Berita Probolinggo
Warga Pulau Gili Ketapang Probolinggo Raup Untung Setengah Miliar Rupiah dari Budi Daya Ikan Kerapu
Sempat dianggap 'gila,' warga Pulau Gili Ketapang Probolinggo berhasil raup untung setengah miliar rupiah dari budi daya ikan kerapu.
Penulis: Danendra Kusuma | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Danendra Kusuma
TRIBUNJATIM.COM, PROBOLINGGO - Munir (36) warga Pulau Gili Ketapang, Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, sukses membudidayakan ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung.
Dalam dua kali panen, ia mendapatkan keuntungan hingga setengah miliar atau Rp 500 juta dari penjualan ikan kerapu.
Namun, hasil manis itu tak ia dapatkan dengan mudah. Awal membudi daya ikan kerapu, Munir dianggap "gila" oleh sebagian orang.
Betapa tidak, hasil laut di Gili Ketapang cukup melimpah. Sehingga tinggal menangkap ikan saja di lautan sudah bisa menghasilkan uang, tanpa perlu susah payah membudi daya.
"Tetapi, saya tak menghiraukannya dan terus membudi daya ikan kerapu," katanya, Sabtu (27/11/2021).
Munir mulai budi daya ikan kerapu pada 2012. Kala itu, ia dan beberapa warga mendapat bantuan dari pemerintah pusat berupa pakan dan bibit ikan kerapu.
Tanpa ragu, ia pun mengambil kesempatan budi daya ikan kerapu.
Keramba tempat budi daya ikan kerapu berada di sisi timur Pulau Gili Ketapang. Dari bibir pantai jaraknya sekitar 100 meter. Keramba ikan kerapu berukuran 12x12 meter dengan kedalaman 10 meter.
Tiap keramba, terdapat 9-12 kolam. Satu kolam diisi ratusan ikan kerapu.
"Ikan kerapu dipanen dua kali dalam setahun. Yakni, 10 bulan-12 bulan dari waktu tebar," terangnya.
Ia menceritakan saat awal waktu tebar bibit hingga 4 bulan adalah momen yang cukup menguras tenaga. Sebab, di waktu itu ikan kerapu gampang mati. Ikan kerapu mati diserang penyakit yang belum diketahui jenis dan penyebabnya.
Baca juga: Kelapa Muda Hijau Serabut Berkelir Merah Diburu di Lumajang, Dipercaya Bantu Pengobatan Covid-19
Bila dirata-rata, tingkat kehidupan ikan kerapu maksimal hanya 50 persen dari total bibit yang ditebar.
"Kami harus memantau ikan kerapu dengan ekstra di awal waktu tebar bibit hingga 4 bulan. Kami berharap ada uji laboratorium dari pemerintah setempat untuk mengetahui penyakit yang sering menyerang ikan kerapu di Gili Ketapang. Dengan begitu kami dapat mengantisipasinya," jelas Munir.
Munir menyebut, sekarang, pembudi daya ikan kerapu Pulau Gili Ketapang kesulitan mendapatkan bibit di Probolinggo. Mereka harus membeli bibit secara mandiri di Situbondo hingga Bali.
Bibit ikan kerapu ukuran 12 cm dipatok Rp 9.000.
Kala musim panen tiba, ikan kerapu dijual dengan beragam harga bergantung beratnya. Ukuran 5 ons-9 ons dibanderol Rp 95.000. Sedangkan ukuran 1 kg-1,8 kg dimahar Rp 65.000 dan ukuran 2 kg ke atas Rp 60.000.
Semakin besar ikan semakin murah harganya, karena tak bisa dijual ke restoran untuk diolah menjadi menu masakan.
Di sisi lain, melalui pihak ketiga atau eksportir, ikan kerapu Pulau Gili Ketapang sudah diekspor ke Eropa.
"Saya mendapatkan keuntungan Rp 500 juta selama dua kali panen. Itu juga bergantung tingkat kehidupan ikan kerapu. Estimasi ikan kerapu yang berhasil dipanen totalnya seberat 3 ton," urainya.
Sementara itu, aktivitas budi daya ikan kerapu rupanya jadi lahan mata pencaharian baru bagi warga Pulau Gili Ketapang, salah satunya Imam (31).
Imam bekerja di keramba apung jaring milik Munir. Sehari-hari, ia bertugas mencari dan memberi makan ikan kerapu serta memperbaiki keramba.
"Ini saya jadikan sebagai pekerjaan sampingan. Pekerjaan utama saya adalah nelayan. Tiap bulan saya mendapat upah Rp 2 juta. Cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga," pungkasnya.