Berita Banyuwangi
Kisah Pilu Mbah Waras, Lansia Sebatang Kara di Banyuwangi yang Hanya Bisa Terbaring karena Stroke
Kisah pilu Mbah Waras, lansia sebatang kara di Banyuwangi yang hanya bisa terbaring karena sakit stroke. Bupati Ipuk Fiestiandani meminta maaf.
Penulis: Haorrahman | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Haorrahman
TRIBUNJATIM.COM, BANYUWANGI - Mbah Waras, warga lanjut usia (lansia) sebatang kara, yang hidup telantar di Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi, mendapat perhatian dari pemerintah.
Kakek berusia 72 tahun itu hidup sebatang kara karena istri dan dua anaknya meninggal dunia. Mbah Waras juga menderita stroke yang membuatnya hanya bisa terbaring.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani meminta maaf dan sangat menyesalkan apa yang dialami oleh salah satu lansia di wilayahnya.
"Saya sangat mohon maaf. Kejadian ini menjadi evaluasi, muhasabah, untuk perbaikan," kata Ipuk Fiestiandani.
Kini dibantu pihak kecamatan, Mbah Waras sudah dibawa ke panti untuk mendapat perawatan yang lebih baik, mengingat hidupnya yang sebatang kara, sehingga tidak memungkinkan ditinggal di rumah sendirian.
Bupati Ipuk juga langsung menggelar rapat bersama camat, kepala puskesmas, dan kepala organisasi perangkat daerah (OPD) terkait pada Jumat (3/6/2022).
Ipuk mengajak semuanya introspeksi.
"Kita lihat foto ini. Andai ini terjadi di keluarga bapak/ibu, apa yang bapak/ibu rasakan. Andaikan ini terjadi pada orang tua kita, apa rasanya. Tinggal di suatu daerah, bapaknya ditelantarkan, kita punya orang tua ditelantarkan oleh pemerintah, bagaimana rasanya,” kata Ipuk dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya, @ipukfdani. Video tersebut juga diunggah di akun YouTube Kabupaten Banyuwangi.
“Walaupun tadi saya dapat laporan, sudah dapat bantuan sosial, teman-teman puskesmas katanya rajin turun periksa kesehatan bapak ini, tapi kok kondisinya masih seperti ini. Berarti bantuan, pemeriksaan, hanya sekadarnya saja. Hanya sekadar menjalankan tugas memberikan bantuan, setelah itu selesai,” imbuh Ipuk.
Ipuk mengajak seluruh jajaran untuk peka dan responsif.
“Berbagai alasan yang saya dapat dari dinas, dari camat. Bahwa Dinas Sosial menyampaikan ini sudah dapat bantuannya, sudah dapat bantuannya. Oke bantuan sudah dapat, BPNT, bantuan pangan, PKH, bantuan uang, tapi bapak ini stroke, tidak bisa jalan, tidak bisa bangun. Mau belanja punya uang, siapa yang belanjain. Dapat bahan pangan, mau masak, siapa yang masakin,” beber Ipuk kepada jajarannya.
“Jadi, mari bapak ibu semuanya bekerja bukan hanya sekadar kinerja saja. Bekerja bukan hanya karena bupati. Saya ini manusia biasa, bukan Tuhan, bukan malaikat, bukan nabi. Ayo bekerja untuk ibadah,” papar Ipuk.
Penanganan warga miskin, menurut Ipuk, harus dilakukan secara simultan. Tidak sekadar kebutuhan makan yang dipenuhi, melainkan banyak hal lain yang juga perlu diperhatikan. Seperti, kelayakan tempat tinggal, kebersihan lingkungan, dan kesehatannya.
“Saya kembali tegaskan camat, kades/lurah, dan kepala puskesmas. Jika ada warga miskin, pastikan segera ditangani,” tambah bupati perempuan itu.