Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pembunuhan Brigadir J

Ketahuan 'Disetir'? Kodir ART Putri Jawab Lancar Ditanya Pengacara Ferdy Sambo, Hakim Sindir: Sakit

Reaksi berbeda ditunjukkan Kodir ketika menjawab pertanyaan dari Hakim Ketua dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Sudarma Adi
Tangkap Layar YouTube Kompas TV dan Wartakota/Yulianto
Kolase foto terdakwa pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan Kodir sang ART. 

TRIBUNJATIM.COM - Sikap Kodir ART Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi disindir kerasa oleh hakim.

Pasalnya, cara bicara Kodir sangat kontras saat berhadapan dengan hakim dan pengacara terdakwa Ferdy Sambo.

Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa Kodir memang bicara sesuai yang diperintahkan.

Bahkan hakim menilai Kodir berbohong.

Momen itu terlihat saat Kodir bersaksi di sidang lanjutan pada Selasa (8/10/2022).

Sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa kemarin, beragendakan pemeriksaan saksi dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Reaksi berbeda ditunjukkan Kodir ketika menjawab pertanyaan dari Hakim Ketua dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis.

Sikap Kodir itupun membuat Hakim Ketua, Wahyu Iman, terheran-heran, bahkan memberi sindiran.

Baca juga: Tak Kompak, Kuat Maruf Bantah Kesaksian Susi ART Sambo soal 1 Larangan ke Brigadir J: Tak Ada Bahasa

Wahyu Iman menilai Kodir lancar dan cepat saat menjawab pertanyaan dari pengacara Ferdy Sambo.

Namun, ketika ditanya Hakim Ketua dan JPU, Kodir dinilai Wahyu Iman seperti orang sakit gigi karena lebih sering terdiam dan mengatakan tidak tahu.

"Saksi-saksi ini lancar banget malam ini jawabannya. Tadi waktu ditanya saya sama ditanya Jaksa Penuntut Umum kayak sakit gigi semua, terutama si Kodir ini."

"Lancar banget kamu jawabnya, Dir. Besok kita masih ketemu lho, Dir. Lancar kaya gini nggak, Dir?" sindir Wahyu Iman dalam sidang di PN Jaksel, Selasa, dikutip dari tayangan KompasTV via Tribunnews ( grup TribunJatim.com ).

"Kamu kemarin kayak macem sakit gigi waktu ditanya, bilang nggak tahu. Ini ditanya pengacara cepet banget jawabnya. Besok kita lihat, apakah saudara masih berbohong atau enggak," imbuh Wahyu Iman.

Baca juga: Terlalu Polos, Aksi Susi ART Peluk Putri Candrawathi Bisa Jadi Kesalahan Fatal, Pakar: Dipengaruhi

Selain Kodir, ART Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang lainnya, Damson, juga disindir.

Pasalnya, Damson memberikan jawaban berbeda pada pengacara Ferdy Sambo dan Hakim Ketua saat ditanya apakah mantan Kadiv Propam Polri itu mengikuti tes PCR.

"Termasuk si Damson tadi, tadi ditanya, 'Saudara Ferdy Sambo PCR?'. (Kamu jawab) 'Ikut PCR'. Ditanya penasihat hukum tidak tahu, haduh," ujar Wahyu Iman.

Diketahui, Kodir terancam hukum pidana karena dinilai selalu berubah ketika memberikan keterangan saat sidang.

Sebelumnya, Kodir pernah hadir sebagai saksi dalam sidang kasus obstruction of justice dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Kamis (3/11/2022).

Kala itu, Kodir dinilai berbelit-belit dan cenderung terlihat berbohong saat bersaksi.

JPU pun mengajukan permintaan pada Majelis Hakim untuk menjadikan Kodir sebagai tersangka.

“Saudara Majelis Hakim, kami melihat dan menilai saksi ini sudah berbelit-belit dan berbohong, supaya kiranya Majelis Hakim mengeluarkan penetapan untuk menjadikan saksi ini jadi tersangka,” kata JPU dalam persidangan, Kamis, dilansir Tribunnews.com.

Ancaman proses pidana itu, disampaikan JPU saat Kodir menyampaikan keterangan soal adanya perintah Ferdy Sambo menghubungi mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Setalan, Ridwan Soplanit.

Namun, berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), perintah Ferdy Sambo adalah menghubungi Polres Metro Jakarta Selatan dan memanggil ambulans untuk membawa jenazah Brigadir J.

Selain Kodir, Susi juga terancam hukuman pidana karena keterangannya kerap berubah dalam persidangan.

Baca juga: Kesaksian Sekuriti Rumah soal Kebiasaan Malam Brigadir J: Ada 1 Perempuan, Habis Belasan Juta

Di sisi lain, Reza Indragiri, anggota Pusat Kajian Assessment Warga Binaan Pemasyarakatan, Poltekip, Kemenkumham, buka suara menanggapi keterangan sejumlah saksi yang mengulik sifat-sifat negatif mendiang Brigadir J atau Yoshua.

Dalam keterangan yang diterima, Kamis (10/11/2022), ia mengatakan apa yang terjadi itu namanya profiling.

"Dan karena Yoshua adalah korban, maka profiling yang disusun semestinya adalah victim profiling. Tapi alih-alih membuat kita paham dan bersimpati akan kondisi Yoshua yang membuatnya menjadi korban pembunuhan berencana, victim profiling itu justru mendiskreditkan Yoshua sebagai orang dengan serbaneka tabiat buruk," katanya.

"Terlepas apakah profiling itu benar atau tidak. Dan sifat-sifat buruk Yoshua itulah yang seolah membenarkan bahwa Yoshua telah melakukan kekerasan seksual. Jadi, victim profiling tentang Yoshua itu justru beraroma criminal profiling."

Baca juga: Keluarga Brigadir J Asyik Nyanyi usai Sidang Ferdy Sambo, Kamaruddin Simanjuntak: Pulang Tidak Sedih


Reza menyoroti sejumlah saksi yang dinilainya begitu kompak dan fasih menyebut watak-watak buruk Yoshua. Tapi tidak ada satu pun kata sifat yang positif tentang Yoshua.

"Hebat saksi-saksi itu. Mereka punya proses berpikir yang sama, artikulasi spontan yang sama, kosakata yang sama, dan "kelupaan" yang sama untuk menyebut satu kebaikan pun tentang Yoshua. Filter mentalnya seragam, semua isi keterangan mereka pun kelam. Saya berharap ada fairness dan purposefulness," ujarnya.

Menurut Reza, fairness pertama, tak mungkin ada manusia yang isinya sampah semua.

Jadi, setelah Yoshua dilukiskan sebagai manusia dengan sifat-sifat negatif, bolehlah para saksi dan ahli juga dikondisikan untuk tidak bias dan tidak lalai menjabarkan sifat-sifat positif Yoshua. Pasti ada. Kecuali jika saksi diajari untuk lupa.

Fairness kedua, karena sudah ada victim profiling beraroma criminal profiling tentang Yoshua, maka bolehlah di ruang sidang juga disodorkan criminal profiling tentang Ferdy Sambo dan Putri Candrawati. Polri butuh criminal profiling itu.

Yakni, agar paham dinamika kehidupan Ferdy Sambo lalu mencegah para perwira tinggi menjadi Sambo-Sambo baru. Masyarakat juga bisa menggunakan criminal profiling itu untuk mewaspadai orang-orang dengan ciri-ciri yang sama, sehingga bisa memperkecil risiko menjadi sasaran pembunuhan berencana.

Lalu purposefulness. Karena lukisan kelam tentang kepribadian Yoshua itu tampaknya akan dipakai untuk menopang tuduhan kekerasan seksual, maka ahli yang membuat profiling harus bisa menjelaskan bagaimana sifat-sifat Yoshua bisa bersimpul sedemikian rupa mendorong dirinya melakukan kekerasan seksual.

Tanpa penjelasan, maka profiling itu hanya akan menambah stigma buruk berikutnya terhadap Yosua dan keluarga besarnya.

"Betapa menyedihkannya andai profiling hanya menjadi ajang re-viktimisasi terhadap Yosua. Sudah jatuh ditimpakan tangga pula. Sudah ditembak mati, lalu disebut menembak teman, bukan dipulihkan martabatnya, tapi kini justru dipotret dengan sedemikian jeleknya," pungkas Reza.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved