Gus Baha : Jangan Membuat Sulit Umat Dalam Menjalankan Syariat Islam
KH Ahmad Bahauddin Nur Salim atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha, sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Al Quran dari ayahnya, KH Nur Sal
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - KH Ahmad Bahauddin Nur Salim atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha, sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Al Quran dari ayahnya, KH Nur Salim Al-Hafidz.
Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsir Al Quran. Sehingga sangat diidolakan anak-anak muda atau yang biasa disebut kaum milenial.
Gus Baha merupakan putra dari seorang ulama pakar Al Qur’an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA yang bernama KH Nursalim al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah.
Kali ini KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan Gus Baha akab membedah soal memudahkan umat Muslim dalam menjalankan syariat islam.
Gus Baha mengingatkan, agar orang menghindari mongan seperti misalnya saat bulan Rhamadan, Rugi, Ramadhan hanya setahun sekali kok gak sholat tarawih di masjid berjama'ah.
"Itu namanya tak menghargai perasaan orang," tegas Gus Baha.
Baca juga: Gus Baha Membedah Tentang Isra Miraj
Baca juga: Gus Baha : Kalau Ada Orang yang Sedikit-sedikit Tanya Dalil, Ini Cara Jitu Dari Gus Baha
Baca juga: Sosok Pemimpin Hakekok Aliran Sesat, Ajak Mandi Pengikut Lalu Masuk Hutan, Jejak Ayah Diungkap Warfa
"Di luar sana itu, ada satpam, penjaga toko, tukang ojek, tukang parkir, dan banyak pekerja di malam hari yang mungkin menangis di dalam hati. Mereka juga ingin tarawih, tapi apa daya mereka sedang bekerja," papar Gus Baha murid kesayangan KH Maimoen Zubair ini.
Menurut Gus Baha, sholat tarawih itu sunah. Sementara mencari nafkah itu wajib. Menghindari diri dari kemiskinan secara ekonomi supaya tidak menjadi beban orang lain, itu hal yang utama.
"Dan dalam riwayat jelas sekali, Kanjeng Nabi itu sangat mencintai sholat tarawih, tapi beliau sengaja meninggalkannya setelah beberapa hari sholat, supaya tarawih tidak dianggap sebagai ibadah wajib.
Bahkan dalam hal sholat wajib, Gus Baha mewanti-wanti agar imam sholat jangan terlalu lama membaca bacaan sholat. Kanjeng Nabi itu sangat suka sholat. Suatu saat ketika Kanjeng Nabi mengimami sholat, beliau mendengar bayi menangis.
Kanjeng Nabi memutuskan untuk mempercepat sholatnya. Khawatir ibu dari bayi yang jadi makmumnya
," jelasnya.
Bahkan suatu hari, Baha juga pernah disowani oleh kiai yang mengeluh karena jama'ahnya tak bertambah.
Sambil tertawa Gus Baha menjawab.
“Loh Jangan-jangan orang yang tidak datang sudah hebat. Loh Kok bisa, Gus..?”
“Kamu kan mengajarkan supaya orang berbuat baik kepada keluarganya. Mungkin orang yang tidak mengaji itu sedang mempraktekkan ajaran itu. Dia mungkin sedang makan Bakso dengan keluarganya.
Kamu kan mengajarkan supaya orang mencari nafkah yang halal. Nah, orang yang tidak datang itu mungkin sedang bekerja mencari nafkah yang halal untuk kehidupan keluarganya.
Kiai itu terdiam. Masak sih, Gus..?
"Loh kamu itu dikasih tahu kok gak percaya. Makanya, jadi kiai itu yang bijak. Kiai itu penyangga umat banyak. Kalau mau bikin kajian, ya jangan saat orang bekerja. Jangan sampai orang-orang berpikir bahwa Islam itu hadir sebagai masalah," papar Gus Baha yang kelahiran 29 September 1970 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah ini.
Barakoh Miskin
Gus Baha keloyalan seorang santri kepada gurunya atau Kiainya.
"Coba misalnya anda jadi santri saya. Tak contohkan, biasanya santri kalau sama kiainya kan loyal.
"Kamu miskin punya ayam 2. Saya minta satu boleh nggak..? Boleh.," kata Gus Baha.
Gus Bahak melanjutkan, padahal ayam itu kalau dihitung hanya 50 persen.
"Terus punya uang 100 ribu. Saya minta 50 ribu, kira-kira boleh nggak..? Boleh.! Padahal itu 50 persen. Tapi kalau kamu kaya, punya uang 1 milyar. Saya minta 500 juta, boleh nggak kira-kira..? pasti berat.!
Padahal itu 50 persen. Gampang mana dermawannya orang kaya dengan orang miskin untuk beramal 50 persen? jelasn Gus Baha.
Selain Gus Baha juga mencontohkan seorang mahasiswa yang tergolong pas-pas dalam melangsungkan studinya.
"Itu mahasiswa yang masih miskin-miskin, uangnya hanya 100 ribu. Mentraktir temannya..Habis, nggak masalah. Padahal itu berarti 100 persen. Uangnya 50 ribu, diminta temannya, dikasihkan semua. Padahal itu aset satu-satunya. Tak masalah saat ini kamu miskin bisa jadi itu alasan Allah kelak memasukanmu ke Surga," jelas santri kesayangan kiai Maimoen Zubair atau Mbah Moen.
Boleh Kaya
Bahkan, Islam tidak melarang penganutnya untuk memiliki harta berlimpah. Apalagi yang bersangkutan adalah tokoh agama, sehingga keayaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebaikan.
Penegasan tersebut disampaikan KH Bahauddin Nursalim pada Haul Majemuk Masyayikh dan Keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Banyuputih, Situbondo Jawa Timur belum lama ini.
“Kalau pakai logika fikih, harta itu fitnah. Oke, seakan-akan harta itu masalah. Tapi kalau ini (harta) dimiliki orang dzalim, maka akan menjadi masalah besar. Sehingga orang saleh juga harus menguasai harta,” katanya di hadapan sejumlah tamu undangan.
Gus Baha, menceritakan bagaimana awalnya Imam Syafi’i sangat musykil dengan gurunya yang terbilang kaya raya yakni Imam Malik. Namun pendirian sedikit demi sedikit berubah lantaran Imam Malik kaya, dan membiayai menemui orang yang juga alim yakni Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban.
Kekaguman Imam Syafii kepada ulama kaya semakin lengkap saat bertemu Muhammad Hasan Asy-Syaiban di Iraq. Karena begitu tiba di kediamannya, Imam Syafi’i kaget karena tuan rumah juga sangat kaya, bahkan saat itu ia tengah sibuk menata uang dan emas di ruang tamunya.