Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Jatim Kian Berpotensi Menjadi Kawasan Industri Hasil Tembakau di Indonesia

Jawa Timur yang terkenal punya moto "Jer Basuki Mawa Beya" merupakan salah satu provinsi penghasil terbesar Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Januar
TribunJatim.com/ Fikri Firmansyah
Jatim berpotensi jadi KIHT di Indonesia 

Reporter: Fikri Firmansyah | Editor: Januar AS

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Jawa Timur yang terkenal punya moto "Jer Basuki Mawa Beya" merupakan salah satu provinsi penghasil terbesar Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia.

Potensi Jawa Timur sebagai provinsi pengembang sektor Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) masih sangat terbuka lebar.

Sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dijelaskan KIHT merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana, serta fasilitas penunjang industri hasil tembakau yang disediakan, dikembangkan, dan dikelola oleh pengusaha kawasan industri hasil tembakau.

Baca juga: Pisah Ranjang dari Istri, Mantu Berbuat Nekat ke Mertua di Lamongan, Anak Korban dengar Suara Ganjil

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, Drajat Irawan mengatakan Jatim berencana membentuk KIHT, yang mana hal ini sesuai arahan Ibu Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yakni untuk meningkatkan pelayanan, pembinaan industri, dan pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil tembakau dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian daerah.

"Di Jawa Timur (Jatim) sendiri, industri pengolahan tembakau telah menghasilkan cukai sebesar Rp. 104,56 triliun atau setara 63,42 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau secara nasional yang mencapai Rp. 164,87 triliun," ujar Drajat kepada TribunJatim.com, Jumat (19/2/21).

Adapun, menurut catatan Dirjen Bea Cukai, kata Drajat, di Jatim terdapat sebanyak 425 perusahaan pengolahan tembakau yang mempekerjakan lebih dari 80 ribu tenaga kerja.

Selain itu, industri pengolahan tembakau juga menyumbang devisa melalui net ekspor yang surplus di Jawa Timur selama tahun 2017 – 2019 kisaran nilai USD 227,36 juta sampai USD 243,89 juta.

Sedangkan, dari sisi hulu, Jatim pada tahun 2019 menghasilkan 132.648 ton tembakau dan menempati urutan pertama penghasil tembakau nasional (disusul Jateng, NTB, dan Jabar).

Di sisi lain, pertanian tembakau menempati urutan komoditas perkebunan kedua terbesar di Jawa Timur dengan jumlah petani lebih dari 370 ribu orang, di mana perkebunan tembakau sekitar 99,71 persen diusahakan oleh petani rakyat, bukan korporasi.

Berkaca dari beragam potensinya itu, untuk merealisasikan KIHT di Jawa Timur sendiri, Drajat mengatakan, Pemprov Jatim yang diwakili oleh pihaknya beserta Kadisbun Jatim Karyadi, serta Kabiro Perekonomian Jatim Tiat S. Suwardi pun telah melakukan studi banding ke KIHT Kudus.

Dari kunjungan tersebut, kata dia, pihaknya menangkap peluang ekonomi yang baik, yakni KIHT diperuntukkan khusus bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan beberapa kemudahan diantaranya adalah IKM tidak harus memiliki luas paling sedikit 200 meter persegi, serta penundaan pembayaran cukai selama 90 hari sejak pemesanan pita cukai dengan jaminan bank.

“Jika dilihat dari jumlah perusahaan industri rokok dan temuan peredaran rokok ilegal oleh Bea Cukai, maka daerah yang potensial untuk pembentukan KIHT di Jawa Timur antara lain adalah Pamekasan, Pasuruan, dan Malang,” urai Drajat menjelaskan.

Drajat menambahkan, adanya pembentukan KIHT di wilayah Jawa Timur nanti itu, selain dapat menciptakan lapangan pekerjaan, juga dapat mempermudah pengawasan.

"Dari aspek legal, KIHT diupayakan untuk mendorong pengusaha-pengusaha yang belum memiliki legalitas agar bergabung dan dapat menjalankan usaha yang sah," imbuhnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved