Berita Sidoarjo
Premanisme Terkadang Nekat Lukai Sopir, Pria Banyuwangi Ini Simpan Besi Pencatut Sampah
Pemalakan atau pungutan liar (pungli) oleh kelompok preman, acap mengintai para sopir truk sebagai korbannya.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Yoni Iskandar
Reporter : Luhur Pambudi | Editor : Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pemalakan atau pungutan liar (pungli) oleh kelompok preman, acap mengintai para sopir truk sebagai korbannya.
Selain memaksa, aksi para preman tersebut, tak jarang diikuti dengan aksi kekerasan fisik, bahkan menghilangkan nyawa.
Selama berkendara untuk mengantar atau menjemput muatan. Di samping menyisihkan sebagian ongkos perjalanan untuk membayar preman. Para sopir terpaksa membekali dirinya dengan persenjataan.
Tujuannya, apa lagi kalau bukan untuk berjaga dari aksi premanisme yang terbilang nekat, seperti perampasan, ataupun pencurian.
Jangan dikira senjata yang dimaksud merupakan senjata pemungkas penghabisan, sejenis senjata tajam (sajam) atau senjata api (senpi).
Ternyata, senjata yang dibawa para sopir untuk membela diri menghadapi preman yang nekat, adalah benda alakadarnya. Seperti senjata yang dibawa Rosidi (49).
Sopir truk muatan bak terbuka asal Banyuwangi itu, mengaku mempersenjatai dirinya, dengan sebilah besi pencatut sampah yang lazim digunakan pemulung memasukkan barang bekas di bawah tanah, ke dalam keranjang.
Benda rumahan yang dimaknainya sebagai senjata pelindung diri tersebut, disimpannya di celah bagian bawah dashboard di sisi kiri ruang kabin kemudi truknya.
Baca juga: Kisah Sopir Truk Trailer Jadi Korban Premanisme Lempar Batu di Jalanan Sidoarjo
Rosidi cukup membungkukkan tubuhnya sejenak untuk mengambil benda tersebut, manakala ada ancaman penyerangan dari para preman yang membahayakan nyawanya.
Saat ditunjukkan kepada TribunJatim.com, benda tersebut berukuran panjang sekitar 0,5 meter. Pada bagian ujungnya tampak bengkok dengan pola meruncing. Sedangkan pada bagian pangkalnya, terdapat pegangan yang terbuat dari bahan karet.
Di tambah lagi, bobot besi silinder yang menjadi bahan utama benda tersebut, terbilang ringan. Sepertinya benda itu sudah menjadi benda tumpul yang pas bagi bapak dua anak itu, untuk melindungi diri selama berkendara di jalanan.
"Sopir itu berani bawa senjata. Kalau saya bawa alat ini (besi pengait). Kalau kepepet saya bawa ini. Uwes ayo," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com di area parkir truk, di bahu jalan by pass Krian, Sidoarjo, Kamis (17/6/2021).
Namun untungnya, ungkap Rosidi, selama bekerja menjadi sopir sejak tahun 1989 itu, belum pernah mengeluarkan benda pemungkas miliknya itu untuk melawan preman yang nekat.
Kurun waktu 32 tahun menjadi sopir, ia mengaku belum pernah menjadi korban premanisme yang terbilang nekat, seperti perampokan ataupun pecah kaca.
Ia meyakini, kawasan Jatim hingga Pulau Bali, beberapa dekade belakangan terpantau aman dari bahaya premanisme yang nekat semacam itu.
Hanya saja, ungkap Rosidi, beberapa rekan sesama sopir yang belakangan melintas di kawasan Kabupaten Probolinggo, mengeluhkan maraknya insiden pencurian harta benda milik sopir di dalam kabin.
Parahnya, aksi pencurian tersebut, kerap dialami sopir saat berhenti untuk istirahat tidur. Rosidi mengungkapkan, para pelaku kerap menggunakan sebilah kayu yang ujungnya dilumuri cairan pelekat kuat.
Modus itu memudahkan mereka untuk mencuri benda-benda berharga di dalam kabin, meskipun kondisi kaca terbuka menyisakan sedikit celah.
"Malingnya ya anak-anak muda, pokoknya ada kesempatan," tuturnya.
Sebenarnya, kejadian pencurian barang bawaan sopir saat sedang parkir, juga lazim terjadi di semua daerah di Jatim. Pada Senin (14/6/2021) kemarin, satu diantara rekan sesama sopir yang beristirahat seraya menanti muatan di depan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Raya Bypass Krian, Sidoarjo, menjadi korban pencurian.
Ponsel milik rekan Rosidi itu raib, dan baru tersadar saat terbangun pada pagi harinya. Semula, korban meyakini ponsel tersebut hanya terselip di area lain ruang kabin kemudi. Namun saat mendengar penuturan para saksi yang sempat melihat seorang pria tak dikenal berhenti di dekat truknya sekitar pukul 03.00 WIB, dini hari. Korban hanya bisa menelan ludah.
"Kalau ketahuan, alasannya cuma bangunin aja. Alasannya dikira temennya. Modusnya gitu," ungkapnya kepada TribunJatim.com.
Pria berkaus polo warna cokelat itu mengungkapkan, para sopir sejatinya memiliki kecenderungan untuk berani melawan aksi premanisme yang berujung pada kriminalitas.
Kenekatan, menjadi sumber keberanian sopir. Apalagi jika melihat kecilnya uang ongkos yang dimiliki sopir. Daripada pulang tidak membawa uang sama sekali, sopir pun bakal nekat melawan.
"Jadi sekarang bajingan (preman) itu, pikir-pikir. Karena sopir itu juga berani," terangnya.
Soal insiden pecah kaca yang masih marak menimpa sopir truk saat berkendara di jalanan. Pada medio 2016-2017 silam, Rosidi mengaku memiliki pengalaman buruk mengenai insiden tersebut saat melintas di jalanan pelosok Provinsi Bali.
Bahwa insiden pecah kaca yang dialami sopir truk hampir setiap hari, pada malam hari. Satu diantara rekan sesama sopir bernama Dian, yang juga satu kampung halaman dengan Rosidi di Banyuwangi, menjadi korban.
Batu berukuran besar yang sempat melubangi kaca truk, ternyata juga mengenai bagian dada Dian. Sontak tubuh Dian ambruk, meski hanya memar, ternyata membuat tubuh Dian payah dan membutuhkan penanganan medis.
Fenomena pecah kaca itu, ternyata dilakukan oleh sekelompok pemuda, dengan niat keisengan belaka. Namun hal itu tak berlangsung lama. Setelah pihak kepolisian turun tangan melakukan penegakan hukum dengan berbagai pendekatan. Belakangan jalan di kawasan Bali, mulai berangsur kondusif dan aman.
"Jadi saat itu, (insiden pecah kaca) kayak tradisi. Apalagi malam tahun baru, truk tidak berani melintas," pungkasnya.
Berita tentang premanisme