Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Gus Baha, Orang itu Sombong Jika Hanya Mengingat Kesalahan Saja, Kunci Masuk Surga Itu Mudah. . .

KH Ahmad Bahauddin Nur Salim atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha, sejak kecil mendapat ilmu dan hafalan Al Quran dari ayahnya, KH Nur Salim

Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
yoni Iskandar/Tribunjatim
Gus Baha bersama para muhibbin (pecintanya) serta para santri 

Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - KH Ahmad Bahauddin Nur Salim atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha, sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Al Quran dari ayahnya, KH Nur Salim Al-Hafidz.

Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsir Al Quran. Sehingga sangat diidolakan anak-anak muda atau yang biasa disebut kaum milenial.

Gus Baha merupakan putra dari seorang ulama pakar Al Qur’an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA yang bernama KH Nursalim al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah.

Kali ini KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan Gus Baha akab membedah soal Surga dan Neraka.

Bila di pengajian lainnya pada umumnya menggunakan pendekatan serius, apalagi bila bicara surga dan neraka, maka Gus Baha beda. Gus Baha lebih memilih untuk memakai pendekatan ceria. Bahagia.

“Orang Islam itu harus menunjukkan keceriaannya. Ditakdir iman kepada Allah SWT harus bahagia. Jangan sampai orang Islam kelihatan susah,” ujar Gus Baha.

Gus Baha lebih senang bila umat Islam punya optimisme bahwa dirinya itu potensial masuk surga.

“Lha umat Islam kan sudah punya kuncinya surga : La Illaha Illallah. Sementara untuk kunci neraka kita tidak punya. Kira-kira kalau masuk rumah yang kita sudah punya kuncinya dan yang tidak punya, mudah mana?” tanya Gus Baha.

Apalagi bagi Gus Baha, orang beriman dan beribadah kepada Allah, harusnya bukan karena ingin masuk surga atau takut dimasukkan ke neraka. Beragama model seperti itu, dipandangnya sebagai bentuk beragama yang kurang berkualitas.

"Kita iman dan beribadah harusnya semata-mata karena Allah. Titik. Soal surga dan neraka semua diserahkan kepada Allah. Biar Allah yang menentukan," jelasnya.

Menurut Gus Baha, dalam hidupnya seorang muslim potensial melakukan kesalahan atau dosa. Tapi, ampunan Allah dan rahmat Allah harus diyakini lebih besar.

"Ketika ada seorang wali berdoa agar dirinya ditakdirkan tidak melakukan doa sama sekali, maka Allah menjawabnya dengan mengatakan, lha kalau manusia tidak pernah bersalah sama sekali, nanti sifat ghofururrohim-Ku kan nganggur?”

Baca juga: Gus Baha : Jangan Membuat Sulit Umat Dalam Menjalankan Syariat Islam

Baca juga: Gus Baha Ziarah Wali di Jawa Timur Bersama Keluarga, Berkahnya Malas

Baca juga: Tangis Krisdayanti Pecah di Hari Lamaran Aurel, Pernah Menuntun, Lihat Penampilan Istri Raul Lemos

Bagi Gus Baha, orang kadang-kadang melakukan kesalahan itu manusiawi. Karena kesalahan itu, terkadang juga muncul dari kebaikan.

“Orang memberi pengemis itu baik. Kalau pemberian itu terus menerus, tanpa pernah memberikan pendidikan ke mereka yang minta-
minta, bisa menjadi keburukan. Gara-gara shodaqoh, orang menjadi krasan jadi peminta-minta. Orang istiqomah ngimami di Masjid itu juga baik. Tapi kalau terlalu istiqomah, maka kaderisasi jadi macet. Ini juga masalah,” tandasnya.

Dalam kaitannya manusia potensial melakukan kesalahan, meski awalnya berniat melakukan kebaikan, Gus Baha sangat menyarankan agar umat Islam sering membaca doa yang diambil dari akhir surat Al Baqarah 286. Robbana la tu’akhidzna…….dan seterusnya. Artinya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ayat ini, oleh para ulama penyebar Islam di Jawa dirangkai dengan indah di dalam kutipan-kutipan ayat yang dibaca dalam tahlil.

"Soal minta ampun atau istighfar kepada Allah, Saya tidak terlalu sependapat bila hal itu dilakukan dengan penuh ketakutan. Apalagi sampai meraung-raung menangis. Karena dengan begitu, seakan-akan di dalam diri orang itu tidak ada kebaikan sama sekali. Padahal kalau mau jeli melihat, meski seorang muslim telah melakukan kesalahan atau keburukan, namun banyak pula kebaikan yang telah dilakukannya," paparnya.

“Pagi bangun tidur lalu shalat subuh, kemudian pergi kerja mencari nafkah untuk keluarga, itu semua kebaikan yang tidak boleh dilupakan. Orang ditakdir bisa sujud (shalat), adalah prestasi yang luar biasa. Karena itu harus senang, gembira. Bahagia dan bersykur. Jangan hanya kesalahan yang diingat-ingat. Rahmat Allah yang menjadikan dirimu bisa sujud dan berbuat kebaikan lainnya, jangan sampai dilupakan gara-gara merasa berdosa karena telah melakukan kesalahan,” urai Gus Baha.

Gus Baha menjelaskan, orang yang hanya ingat kesalahannya, tapi tidak ingat kebaikan yang telah dilakukannya adalah kesombongan. Karena secara tidak langsung telah melupakan atau menafikan rahmat Allah yang diberikan kepada dirinya.

"Alangkah baiknya seorang selalu punya prasangka baik kepada Allah. Selalu yakin bahwa rahmat Allah sangat besar. Kasih sayang Allah tidak ada tandingannya. Sehingga, kesalahan sebesar apapun yang dilakukan manusia, tetaplah kasih sayang dan ampunan Allah lebih besar. Dan Allah, Maha Kuasa atas segalanya. Sehingga, Allah bisa mengampuni siapa pun yang dikehendaki," jelas Gus Baha.

Gus Baha juga sering memberikan ilustrasi bahwa untuk dekat dengan Allah ada 1001 jalur. Dikisahkan, seorang wali yang sangat rajin beribadah mendapatkan kabar kalau ternyata ada seorang wali lain yang levelnya sama dengan dirinya.

"Padahal, si wali tersebut ibadahnya tak serajin dia. Suka tidur. Kenapa demikian? Ternyata orang itu selalu punya prasangka baik kepada Allah. Orang itu selalu yakin akan Rahman dan Rahimnya Allah. Juga selalu yakin dengan maghfiroh-Nya," tegas murid kesayangan KH Maimoen Zubair ini.

Dengan perspektif seperti itu, Gus Baha berharap umat Islam bisa rileks dalam hidupnya. Selalu optimistis. Gus Baha juga menegaskan bahwa sujud yang dilakukan seorang muslim adalah prestasi yang luar biasa bagi seseorang. Karena itu, orang yang telah melakukan shalat dan bersujud harus merasa bahagia.

Terkait dengan hal itu, Gus Baha juga mengajarkan agar saat melakukan shalat (sujud), orang tidak perlu was-was, apakah shalat (sujud)-nya diterima apa tidak.

“Yakin saja diterima. Lakukan dengan ceria. Sujud adalah prestasi tertinggi kita di dunia. Dengan sujud itu, kita nanti percaya diri menghadap Allah di akhirat,” imbuhnya.

Meski sujud adalah prestasi luar biasa, namun Gus Baha sangat menekankan agar seseorang harus tetap menyakini kalau sujud itu bisa terjadi karena semata-mata takdir Allah.

"Jangan menganggap itu prestasi pribadi. Tidak boleh sombong. Sebaliknya harus bahagia, senang dan bersyukur karena telah ditakdirkan bersujud," jelas Gus Baha.

Berdasarkan pengalaman pribadi Gus Baha,

"Soal shalat diterima atau tidak, dulu sering menganggu pikiran saya. Saya sering khawatir kalau shalat saya tidak diterima. Sebab, meski sudah berusaha maksimal, terkadang di tengah mengerjakan shalat, konsentrasi atau kekhusyu’an kadang-kadang terganggu. Bagi orang seperti saya, untuk benar-benar shalat dengan khusyu’ itu memerlukan perjuangan yang sangat berat. Dan rasanya, banyak gagalnya daripada suksesnya. Apalagi kalau mengingat cerita soal khusyu’nya shalat para sahabat, ketika mata tombak yang menancap di tubuhnya dicabut, mereka tidak merasakan sakit. Ini jelas khusyu’ kelas “dewa”. Untuk orang kebanyakan, rasanya sangat sulit," jelasnya.

Terkait dengan shalat atau sujud ini, Gus Baha juga berpesan agar setelah shalat, dalam hati harus dimunculkan tekad untuk menunggu waktu shalat berikutnya. Sehingga hidup ini siklusnya istiqomah dalam kebaikan. Dari kebaikan yang satu menuju kebaikan yang lainnya. Dari sujud yang satu menuju sujud yang berikutnya.

“Jika toh di tengah-tengah waktu itu Allah memanggil kita, maka status kita adalah orang yang sedang menunggu untuk melakukan kebaikan (shalat),” tegasnya.

Menurut Gus Baha, menghadapi kematian, umat Islam harusnya juga rileks. Kalau diberi panjang umur berarti ada peluang untuk menambah kebaikan. Namun, bila kematian tiba berarti terhentinya atau selesainya potensi kita melakukan kesalahan.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved