripurna Hak Menyatakan Pendapat secara daring. Alasan lain, kehadiran bupati secara langsung dikhawatirkan akan membuat masyarakat, baik yang mendukung maupun menolak penggunaan HMP, akan datang menyampaikan aspirasi ke gedung dewan. Sementara, berkumpulnya banyak orang dalam satu tempat, masih dalam surat tersebut, masih dilarang oleh Gugus Tugas/Satgas Penanganan Covid-19.

"Jadi saya tawarkan kepada peserta sidang, apakah permintaan bupati untuk hadir melalui video conference bisa diterima?," tanya Halim kepada peserta sidang.

Anggota dewan Jember yang hadir di rapat paripurna itu kompak menolak keinginan bupati Jember tersebut. Akhirnya perlengkapan dan saluran video conference yang sudah disiapkan oleh staf DPRD Jember dinonaktifkan.

Rapat paripurna dilanjutkan tanpa kehadiran bupati. Paripurna pun dimulai dengan pembacaan usulan HMP. Ada tujuh orang pembaca usulan yang tertuang dalam 120 halaman tersebut.

Berkas usulan itu berisikan materi mulai dari latar belakang persoalan yang telah disampaikan melalui Hak Interpelasi. Serta hasil penyelidikan yang dirangkum dan didapatkan selama Hak Angket dipakai anggota DPRD Jember.

Temuan dan rekomendasi ketika melakukan penyelidikan tersebut yang dipakai anggota dewan mengusulkan dipakainya Hak Menyatakan Pendapat. Pendapat yang diusulkan oleh para pengusul HMP adalah, menyatakan bupati Jember diduga melanggar sumpah janji jabatan dan melanggar peraturan perundangan, yang termasuk dalam kategori berat.

Pendapat tersebut akan dimohonkan kepada Mahkamah Agung untuk diuji. Anggota dewan juga mengusulkan kepada presiden, atau menteri Dalam Negeri untuk memberhentikan bupati Jember dari jabatan, atau memberhentikan sementara selama enam bulan.

Setelah pembacaan usulan, dilanjutkan dengan pendapat fraksi. Tujuh fraksi, atau seluruh fraksi di DPRD Jember menyetujui dipakainya Hak Menyatakan Pendapat, dan pendapat yang dihasilkan menjadi keputusan DPRD Jember. Ketujuh fraksi sepakat berpendapat meminta Mendagri memberhentikan bupati Jember dari jabatan.

"Keputusan dari rapat paripurna DPRD Jember dalam pemakaian Hak Menyatakan Pendapat terdiri atas penyataan pendapat, saran penyelesaian, dan peringatan. Pernyataan pendapat sesuai diktum pertama adalah memberhentikan Bupati Jember dr Hj Faida MMR dari jabatan bupati Jember karena dinilai melanggar sumpah janji jabatan, dan tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah seperti dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah," kata Halim ketika membacakan keputusan HMP anggota DPRD Jember.

Usai rapat paripurna, kepada wartawan, Halim mengatakan, melalui paripurna tersebut, DPRD Jember secara politis telah memberhentikan bupati dari jabatan.

"Secara politis, DPRD Jember memberhentikan bupati Jember dari jabatan. Selanjutnya proses administrasi akan kami lakukan, yakni membawa pendapat ini ke Mahkamah Agung. MA yang akan mengujinya. Untuk berapa lama prosesnya di MA, itu tergantung MA. Tetapi berdasarkan aturan MA memiliki waktu 30 hari berkas masuk dan teregister," kata Halim.

Dia mengakui proses setelah dipakainya HMP, masih panjang. Karena harus melewati mekanisme di MA. "Amanat UU begitu bunyinya," imbuh Halim.

Lalu kapan dewan akan mendapatkan berkas pendapat DPRD Jember ke MA?. "Kalau soal itu menunggu waktu, menunggu kalkulasi politik. Lazimnya 90 hari setelah HMP. Tetapi di aturan, tidak menyebut batas kedaluwarsa berkas didaftarkan ke MA," lanjutnya.

Karenanya, meskipun secara politis DPRD Jember telah memakzulkan Bupati Faida dari jabatan bupati Jember, selama belum ada surat keputusan (SK) dari presiden atau Mendagri, maka dia masih menjabat sebagai bupati Jember.

Tanggapan Bupati Jember

Sementara itu, Bupati Jember Faida dan Wakil Bupati Jember A Muqit Arief menyampaikan pendapat perihal usul Hak Menyatakan Pendapat DPRD Kabupaten Jember. Pendapat tersebut tertuang dalam satu bendel berisikan 21 halaman.

Pendapat bupati dan wakil bupati Jember tersebut diserahkan kepada anggota dewan peserta sidang rapat paripurna DPRD Jember, Rabu (22/7/2020), ketika sesi penyampaian pendapat bupati atas usulan HMP.

Sistematika pendapat kepala daerah Jember itu terbagi dalam tiga hal. Pertama, perihal konsekuensi hasil rapat koordinasi dan asistensi (mediasi) penyelesaian permasalahan pemerintahan di Kabupaten Jember yang melibatkan kepala daerah dan DPRD.

Kedua, pemenuhan aspek prosedural/aspek formil usul HMP DPRD Jember.

Ketiga, pendapat bupati Jember perihal materi yang menjadi alasan pengajuan HMP DPRD Jember.

Terkait pemenuhan aspek prosedural/aspek formil usul HMP, berikut pendapat bupati dan wakil bupati Jember, yang Surya (Tribunnetwork) kutip.

1. Bahwa penggunaan hak menyatakan pendapat sebagai hak DPRD kabupaten untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di Daerah kabupaten/kota disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket pada dasarnya bukanlah hak yang sifatnya bebas, melainkan hak yang dalam pelaksanaannya terikat kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur penggunaan hak tersebut.

2. Bahwa Pasal 78 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota mengamanatkan: “Pengusulan hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit: a. materi dan alasan pengajuan usulan pendapat; dan b. materi hasil pelaksanaan hak interpelasi dan/atau hak angket”.

3. Bahwa dalam surat DPRD Kabupaten Jember kepada Bupati Jember Nomor 170/671/35.09.2/2020 tanggal 20 Juli 2020 perihal Rapat Paripurna DPRD, Bupati Jember diundang untuk hadir dalam rangka memberikan pendapat terkait tuduhan pelanggaran terhadap implementasi merit sistem yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan pelanggaran terhadap penyusunan kelembagaan perangkat daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah sesuai hasil pelaksanaan Hak Interpelasi dan/atau Hak Angket. Namun demikian dalam surat yang dikirimkan kepada Bupati ini tidak disertai dengan dokumen pendukung sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 78 ayat (2) PP 12/2018 salah satunya tidak disertai dengan lampiran dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat.

4. Bahwa tidak diserahkannya/dilampirkannya dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat oleh pengusul hak menyatakan pendapat telah membawa kerugian kepada Bupati Jember yaitu Bupati Jember tidak dapat mengetahui secara pasti dan mendalam mengenai materi dan alasan pengajuan usulan pendapat oleh DPRD. Selain membawa kerugian bagi Bupati, maka dari aspek hukum sebagai konsekuensi tidak diserahkannya dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat juga menyebabkan usulan hak menyatakan pendapat ini tidak memenuhi prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 78 ayat (2) PP 12/2018.

5. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 79 ayat (1) PP 12/2018 maka Rapat paripuma mengenai usul pernyataan pendapat dilakukan dengan tahapan: a. pengusul menyampaikan. penjelasan lisan atas usul hak angket; b. Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan melalui Fraksi; c. Kepala Daerah memberikan pendapat; dan d. pengusul memberikan jawaban atas pandangan Anggota DPRD dan pendapat Kepala Daerah. Adanya tahapan bahwa Kepala Daerah memberikan pendapat ini mengandung konsekuensi bahwa Kepala Daerah harus mendapat dokumen mengenai materi dan alasan pengajuan usulan pendapat oleh pengusul hak menyatakan pendapat. dengan demikian kesengajaaan untuk tidak memberikan dokumen dimaksud pada dasarnya adalah tindakan yang menghalangi dapat terlaksananya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf c PP 12/2018.

6. Bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (7) PP 12/2018 disebutkan: Dalam hal usul pernyataan pendapat disetujui, ditetapkan keputusan DPRD yang memuat: a. pernyataan pendapat; b. saran penyelesaiannya; dan c. peringatan. Keberadaan Frasa “dan” dalam Pasal 79 ayat (7) PP 12/2018 ini menunjukkan sifat kumulatif dari keputusan DPRD terkait hak menyatakan pendapat yang jika diurutkan maka jika hak menyatakan pendapat pada akhirnya disetujui oleh DPRD maka keputusannya adalah dimulai dari pernyataan pendapat, dilanjutan pemberian saran penyelesaian dan kemudian peringatan. Dengan demikian tidak dimungkinkan substansi keputusan hak menyatakan pendapat diluar apa yang telah limitatif diatur dalam Pasal 79 ayat (7) PP 12/2018. Untuk itu diharapkan DPRD Jember patuh terhadap ketentuan Pasal 79 ayat (7) PP 12/2018 ini. (Sri Wahyunik/Tribunjatim.com)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved