Berita Lumajang
Santri 19 Tahun di Lumajang Mengaku Dianiaya Pengurus Ponpes hingga Buta: Rasanya Cekot-cekot
Santri berusia 19 tahun di lumajang mengaku dianiaya hingga buta oleh pengurus pondok pesantren: Rasanya cekot-cekot.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Tony Hermawan
TRIBUNJATIM.COM, LUMAJANG - Kepolisian Resort (Polres) Lumajang sedang mendalami dugaan kasus penganiayaan santri di pondok pesantren di Kecamatan Pasirian, Lumajang.
Sejumlah saksi telah diperiksa dalam penyelidikan kasus yang melibatkan pengurus ponpes tersebut.
Diketahui, dugaan kasus penganiayaan tersebut mencuat ke publik setelah korban berinisial PM mengunggah status di media sosial grup warga Lumajang.
Dalam postingannya, dia mengaku menjadi korban penganiayaan seorang pengurus pondok pesantren hingga menyebabkan mata kirinya buta.
PM saat ditemui di kediamannya di kawasan Tempeh Lumajang mengatakan, dugaan aksi kekerasan itu terjadi pada 3 April 2021 lalu.
Mulanya, santri berusia 19 tahun itu mendapat tamparan beberapa kali di bagian wajah sampai akhirnya terkena bagian mata sebelah kiri.
Penamparan itu terjadi karena dirinya bersama 10 orang temannya tidak mengikuti pengajian rutin. Sebab, dia mengaku sedang sakit sehingga memilih untuk absen. Namun, alasan itu tidak diterima oleh pengasuh sampai terjadi aksi pemukulan.
Selang beberapa hari kemudian tamparan itu menyisakan rasa nyeri di mata kiri PM. Sampai akhirnya pada 21 April 2021 PM memeriksakan matanya di Rumah Sakit Bhayangkara. Dokter pun mendiagnosa di mata PM terjadi pendarahan dan harus segera dioperasi.
Baca juga: Puluhan Tahanan Polres Lumajang Disuntik Vaksin Covid-19, Kejar Herd Immunity
"Saya dipukul langsung tidak bisa melihat, mata rasanya cekot-cekot akhirnya saya periksa didiagnosa pendarahan," kata PM, Senin (2/8/2021).
PM sempat menjalani operasi di RSUD dr Haryoto Lumajang. Tetapi hasilnya nihil. Akhirnya dokter menyarankan agar PM melakukan operasi cangkok mata di salah satu rumah sakit di Surabaya.
"Lalu saya dirujuk ke Surabaya disuruh cangkok mata dengan biaya Rp 500 juta. Karena orang tua saya petani tidak sanggup dengan biaya, jadi cangkok mata dibatalkan," ujarnya.
Sebenarnya dalam kasus ini, kata PM, keluarganya sudah dua kali mendatangi pihak pondok pesantren. Kedatangannya meminta agar pihak pondok pesantren segera berupaya mengembalikan penglihatannya.
Namun PM kecewa, pengasuh pondok pesantren yang melakukan penamparan tak pernah menemuinya. Hingga akhirnya, pihak keluarga PM memutuskan melayangkan kasus tersebut ke Polres Lumajang pada 15 Juni 2021 lalu.
Kapolres Lumajang, AKBP Eka Yekti Hananto Seno membenarkan pihaknya telah menerima aduan kasus tersebut. Dari laporan tersebut, sejauh ini polisi masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi.
"Sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 5 saksi, termasuk pengasuh pondok yang dilaporkan. Secepatnya akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan tersangkanya," pungkasnya.