Berita Blitar
Manfaatkan Limbah Serbuk Kayu, Ibu Muda di Kota Blitar Bikin Kerajinan Kain Ecoprint
Kerajinan ecoprint atau teknik pewarnaan kain menggunakan bahan alami mulai digemari di Kota Blitar.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Samsul Hadi
TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Kerajinan ecoprint atau teknik pewarnaan kain menggunakan bahan alami mulai digemari di Kota Blitar.
Kerajinan ecoprint menjadi peluang bisnis untuk meningkatkan ekonomi keluarga pasca pandemi Covid-19 bagi para ibu rumah tangga di Kota Blitar.
Seperti yang dilakukan, Nina Yaroh (34), ibu muda asal Jl Kelud, Kelurahan Kepanjenlor, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, ini.
Sejak awal terjadi pandemi Covid-19 pada 2020, ibu rumah tangga itu mulai menekuni kerajinan ecoprint.
Ia membuat kerajinan ecoprint menjadi barang-barang fashion mulai tas, jilbab, kaus, syal, dan kain.
"Sebelumnya saya membuat kerajinan talenan hiasan dinding. Begitu pandemi, kerajinan talenan hias drop. Lalu, saya mencoba membuat kerajinan ecoprint," kata Nina, Selasa (1/11/2022).
Baca juga: Jawa Timur Surganya Daun dan Bunga Pewarna Alami Kain, Ecoprint Daun Jati Punya Kesulitan Sendiri
Nina memilih menekuni kerajinan ecoprint karena bahannya murah dan mudah didapat. Ia memanfaatkan limbah serbuk kayu (grajen) dari perajin kendang untuk pewarna alami kerajinan ecoprint.
Jenis limbah kayu yang dijadikan pewarna alami, yaitu, kayu nangka, kayu secang, dan kayu mahoni.
"Saya dapat limbah serbuk kayu gratis dari perajin kendang di Kelurahan Sentul dan Kelurahan Tanggung. Di sana pusat perajin kendang di Kota Blitar," ujarnya.
Ia juga memanfaatkan daun tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar lingkungannya untuk motif kerajinan ecoprint.
Jenis daun tumbuhan yang biasa ia gunakan untuk motif kerajinan ecoprint, yaitu, daun jati, daun jarak, dan daun tabebuya.
Nina biasanya mencari sendiri daun tumbuh-tumbuhan itu ke hutan maupun sawah. "Sebagian saya menanam sendiri tanaman untuk bahan kerajinan ecoprint," katanya.
Untuk proses pembuatan kerajinan ecoprint, Nina belajar secara otodidak lewat YouTube. Menurutnya, proses pembuatan kerajinan ecoprint butuh waktu lama dan sedikit rumit.
Kain yang akan diberi pewarna harus direndam menggunakan tawas selama satu malam untuk menghilangkan zat kimia. Setelah itu, kain dijemur hingga kering.
Langkah selanjutnya, yaitu, merebus serbuk kayu yang akan dijadikan pewarna kain lebih kurang selama tiga jam hingga bentuknya mengental.
Lalu, kain yang siap diberi pewarna digelar dan diberi motif dengan cara menempelkan bermacam daun-daunan di atasnya.
Kain yang sudah diberi motif daun kemudian ditutup menggunakan kain yang sudah direndam menggunakan pewarna dan diatasnya ditutup lagi menggunakan plastik.
Setelah itu kain digulung dan diikat menggunakan tali rafia. Kain yang sudah digulung dan diikat selanjutnya dikukus lebih kurang selama dua jam.
"Selesai dikukus, kain dijemur di tempat yang teduh atau istilahnya diangin-anginkan selama tiga hari. Setelah itu, dicuci menggunakan biji lerak," katanya.
Karena prosesnya yang lama, Nina rata-rata hanya bisa memproduksi 10 lembar kain ecoprint per tiga hari. Ia dibantu dua orang pekerja untuk memproduksi kerajinan ecoprint.
Selain menjual dalam bentuk lembaran kain, Nina juga menggunakan kain ecoprint sebagai bahan membuat tas, kaus, jilbab, dan syal.
Produk kain ecoprint dijual dengan harga Rp 225.000 per lembar. Sedang untuk produk tas ecoprint dijual mulai harga Rp 74.000 sampai Rp 300.000.
Lalu, produk kaus ecoprint dijual dengan harga Rp 150.000, jilbab dijual dengan harga Rp 85.000, dan syal dijual dengan harga Rp 150.000.
"Harganya memang lebih mahal karena proses pembuatannya lama," katanya.
Produk kerajinan ecoprint milik Nina yang paling banyak dipesan, yaitu, tas. Biasanya, instansi pemerintah dan perbankan memesan tas ecoprint untuk kegiatan seminar.
Selain itu, ia juga mendapat pesanan produk kerajinan ecoprint dari luar kota seperti Yogyakarta.
"Saya juga pernah dapat pesanan produk ecoprint dari Belanda. Waktu itu konsumen pesan produk ecoprint yang dikombinasikan dengan kain goni," katanya.
Menurut Nina, menekuni kerajinan ecoprint bisa menjadi peluang bisnis untuk membantu ekonomi keluarga bagi para ibu rumah tangga.
"Omzet saya belum besar, masih sekitar Rp 3-5 juta per bulan. Tapi pendapatan itu sudah bagus bagi ibu rumah tangga seperti saya. Bisa untuk membantu ekonomi keluarga," katanya.