Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Harga Kedelai Mahal, Perajin Tempe di Kota Blitar Kurangi Ukuran Produksi Agar Tidak Rugi

Para perajin tempe di Kota Blitar tetap bertahan berproduksi di tengah melambungnya harga kedelai. 

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Pipin Tri Anjani
SURYA/Samsul Hadi
Imam Sutanto sedang mengolah kedelai untuk bahan produksi tempe di rumahnya, Kelurahan Pakunden, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, Senin (4/1/2021). 

TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Para perajin tempe di Kota Blitar tetap bertahan berproduksi di tengah melambungnya harga kedelai

Mereka menyiasati mahalnya harga kedelai dengan mengurangi ukuran produksi tempe agar tidak merugi. 

Seperti yang dilakukan Imam Sutanto, perajin tempe dan tahu di Kelurahan Pakunden, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, ini. 

Sutanto belum menaikkan harga jual tempe ke konsumen meski harga kedelai terus naik tinggi. 

Dia memilih mengurangi ukuran produksi tempe untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. 

Baca juga: Puluhan Pasangan Bukan Suami Istri Malang Terjaring Razia Tahun Baru Dibina, Ada yang di Bawah Umur

Baca juga: Sepanjang Desember 2020, Jatim Inflasi 0,46 Persen, Tiket Pesawat dan Cabai Jadi Biang Kerok

"Kalau harga dinaikkan, kami susah menjual. Untuk menyiasati, ukuran potongan tempe saya perkecil dari biasanya. Pembeli juga sudah menyadari," kata Imam, Senin (4/1/2021). 

Dikatakannya, kenaikkan harga kedelai sebenarnya sudah terjadi sejak sebulan lalu, tetapi secara bertahap. 

Harga kedelai yang semula Rp 6.500 per kilogram secara berlahan terus naik dan sekarang tembus Rp 9.200 per kilogram sampai Rp 9.300 per kilogram. 

"Kenaikkannya mencapai Rp 2.500 per kilogram. Dulu juga sempat naik harganya, tapi tidak setinggi sekarang," ujarnya. 

Biasanya, kata Imam, kenaikkan harga kedelai dipicu masalah cuaca. Faktor cuaca membuat pengiriman kedelai dari luar negeri ke Indonesia terlambat. 

"Hampir semua kebutuhan kedelai di Indonesia impor dari Amerika Latin. Biasanya kalau cuaca buruk, pengiriman kedelai dari luar negeri sempat terlambat dan itu memicu kenaikkan harga," katanya. 

Tapi, dia melihat kenaikkan harga kedelai kali ini bukan karena faktor cuaca. Dia memperkirakan kenaikkan harga kedelai karena ada peningkatan permintaan di negara lain. 

Baca juga: Ternyata Ini Kendala Penanganan Banjir Tahunan di Bekucuk, Tempuran Kabupaten Mojokerto 

"Perkiraan harga kedelai masih terus naik. Kalau harga tembus Rp 10.000, mungkin kami baru menaikkan harga jual tempe," katanya. 

Imam sendiri rata-rata membutuhkan kedelai sekitar 200 kilogram per hari untuk memproduksi tempe. 

"Meski harga kedelai mahal, para perajin di Blitar masih tetap produksi, tidak sampai mogok produksi," katanya. 

Hal serupa dilakukan, Yudistira, perajin tempe asal Sananwetan, Kota Blitar. Dia juga mengurangi ukuran produksi tempe untuk menyiasati kenaikkan harga kedelai

"Potongan tempe saya buat lebih tipis, tapi harga jualnya tidak saya naikkan," katanya. (SURYA/Samsul Hadi)

Editor: Pipin Tri Anjani

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved