Berita Lumajang
Harga Elpiji Nonsubsidi Makin Mahal, Pedagang Makanan di Lumajang Beralih ke Gas 3 Kilogram
Seiring melandainya kasus penularan Covid-19, pengusaha di Kabupaten Lumajang sudah mulai terlihat beraktivitas secara normal. Salah satunya pengusaha
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Tony Hermawan
TRIBUNJATIM.COM, LUMAJANG - Seiring melandainya kasus penularan Covid-19, pengusaha di Kabupaten Lumajang sudah mulai terlihat beraktivitas secara normal. Salah satunya pengusaha kuliner.
Sayangnya, pengusaha di bidang ini belum bisa meraup keuntungan secara maksimal. Sebab, beberapa bahan baku akhir-akhir ini melonjak naik. Salah satu yang mengalami kenaikan cukup signifikan adalah elpiji nonsubsidi.
Per kilo elpiji, harganya naik sekitar Rp2 ribu. Jika dikalkulasi per tabung, kenaikannya cukup lumayan. Alhasil opsi beralih ke gas 3 kilogram muncul dikalangan pegagang makanan.
Mengingat harga elpiji 5,5 kilogram misalnya. Harga elpiji ukuran ini sebelumnya Rp88 ribu. Namun, sekarang tembus Rp100 ribu. Praktis kenaikannya per tabung capai Rp12 ribu.
Elpiji ukuran tabung 12 kilogram juga mengalami kenaikan. Dari Harga Rp197 per tabung, kini menjadi Rp213 ribu per tabung. Walhasil, banyak pengusaha kuliner mengeluh gara-gara ini.
Salah satu usaha yang terdampak yakni rumah makan yang berada di sekitaran Jalan Sukarno Hatta, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Baca juga: Harga Elpiji Non Subsidi di Madiun Naik, Pertamina Harap Keluarga Mampu Tak Beralih ke Gas Melon
Banyaknya harga bahan baku yang melonjak naik membuat cost produksi masakan selalu membengkak. Bahkan, keuntungannya selalu tipis dari modal.
"Kami naikan harga makanan juga gak mungkin. Karena pesaing kan banyak. Siasat kami kalau harga elpiiji terlalu tinggi, paling lama-lama ya beli yang elpiji 3 kilogram," keluh Anita, salah seorang pengelola rumah makan.
Banyaknya kalangan masyarakat yang beralih membeli elpiji 3 kilogram memang menjadi ancaman yang paling logis Padahal, dua jenis elpiji ini memiliki sasaran konsumen yang berbeda.
Elpiji subsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah. Sedangkan, sasaran konsumen elpiji nonsubsidi adalah masyarakat kalangan menengah ke atas.
Baca juga: Ngebet Pengen Kredit Motor, Komplotan Bandit di Surabaya Bobol Rumah Kosong, Gondol TV Sampai Elpiji
Dampak lain yang sangat potensial adalah munculnya oknum-oknum pengoplos elpiji nonsubsidi. Daya tawarnya yang penting harga murah. Namun, jika hal ini terjadi, maka sangat mungkin keselamatan pengguna menjadi taruhannya.
Erni salah seorang pengelola rumah makan di kawasan Kepuharjo, Lumajang juga mengeluh dengan kondisi ini. Kenaikan harga elpiji membuat pengusaha kuliner semakin tertekan.
Sebab, bagi pelaku usaha kuliner gas elpiji adalah bahan baku yang harus selalu tersedia. Oleh karena ituz dirinya mendesak pemerintah memberikan solusi kongkrit untuk mengatasi persoalan ini.
"Percuma kalau pemerintah cuma gembar-gembor mengajak pelaku usaha memulihkan ekonomi tapi kalau ternyata kenyataannya gak didukung. Kemarin sudah dihimpit minyak goreng, sekarang elpiji. Kalau gini terus ya ekonomi gak pulih-pulih," pungkasnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com