Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ngaji Gus Baha

Gus Baha: Salah Kaprah, Memaknai Tanda Hitam di Jidat Bekas Sujud

Nama Gus Baha kini tengah naik daun. Kiai dengan nama asli KH Ahmad Bahauddin Nursalim itu dikenal sebagai ulama muda dengan otak cemerlang.

Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
yoni Iskandar/Tribunjatim
Gus Baha bersama para muhibbin (pecintanya) serta para santri 

Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar

TRIBUNJATIM.COM - Nama Gus Baha kini tengah naik daun. Kiai dengan nama asli KH Ahmad Bahauddin Nursalim itu dikenal sebagai ulama muda dengan otak cemerlang.

Gus Baha yang kelahiran 1970 itu mengasuh Pondok Pesantren Al Quran di Kragan, Narukan, Rembang, Jawa Tengah. Nama santri kesayangan almarhum KH Maimoen Zubair ini mengkilap karena memiliki pengetahuan mendalam tentang Alquran

Gus Baha sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Al Quran dari ayahnya, KH Nursalim Al-Hafidz. Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsir Alquran. Sehingga sangat diidolakan anak-anak muda atau yang biasa disebut kaum milenial.

Metode ceramah Gus Baha yang menggunakan bahasa-bahasa sederhana dan menyejukkan hati juga membuat kiai yang murah senyum itu dikagumi semua kalangan.

Di kalangan umat Islam terkadang ada yang keliru dalam memaknai ayat yang menerangkan wajah yang terdapat bekas sujud (jidat hitam). Tidka sedikit kaum muslimin, beberapa orang secara sengaja membuat bekas semacam tanda hitam di jidat kepalanya.

Terkait masalah tersebut, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha dalam suatu majelis ngaji Tafsir Al-Qur’an bersama para santri menjelaskan, bahwa semua yang hidup ini pasti akan meninggal dunia (mati). Dan yang paling kita kenang saat mati adalah di masa hidup pernah melakukan sujud. Hal ini karena sujud merupakan identitas kita.

Selain itu kata Gus Baha, kelak di Padang Mahsyar (tempat berkumpul di akhirat), para malaikat akan menyeleksi manusia apakah ada tanda sujudnya atau tidak.

Baca juga: Gus Baha Ngaji Selalu Bawa Kitab, Ini Alasannya

Baca juga: Kesan Sombong Pada Gus Baha, Ternyata Tujuannya ini

"Maksud tanda (bekas) sujud bukan jidat yang hitam, melainkan cahayanya (Nur). Tidak ada ulama yang berpendapat bahwa tanda sujud itu jidat yang hitam atau tidak hitam," papar Gus Baha.

Semua ulama berpendapat, bahwa ayat سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ (di wajah mereka ada tanda sujud) itu sama seperti ayat:

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَىٰ نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ

“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka…” (QS. Al-Hadid: 12)

"Jadi, ketika wajahnya ada cahaya, artinya di dunia ia bersujud. Sehingga bukan masalah jidat hitam atau tidak," jelasnya.

Menurut Gus Baha yang mempunyai keilmuan yang komplit, mulai dari ilmu Alquran, Hadis, nahwu, shorf, balaghoh, mantiq dan khazanah bacaan kitab kuning yang amat luas.

Ibarat pertanian, Gus Baha mengajarkan jama’ah untuk memahami bagaimana cara menanam padi hingga memasakknya menjadi nasi yang siap santap.

"Kalau soal jidat hitam itu masalah sajadah. Misal, kalau sujud lama tetapi sajadahnya bagus dan empuk mungkin tidak bisa sampai membekas hitam pada jidat. Makanya, ketika identifikasi di akhirat siapa yang benar dan siapa salah, ukuran bagi Allah itu berdasarkan ayat,".

سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

“…di wajah mereka ada tanda sujud…” (QS. Al-Fath: 29)

يُعْرَفُ ٱلْمُجْرِمُونَ بِسِيمَٰهُمْ فَيُؤْخَذُ بِٱلنَّوَٰصِى وَٱلْأَقْدَامِ

“Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandannya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (QS. Ar-Rahman: 41)

Jadi orang-orang pendosa itu dilihat saja oleh malaikat bagian identifikasi. Jika jidatnya tidak ada cahaya, maka ditempatkan di gerbong kiri.

Dengan status sujud yang seperti itu dan fungsinya seperti itu, kenapa ketika kamu sujud kok terburu-buru bangun? Kan nanti yang menyelamatkan kamu dan identitas kamu itu sujud.

Makanya, kalau saya sujud itu senang sekali, karena benar-benar saya nikmati. Meski saya jarang shalat sunnah, tetapi sujud saya itu kualitas A, karena benar-benar saya nikmati.

“Matur suwun Gusti, jenengan nakdir kulo sujud (Terima kasih Tuhan, Engkau menakdirkanku untuk sujud),” kata murid kinasih KH Maimoen Zubair.

Menurut penjelasan Gus Baha, lalam Syarakh kitab Ihya Ulumuddin yang ditulis oleh Sayyid Zabidi yang memuji sujud sampai sundul langit (berlebihan):

هو كليتك، هو ماهيتك، هو قولك, هو مادتك

Sujud itu identitas kamu, hakikat kamu, dan kamu diciptakan untuk itu. Dan ukuran salah-benar ukurannya, sujud atau tidak.

Bagaimana mungkin sesuatu yang jadi identitas kamu, tapi tidak betah sujud dan tuma’ninah, itu apa-apaan? Dengan pemahaman seperti itu, menganggap shalat itu benar-benar spesial. Tapi, kalian kan tidak!

"Aneh! Islam kalian memang aneh. Tapi, itu kan menurut akal nubuwwah (Nabi). Berhubung akal kita bukan nubuwwah, ya sudah begini-begini saja. Bagaimanapun kita ini umatnya Nabi Muhammad. Semoga kita mendapatkan syafa’atnya," jelas Gus Baha.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved