Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Kota Batu

Luas Lahan Perkebunan Apel di Kota Batu Terus Berkurang, DPKP Lakukan Revitalisasi

Padahal jadi ikon Kota Batu, luas lahan perkebunan apel di Kota Batu terus berkurang, DPKP melakukan revitalisasi.

Penulis: Dya Ayu | Editor: Dwi Prastika
Tribun Jatim Network/Dya Ayu
Apel jenis Ana, salah satu apel yang populer di Kota Batu, Minggu (5/3/2023). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Dya Ayu

TRIBUNJATIM.COM, BATU - Luas lahan perkebunan apel di Kota Batu, Jawa Timur, semakin berkurang, setiap tahun.

Dari data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu, pada 2020, luas lahan perkebunan apel di Kota Batu seluas 1.200 hektare, pada tahun 2022 berkurang menjadi 1.092 hektare, dan tahun 2023 ini turun menjadi 1.044 hektare.

Padahal buah apel merupakan ikon Kota Batu.

Tentu dengan berkurangnya lahan perkebunan apel, berpengaruh pada produksi buah apel yang dihasilkan.

Terus berkurangnya lahan perkebunan apel di Kota Batu terjadi karena para petani apel memilih alih fungsi kebun mereka menjadi kebun sayur dan juga buah jeruk yang dinilai perawatannya lebih murah dan hasilnya lebih lumayan dibanding apel yang harganya sekarang semakin rendah ketika dijual ke tengkulak.

Padahal seperti diketahui, harga buah apel ketika sudah jatuh ke tangan tengkulak ataupun penjual eceran di tepi jalan, harganya sudah terbilang mahal dan naik berkali-kali lipat dari harga petani apel.

Kondisi diperparah karena cuaca ekstrem di Kota Batu yang membuat hasil panen buah apel juga menurun.

Selain itu, semenjak pandemi Covid-19, hasil apel yang dipanen juga tak sebanyak sebelum pandemi.

Terkait semakin banyaknya petani apel yang memilih ‘pensiun’ dan memilih berkebun tanaman lainnya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu gencar menjalankan program revitalisasi lahan apel.

Revitalisasi dilakukan untuk menghidupkan kembali kebun apel yang sebelumnya menjadi salah satu pilihan wisata favorit wisatawan, khususnya dari luar kota.

“Kita berupaya mempertahankan apel sebagai ikon Kota Batu. Saat ini luas lahan yang masih produktif 907,29 hektare dan yang sudah direvitalisasi seluas 243,5 hektare,” kata Kepala DPKP Kota Batu, Heru Yulianto kepada Tribun Jatim Network, Minggu (5/3/2023).

Dalam program revitalisasi yang dilakukan DPKP Kota Batu, pemilik kebun mendapat bantuan berupa pemberian bibit apel, dolomit, PGPR, pupuk organik dan pestisida. 

Baca juga: Nasib Pilu Petani Apel di Kota Batu, Produksi Apel Semakin Turun, Bertahan Hanya Demi Ikon Kota

Namun kenyataan di lapangan, para petani apel ‘curhat’ terkait mahalnya obat-obatan dan pupuk subsidi yang sulit untuk didapatkan.

Padahal petani menilai, obat-obatan kimia dan pupuk penting untuk perawatan pohon apel mereka, yang menghadapi ancaman penyakit busuk akar, juga cuaca ektrem. 

“Kami berupaya dengan pemakaian pupuk organik. Pupuk organik itu merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan tanah yang rusak. Di samping itu, pupuk organik murah dan bisa diupayakan sendiri,” ujarnya.

Tampaknya soal keluhan petani, khususnya di Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang menjadi daerah perkebunan apel di Kota Batu, dinas terkait tak dapat berbuat banyak.

Terutama soal pupuk subsidi yang sulit didapatkan, meskipun petani tersebut sudah memiliki Kartu Tanda Anggota petani, dan juga mahalnya harga obat-obatan kimia.

“Ya gimana lagi itu sudah aturan dari pusat. Kan sudah jelas sesuai Permentan nomor 10 tahun 2022 tentang tata cara alokasi dan HET pupuk bersubsidi sektor pertanian,” jelasnya.

Diakui Heru, meski di lapangan banyak lika-liku sulitnya menjadi petani apel, pihaknya terus menyuarakan agar petani apel tetap mempertahankan kebun apel mereka, demi ikon Kota Batu.

“Kita sosialisasikan kepada petani apel untuk tetap mempertahankan apel, sebab kita harus mempertahankan apel sebagai ikon Kota Batu,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved