Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Demo Mahasiswa Lamongan Tolak Raperda RTRW Berakhir Ricuh, Saling Dorong dengan Aparat

Tidak ada jawaban pasti, para aktivis mahasiswa Lamongan kembali bergerak demo ke Gedung DPRD di jalan Basuki Rahmat menggugat Raperda RT RW

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Yoni Iskandar
surya/Hanif Manshuri
Aksi saling dorong antara mahasiswa dengan aparat kepolisian di depan Gedung DPRD Lamongan, Kamis (23/7/2020) 

Kapolres Lamongan, AKBP Harun dikonfirmasi Surya.co.id mengatakan yang terjadi hanya saling dorong.

"Tidak masalah," katanya.

Perwakilan Fornasmala, Ahmad Fajar R nekat menemui Ketua Pansus, Mahfud Shodiq dan mengungkapkan apa kemauan para aktivis.

Ketua Pansus, Mahfud Shodiq mengatakan, bahwa Raperda RTRW masih dalam proses pembahasan.

"Kan pembahasannya baru dimulai hari ini sampai Minggu (26/7/2020). Jadi baru dibahas. Bagaimana caranya langsung bila menolak Raperda, " katanya.

Diungkapkan, kalau ada redaksional Raperda yang dianggap tidak tepat, bisa diganti. Mungkin istilah banjir diganti bencana alam.

"Bisa diperbaikilah redaksinya, " katanya.

Sementara itu, para mahsiswa mengungkapkan, seperti halnya Raperda RTRW Lamongan yang memandang suatu wilayah hanya sebagai objek lahan yang diperuntukan untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Tapi tanpa memperhatikan zona ekonomi masyarakat menengah kebawah dan ekologi," kata Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)  Cabang Lamongan, Syamsudin dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Syamsudin, pada dasarnya Rencana Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan yang akan menjadi landasan hukum pembangunan selama 20 tahun kedepan terkesan tergesa-gesa dalam penyusunanya, untuk menghindari dampak negatif yang akan ditimbulkan dan harus disetiap prosesnya memperhatikan mekanisme pembuatanya, kebijakan spasial dan sektoral, masukan serta koreksi yang lebih detail dari para tokoh-tokoh masyarakat yang benar-benar mengetahui tentang potensi yang ada, supaya raperda RTRW ini bisa sesuai dengan kebutuhan Wilayah.

Selain itu, kata Syamsudin, Raperda RTRW dalam Pasal 25 pada ayat B, dijelaskan Tempat pengelolaan dan Penimbunan Akhir Limbah B3 berada di kecamatan Brondong.

"Kami Jelas Menolak karena tidak memperhatikan tentang kondisi dan fisik wilayah, sosial kependudukan, ekonomi wilayah, lingkungah hidup, pengurangan resiko bencana, dan juga penguasaan tanah," tegasnya.

Ada beberapa poin pertimbangan dalam penolakan tersebut yakni pertama subtansi pembahasan raperda ini masih belum memuat 50% lebih satu dari isi perda no 15 tahun 2011, yang semestinya status raperda ini adalah perubahan dari perda kemaren.

Kedua, mengingat Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan Raperda RTRW ini juga telah gagal dan cacat hukum karena tidak menyertakan Naskah Akademik yang berfungsi sebagai acuan untuk mengetahui kedudukan dan proses pembentukan Raperda.

Ketiga , Raperda RTRW memuat data yang tidak valid seperti halnya yang terdapat pada BAB VII Tentang penetapan kawasan rawan banjir yang meliputi kecamatan Sukorame, Sugio, Babat, Pucuk, Sukodadi, Lamongan, Tikung, Sarirejo, Deket, Glagah, Karangbinangun, Turi, Kalitengah, Karanggeneng, Sekaran, Maduran, Laren, dan Solokuro yang dimana kecamatan Sukorame dan Solokuro kalau dipandang dari sudut historis sama sekali tidak valid ketika dimasukan pada kawasan rawan banjir.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved