PMII Jatim Sebut Gerakan KAMI Tidak Relevan dengan Kondisi Indonesia: Masih Aman-aman Saja
Gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di beberapa daerah membuat ketua umum pengurus koordinator cabang PMII Jatim
Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Januar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di beberapa daerah membuat ketua umum pengurus koordinator cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur, Abdul Ghoni angkat bicara.
Menurut Ghoni, gerakan tersebut tidak relevan mengingat Indonesia masih aman-aman saja.
"Menyelamatkan Indonesia seperti apa, wong Indonesia masih aman-aman saja. PMII Jawa Timur menilai, KAMI ini merupakan gerakan manuver yang menginginkan pergantian kekuasaan," sebut Ghoni, Minggu (6/9/2020).
Menurut Ghoni, dalam perspektif organisasi atau perkumpulan masyarakat apapun memang tidak bisa dilarang, kecuali organisasi terlarang dan mengindikasikan ingin merubah pancasila atau organisasi yang berpotensi membuat makar.
• Enam Tuntutan Disampaikan PMII Tuban Atas Temuan Daging BPNT Busuk
"Yang tidak disepakati dari gerakan KAMI ini, karena KAMI merupakan gerakan politik yang berbungkus dan mengklaim gerakan moral. Jika kita bisa lihat, beberapa tokoh deklaratornya seperti Din Syamsudin, Gatot Nurmantyo. Adanya nama tersebut bisa dilihat, itu merupakan gerakan bias terhadap pasukan sakit hati pasca Pilpres," ungkapnya.
Daei kacamata Ghoni, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia dinilai merupakan gerakan multitafsir.
Menurutnya gerakan tersebut seolah-olah memiliki arti menyelamatkan Indonesia dengan cara menyampaikan pemerintahan yang sah dan berjalan ini gagal hingga perlu diselamatkan.
"Sudah jelas kan output tujuan organisasi KAMI ini, hidden agendanya untuk berupaya menggantikan kekuasaan politik yang masih sah, jadi tidak jelas," katanya.
Ghoni menilai, publik harus melihat sejarah penyelamatan dari rezim ke rezim, atau yang disebut promotor transisi, dari transisi orde lama ke orde baru dan transisi orde baru ke reformasi di pelopori para pemuda yang tidak punya kepentingan politik kekuasan, lantaran pemuda waktu itu murni ingin menyelamatkan Indonesia.
"Lihat sejarah, itu jelas. Kalau sekarang apa, komposisi KAMI hanya di isi oleh para orang orang tua yang pernah berkontestasi dalam pilpres meski tidak secara langsung terlibat. Jadi jelas tafsiran menyelamatkan itu tadi bias ke kepentingan politik mereka," pungkasnya.