Saluran Irigasi Jember Tertutup Bangunan
DPRD Jember Geram Developer Absen RDP Soal Saluran Irigasi Tertutup, Pemkab: Lapor ke Pemprov Jatim
Komisi B dan C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember, Jawa Timur menggelar rapat gabungan dengar pendapat, Senin (17/11/2025).
Penulis: Imam Nawawi | Editor: Sudarma Adi
Ringkasan Berita:
- RDP Gabungan: Digelar Komisi B dan C DPRD Jember (17/11/2025) untuk menindaklanjuti penutupan saluran irigasi oleh Perumahan Rengganis.
- Ketidakhadiran Developer: PT. Rengganis Rayhan Wijaya (pengembang) absen dari RDP.
- Dampak Kerugian: Produktivitas sawah menurun drastis, petani menanggung biaya sedot air sungai sebesar Rp150 ribu per kali sedot.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Imam Nawawi
TRIBUNJATIM.COM,JEMBER - Komisi B dan C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember, Jawa Timur menggelar rapat gabungan dengar pendapat, Senin (17/11/2025).
Hal ini untuk menindak lanjuti hasil inspeksi di saluran irigasi pertanian dekat kawasan Perumahan Rengganis di Keluarga Antirogo Kecamatan Sumbersari Jember tertutup.
Beberapa pihak yang hadir, diantaranya petani, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga dan Sumber Daya Air (SDA) serta Dinas Tanaman Pengan Holtikultura dan Perkebunan, hingga Dinas Penanaman Modal PTSP.
Baca juga: Saluran Irigasi Petani Jember Tertutup 5 Tahun, DPRD Ancam Cabut Izin dan Panggil Developer: RDP
Namun dari pihak developer atau pengembang perumahan dari PT. Rengganis Rayhan Wijaya, tidak hadir di rapat dengar pendapat yang berlangsung di ruang Banmus DPRD Jember.
DPRD Ancam Cabut Izin dan Libatkan Pemprov Jatim
Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto mengungkapkan, dampak penutupan saluran irigasi tersebut membuat produktifitas lahan sawah dekat perumahan itu menurun.
Dia mengatakan ketika saluran irigasi berjalan dengan normal, lahan pertanian tersebut sangat produktif. Bahkan bisa dua kali tanam padi, dan sekali palawija dalam setahun.
"Tetapi sekarang, meraka hanya bisa menanam padi sekali dan dua kali palawija. Karena tidak ketersediaan air," ujarnya.
Secara ekonomi, kata dia, para petani mengalami kerugian besar, sebab mereka harus mengeluarkan biaya lebih banyak karena harus menyedot air sungai untuk mengairi sawahnya.
"Sekali nyedot biayanya Rp 150 ribu. Kalau tanam padi saja, mereka harus menyedot air sungai berapa kali. Jadi secara ekonomi tidak bisa kita hitung jumlahnya," ungkap Candra.
Kondisi tersebut membuat petani sekitar, membuat mereka merasa takut karena lahannya sawahnya tidak terlindungi akibat pembangunan perumahan.
"Mereka hanya berfikiran lahannya tidak akan mungkin bisa produksi. Dan kedepan, kalau tidak terfasilitasi lahan sawah itu dijual dan beralih fungsi," jlentrehnya.
Oleh karena itu, Candra mengaku akan melihat dulu lokasi perumahan tersebut, guna memastikan masuk kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LPPB) atau tidak.
"Apabila masuk lahan produktif, harus ada tiga kali ganti rugi dari luas lahan yang telah dipakai. Dan tidak boleh saluran irigasi itu terdampak akibat pembangunan perumahan," imbuh Legislator Fraksi PDI Perjuangan ini.
Candra mengaku telah mengundang pihak pengembang dalam rapat ini. Karena saluran irigasi tertutup bangunan perumahan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/Rapat-gabungan-dengar-Komisi-B-dan-C-DPRD-Jember.jpg)